Kolom

Kebhinekaan di Sekolah Mangunan, Sebuah Potret Kearifan Lokal

Published

on

Oleh: Ernaningtyas

Di Kabupaten Sleman DIY, ada sebuah sekolah unik. Namanya Sekolah Eksperimental Mangunan. Sekolah yang berada di Dusun Cupuwatu Kecamatan Kalasan ini didirikan oleh budayawan, arsitek, rohaniwan, YB Mangunwijaya.  

Salah satu yang khas di Sekolah Mangunan adalah kehidupan berbhineka. Sekolah yang memiliki tiga jenjang pendidikan: TK, SD dan SMP ini seperti Indonesia mini. Sehari-hari, keberagaman menjadi ciri khas utama di tempat ini

Siswa-siswa sekolah Mangunan berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda: suku bangsa, agama, tingkat sosial ekonomi, dll. Anak berkebutuhan khusus pun ada di sini. Mereka semua melebur dalam setiap proses pembelajaran.  Tak ada sekat-sekat yang membatasi. Tak ada rambu-rambu yang membuat satu sama lain berjarak. Murid dan guru duduk di bangku pada meja yang sama. Tidak ada keterpisahan, sebab, sejatinya guru sebatas fasilitator dan teman diskusi, tak ada proses indoktrinasi. Setiap sudut pandang dan pemikiran yang beragam dihargai. Tak ada seragam atau pakaian yang sama. Baju batik beraneka warna dan corak  dikenakan dua kali seminggu. Sebuah potret kebhinekaan khas Indonesia.

Begitulah, dalam perjalanannya sejak berdiri tahun 1994, sekolah ini menghidupkan keragaman, melestarikan kebhinekaan.

Romo Mangun, demikian sapaan YB Mangunwijaya, sejak awal mendirikan sekolah ini konsisten menempatkan kebhinekaan sebagai nilai yang mesti dihidupkan dan dilestarikan. Rohaniwan yang kondang sebagai pembela wong cilik ini membekali teman-teman kecilnya sebuah kesadaran akan perbedaan. Di Sekolah Mangunan, kehidupan berbhineka itu dikelola, dirawat dan akhirnya menyatu dalam kehidupan sehari-hari, tak sebatas di sekolah tetapi juga di masyarakat luas, di mana pun, sampai kapan pun.

Sekolah Mangunan: Merdeka dan berbhineka. (foto: istimewa)

Sepeninggal penulis Burung-burung Manyar itu, keragaman di Sekolah Mangunan tetap lestari dari generasi ke generasi. Siswa-siswi menangkap, merekam kemudian meramu kebhinekaan itu jauh di kedalaman hati dan pikiran mereka. Selanjutnya, pada setiap individu tumbuh sikap-sikap berbagi, menghargai, menghormati, bekerja sama, cinta sesama dan juga peduli lingkungan. Jiwa-jiwa kreatif dan merdeka tumbuh subur dalam atmosfer seperti ini. Perbedaan bukanlah sumber masalah.  Bahkan sebaliknya, ia merupakan kekuatan sehingga membuat pembelajaran menjadi sebuah proses yang menyenangkan.

Nilai kebhinekatunggalekaan dalam proses belajar diwujudkan dengan cara menghargai setiap individu dengan bakat masing-masing yang beragam. Kolaborasi dan saling mengapresiasi menjadi bekal untuk meminimalisir kompetisi. Sistem rangking dihapuskan dan digantikan dengan apresiasi dan deskripsi terhadap perkembangan setiap individu.

Jika di banyak tempat lain ada kalanya  keberagaman menjadi sumber permusuhan, perpecahan juga kerusuhan yang acapkali disebut-sebut sebagai konflik SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), maka tidak demikian di Sekolah Mangunan. Di sini keberagaman justru menjadi modal dasar bagi setiap manusia yang berbeda untuk saling menghormat, bekerja sama, bersahabat, tak hanya di lingkungan sekolah pada jam-jam sekolah, tetapi di mana pun, sampai kapan pun.   

Kehidupan berbhineka di Sekolah Mangunan adalah potret kearifan lokal. Kearifan lokal adalah sebuah nilai budaya yang berkembang di masyarakat lokal. Nilai itu bersumber dari para pendahulu yang diestafetkan secara turun temurun. Kearifan lokal dalam budaya komunal yang menjunjung tinggi kebersamaan dalam kehidupan berbhineka di Sekolah Mangunan membentuk sebuah karakter manusia yang menghargai perbedaan. Pribadi-pribadi ini akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang kuat dan tak mudah diprovokasi oleh sentimen-sentimen SARA. ***

1 Comment

  1. Iin

    August 9, 2021 at 7:23 am

    Keren ⭐⭐?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version