Kabar

Kamus Besar Ilmu dan Bahasa: “Karya Monumental – Evergreen”

Published

on

Dalam brosur tujuh kamus tercantum tulisan “Karya Monumental – Evergreen”. Perlu saya jelaskan bahwa tulisan ini muncul sebelum karya-karya saya mulai digarap.

Ini semacam “Big Dream” mimpi besar.

Dalam ulasan ini,  saya mau berbagi kepada teman-teman khususnya generasi muda bagaimana mimpi besar itu berperan dalam sebuah perjuangan.

Mimpi besar ini adalah energi yang menggerakkan dan berada di bawah sadar dan muncul ketika ada stimulus.

Jadi  tulisan ini bukan mempromosi karya ini.

Pada tahun 1987 saya melihat sebuah kamus bahasa Inggris Webstern.

Betapa kaget dan tidak habis pikir, bagaimana karya ini bisa ditulis.

Karya ini tebal sekitar 3000-an halaman dengan huruf 7 point, kecil sekali.

Rasa kagum dan  rasa terpesona terhadap kamus bahasa Inggris ini memancing saya untuk bermimpi.

Bisakah kita berbuat seperti itu?

Pikiran ini terus membayangi hingga bawa  ke mimpi-mimpi.

Hampir setiap tidur, entah berapa menit pasti bermimpi.

Bahkan di bus pun, jika tertidur, pasti bermimpi.

Sebagian besar mimpi itu  bisa “terbang” dan ini aneh.

Mimpi-mimpi ini baru  lenyap setelah terbit edisi perdana “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan” tahun 1997.

Apa yang mau disampaikan tentang pengalaman ini bahwa dalam menempuh sebuah perjuangan, apa itu kecil, sedang, besar, tidak terlepas dari langkah-langkah berikut.

Pertama adalah fokus.

Tahapan ini membawa kita ke satu titik dan pikiran diarahkan ke satu titik saja.

 Kedua adalah passion, gairah, semangat.

Tahapan ini membawa kita ke satu titik, tetapi selain fokus juga gairah dan semangat. Pikiran dan hati sama-sama bergerak.

Tahapan ketiga adalah energi.

Tahapan ini sudah melibatkan lima pancaindra.

Tahapan ini posisi bawah sadar yang berperan.

Dalam pengalaman, jika kita pada level pertama, sehari kita bisa edit bahan kamus bisa mencapai 5-10 halaman. Tetapi ketika pada level dua, bisa mengedit 10-25 halaman. Pada level 3, sehari bisa mengedit 50 halaman.

Kamus Besar Ilmu dan Bahasa, ketembalan sudah menembus 2.300 halaman dengan huruf 8 poin, kecil sekali.

Mimpi besar sudah nyaris terwujud? Tidak!

Ada yang menarik yang perlu saya sampaikan di sini.

Ketika Kamus Besar Ilmu Pengetahuan terbit dan pada waktu edisi ketiga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyo memberi kata sambutan, kita merasa bangga, kita hebat, kita sudah di puncak.

Tetapi ketika sampai di puncak, ternyata ada puncak lagi di atasnya.

Maka mulai mengembara ke berbagai puncak, terbitlah Kamus Besar Ilmu Sosial, Kamus Besar Ilmu Eksakta, Kamus Tokoh Indonesia dan Dunia dan Kamus Tokoh Penerima Nobel,  Kamus Acuan Utama Bahasa Indonesia.

Terakhir Kamus Besar Ilmu dan Bahasa.

Ketika sampai pada titik jedah, kita baru sadar bahwa ilmu yang kita pelajari atau kerjakan itu, tidak ada apa-apanya.

Pengetahuan kita sama seperti setitik debu di gurun Sahara atau sebutir pasir di atas triliunan pasir di sepanjang pantai permukaan bumi. Nothing!

Makin kita gali,  makin dalam, makin jauh dan makin luas.

Bahkan makin misteri. Kita pun  makin kecil dan kecil. Tidak berarti!

Dalam pengembaraan, masih ada obsesi yang belum terwujud yaitu penyusunan Kamus Bahasa Nusantara: Bahasa Indonesia vs Bahasa Daerah.

Ada  kurang lebih 743 bahasa daerah yang tersebar  di Nusantara.

Sudah lebih 15 tahun bolak-balik melobi pejabat pemerintah mulai dari menteri hingga pimpinan Lembaga Bahasa di Rawamangun hingga ke Sentul untuk membantu menyusun karya ini. Tapi tidak bisa tembus.

Pekerjaan ini tidak bisa sendirian! Mandek!

Obesesi yang sedangkan dikerjakan adalah menggali kearifan lokal Nusantara.

Yang sudah digarap adalah kearifan lokal NTT, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Papua.

Targetnya seluruh Nusantara. Program ini lebih kepada   gerakan “movement”.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih para sarjana Manggarai yang begitu semangat dan bergairah dalam menggali kearifan lokal Manggarai dan akan segera terbit Ensiklopedia Manggarai dan pendidikan kearifan lokal untuk anak SD, SMP dan SMA.

Sebagai penutup narasi ini, sekali lagi brosur “Karya Monumental – Evergreen” adalah sebuah  mimpi besar sebelum 7 kamus digarap.

Tetapi jika kemudian ada pihak yang mengatakan bahwa tujuh karya saya  adalah Evergreen, tentu saja saya memberikan apresiasi atas penghargaan itu.

Perlu juga saya sampaikan bahwa dari tujuh karya ini baru tiga yang dicetak yaitu Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Kamus Tokoh Indonesia dan Dunia dan Kamus Besar Ilmu Sosial.

Sisanya masih disimpan di gudang, di awan. Karena kendala finansial, disimpan di gudang dulu. Tidak apa-apa!

Ada teman yang menawarkan supaya karya-karya ini diterbitkan pihak ketiga.

Bukannya  menolak, tetapi pengalaman saya, beberapa buku sudah diterbitkan lembaga lain, nyaris kita tidak dapat apa-apa.

Kita hanya dapat sepuluh persen dari penjualan.

Meski sudah buat surat perjanjian,  tapi  kita tidak mempunyai hak untuk cek jumlah cetak dan jumlah penjualan.

Yah, nasib penulis di negeri ini tetap merana. (save dagun)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version