Kolom
Membangun Angkutan Umum Perlu Komitmen
Oleh Djoko Setijowarno
JAYAKARTA NEWS – Kota yang maju bukanlah kota di mana orang miskin menggunakan mobil, melainkan kota yang membuat orang kaya menggunakan transportasi umum (Enrique Penalosa, Walikota Bogota 1998-2000)
Saat ini, DKI Jakarta merupakan daerah yang dinilai paling representatif untuk digunakan sebagai contoh bagi kota-kota lain di Tanah Air, karena dengan adanya BRT Trans Jakarta yang telah terhubung angkutan feeder (Jaklingko) sebagai angkutan pengumpan. Serta dukungan kerjasama dari moda lain seperti KCI, MRT, LRT, Kereta Cepat yang terkoneksi atau terintegrasi.
Data dari PT Trans Jakarta (Mei 2023), saat ini Trans Jakarta memiliki 394,4 km panjang koridor dan 2.326,3 km non koridor. Dilayani oleh 19 operator dengan 4.265 armada, terdiri 167 articulated bus, 934 single bus, 293 maxi bus, 289 low entry bus, 107 medium bus, 2.419 micro bus, 28 double decker bus, 30 low entry bus EV, 100 royal trans, dan 26 Transjakarta cares. Terdapat 232 rute dengan 13 rute utama ( busway) dan 8 tipe layanan.
Cakupan layanan Transjakarta tahun 2004, cakupan populasi terlayani 1,8 persen, tahun 2006 (2,1 persen), tahun 2007 (12,8 persen), tahun 2009 (16 persen), tahun 2010 (21,0 persen), tahun 2011 (21,5 persen), tahun 2013 (23,2 persen), tahun 2014 (23,6 persen), tahun 2015 (24,2 persen), tahun 2016 (36,0 persen), tahun 2017 (42,0 persen), tahun 2018 (63,0 persen), tahun 2019 (79,5 persen), tahun 2020 (82,4 persen), tahun 2021 (82,1 persen), dan tahun 2022 (88,2 persen).
Data dari PT Surveyor Indonesia sebagai Manajemen Pengelola Program Pembelian Layanan ( Buy the Service/BTS) di 10 kota, sejak 1 Januari 2022 hingga 18 Mei 2023 sudah mengangkut 42.920.645 penumpang dengan tingkat isian ( load factor) 48 persen.
Tingkat isian pada triwulan 1 tahun 2023 untuk Trans Metro Deli (Medan) sebesar 39,08 persen, Trans Musi Jaya di Palembang (23,71 persen), Bati Solo Trans di Surakarta (35,38 persen), Trans Jogya di Jogjakarta (46,68 persen), Trans Metro Dewata di Denpasar (31,88 persen), Trans Metro Pasundan di Bandung (50,78 persen), Trans Banyumas di Purwokerto (63,71 persen), Trans Semanggi di Surabaya (39,19 persen), Trans Mamminasata di Makassar (34,75 persen) dan Trans Banjarbakula di Banjarmasin (50,85 persen). Terjadi penurunan jumlah penumpang di saat mulai diterapkan berbayar.
Terjadi penurunan penumpang menggunakan BTS setelah digratiskan sejak beroperasi. Lantaran, pengguna mengeluarkan ongkos transportasi lebih mahal ketimbang menggunakan sepeda motor. Berpindah koridor harus membayar lagi. Agar warga akan kembali menggunakan BTS, maka mulai 1 Juli 2023 akan diupayakan sekali membayar walau berganti moda tarif tidak naik (selama 2 jam). Dan akan ada tarif terintegrasi layanan untuk golongan khusus (pelajar, lanjut usia/lansia dan disabilitas) sebesar Rp 2 ribu. Bisa jadi setelah penerapan tarif baru akan terjadi penambahan warga menggunakan Bus BTS di 10 kota.
Rekomendasi
PT Surveyor Indonesia memberikan sejumlah rekomendasi terhadap penyelenggaraan angkutan umum perkoataan skema pembelian layanan ini. Pertama, diperlukan komitmen dari seluruh stakeholder khususnya Pemerintah Daerah dalam mendukung program layanan ini agar dapat berlanjut hingga memberikan manfaat kepada masyarakat.
Kedua, kesiapan skema pendanaan program BTS Ketika operasional layanan Teman Bus diserahkan kepada pemerintah daerah beserta legalitas yang diperlukan. Ketiga, meningkatkan dan mendorong potensi demand dan shifting pengguna kendaraan pribadi ke BTS diantaranya melalui push and pull strategy serta mensosialisasikan BTS.
Keempat, revitalisasi prasarana mendukung layanan BTS. Kelima, menyiapkan roadmap keberlangsungan layanan BTS dan skema handover dan capacity building. Keenam, mempersiapkan kelembagaan manajemen pengelola yang akan melakukan monitoring dan evaluasi layanan dan kinerja operasional Teman Bus berikut dengan sistem teknologi.
Menjadi tugas kita bersama dalam berpindah ( shifting) dari kenyamanan penggunaan angkutan pribadi menuju angkutan massal, Kini kebutuhan transportasi tidak sebatas ramah dan nyaman, tetapi juga harus berkelanjutan dan mempermudah perpindahan dari satu moda ke moda lain (integrasi antarmoda) dan mendukung konektivitas antar titik CBD.
Subsidi angkutan penumpang perkotaan diberikan dengan tujuan (a) stimulus pengembangan angkutan pernumpang umum perkotaan, (b) meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, dan (c) kemudahan mobilitas masyarakat di kawasan perkotaan.
Pull Strategy (Pemerintah Pusat), berupa subsidi angkutan berupa sarana maupun prasarana, subsidi angkutan berupa biaya operasional (BTS), dan lisensi operator dan sanksi kepada operator yang melanggar standar pelayanan. Sedangkan Push Strategy (Pemerintah Daerah), dapat berupa analisis Jaringan Angkutan Pengumpan ( feeder), kebijakan Ganjil Genap, bus priority melalui Area Traffic Control System, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, pengaturan ruang jalan, pembatasan waktu kendaraan yang masuk ke kawasan tertentu, biaya parkir yang mahal, masuk berbayar di jalan protokol ( Electronic Road Pricing), mewajibkan ASN pemda menggunakan angkutan umum saat bekerja, mengajak pelajar dan mahasiswa menggunakan angkutan umum.
Menurut Robby Kurniawan (Staf Ahli Bidang Keselamatan dan Konektivitas Perhubungan), ada sejumlah kendala dalam pelaksanaan BTS. Pertama, adanya friksi di lapangan dengan operator angkutan umum eksisting yang menginginkan perlakukan dan fasilitas yang sama terutama terkait tarif, sehingga ke depan aturan mengenai tarif perlu dibuat dengan mempertimbangkan ability to pay dan willingness to pay. Kedua, skema BTS ke depan juga dibutuhkan kelembagaan yang jelas, Kementerian Perhubungan berencana membentuk Badan Layanan Umum (BLU).
Ketiga, angkutan pengumpan yang belum tersedia, sehingga perlu penataan jaringan angkutan perkotaan dari pemerintah daerah atau penataan ulang jaringan trayek eksisting untuk menjadi angkutan pengumpan. Keempat, infrastruktur dan fasilitas penunjang integrasi belum tersedia.
Krisis Angkutan Umum
Telah terjadi krisis angkutan umum sangat nampak dari data yang diberikan Badan Pusat Statistik. Proporsi jenis kendaraan di Indonesia tahun 2021 total 141.992.573 unit kendaraan. Terdiri dari 120.042.298 unit sepeda motor (84,5 persen), mobil penumpang 16.413.348 unit mobil penumpang (11,6 persen), 5.299.361 unit mobil barang (3,7 persen) dan sisanya 257.565 unit bus (0,2 persen). Sudah pasti jumlah angkutan perkotaan kurang dari 0,2 persen, lantaran masih ada angkutan umum antar kota antar provinsi (AKAP), angkutan umum antar kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan perdesaan yang populasinya sangat minim.
Hal ini menunjukkan populasi angkutan umum sangat minim dan terbesar populasi sepeda motor yang sudah barang tentu akan menyedot penggunaan bahan bakar minyak jauh lebih besar. Di sisi lain, Indonesia mengimpor BBM lebih dari 50 persen kebutuhan nasional. Belum lagi angka kecelakaan lalu lintas yang ditimbulkannya. Untuk menangani krisis angkutan umum perlu komitmen pemerintah dari pusat hingga daerah. ***
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat