Entertainment

Hati Suhita, Mencintai dalam Diam di Balik Tembok Pesantren

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Falsafah wayang berkelindan dengan filosofi Islam sejak lama dalam pergumulan batin santriwan dan santriwati di pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa. Empat pegangan utama selalu ditanamkan dalam mengarungi perjuangan hidup di dunia.

‘Mikul duwur mendem jero’ (memikul tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam), ‘bekti nastiti ati-ati’ (jujur, adil, berhati-hati), ‘pengabsah wangsa’ (penerus wangsa luhur’ dan ‘wanita wani tapa’ (wanita berani bertapa). Sedangkan filosofi Islam untuk umat muslim yang akan menikah adalah ‘sakinah, mawaddah, warahmah’ (doa kepada pengantin agar selalu tenteram, cinta kasih dan penuh rahmat).

Kata-kata bijak tersebut yang coba diselipkan dan difatwakan oleh sutradara Archie Hekagery dalam film terbarunya yang bertajuk ‘Hati Suhita’.

Produksi Kharisma Starvision ini menggambarkan kisah perjalanan hidup seorang santriwati bernama Alina Suhita (diperankan oleh Nadya Arina) yang menikah dengan Gus Birru, anak pemilik pesantren (Omar Daniel) karena dijodohkan sejak Suhita masih kecil.

Apa yang terjadi pada Suhita, yang menikah tanpa cinta ? Ia sedih dan kesepian. Karena sejak akad nikah, Suhita tak disentuh oleh suaminya. Tidur pun, berpisah.

Gus Birru menikahi Suhita karena dijodohkan oleh orang tuanya. Sebelumnya, ia telah memiliki pujaan hati lain, yaitu Ratna Rengganis (Anggika Bolsterli). Bisakah Suhita mempertahankan pernikahannya ?

Liku-liku cinta segi tiga dan perjodohan yang unik dibalik tembok pesantren modern di Kediri divisualisasikan secara apik oleh sutradara.

Desy Ratnasari dan Ibrahim Risyad (foto : Dudut SP)

Diangkat dari novel karya santriwati wanita Khilma Anis, plot cerita mengalir utuh. Dialog-dialog segar yang di beberapa adegan diselipkan kalimat falsafah yang dicomot dari pujangga Ranggawarsita sesuai karakter wayang pas dipahami.

“Dalam film ini semua sosok adalah protagonis. Enggak ada peran antagonis,” beber Chand Parwez Servia selaku produser.

Kemudian cerita novel bergenre drama romansa ini ditulis kembali ke bentuk skenario oleh Alim Sudio. “Kisahnya sudah jadi. Saya enggak mengubah atau menambahkan cerita atau tokoh lain,” jelas Alim Sudio yang termasuk jajaran penulis skenario film produktif ini.

Tiga pelakon utama bermain cemerlang yaitu Omar Daniel, Nadya Arina dan Anggika Bolsterli. Namun, pemain lain juga berhasil memerankan sosoknya sesuai karakter dan porsinya. Ada aktor gaek Slamet Rahardjo, Widyawati, Desy Ratnasari, Ibrahim Risyad, Wafda Saifan, Joshua Suherman, David Chalik, Devina Aureel, Tanta Ginting dan dan masih banyak lagi.

Yang mengejutkan adalah kemunculan kembali Desy Ratnasari setelah 15 tahun ‘beristirahat’. Desy hadir dengan seni peran memukau dan kata-kata yang diucapkan enak didengar. Misalnya tatkala Desy mengucapkan kata ‘Njenengan’, terasa medok sekali.

Omar Daniel, pendatang baru yang didapuk jadi santri ganteng Gus Birru mengaku ia hanya sekali bertemu Nadya Arina. “Baru sekali bertemu dan ngobrol saat dinner. Tapi saya berusaha membangun chemistry saat syuting dengan Nadya Arina,” urai Omar Daniel.

Penata musik di tangan Tya Subiakto juga patut diberi punten. Tya lihai mengisi score musik yang enggak kaku kedalam gambar namun di beberapa adegan, ia sengaja membiarkan keheningan dan kediaman.

Seperti kata pepatah, film adalah potret kecil tentang sebuah kehidupan manusia yang sesungguhnya.

Dan ‘Hati Suhita’ adalah sebuah contoh ihwal percintaan (yang santun dan Islami) antar santriwan dan santriwati di pesantren modern yang ditulis oleh santriwati.
Meski ada kekurangan kecil disana sini yang berhasil ditutup oleh sutradara, toh menonton ‘Hati Suhita’ tak merugi.

‘Hati Suhita’ adalah hati wanita Indonesia. Hati kita semua. Ini harapan besar bagi perfilman nasional ditengah derasnya genre horor yang melanda industri ekonomi kreatif ini.
‘Hati Suhita’ sangat ‘kita’.
Sangat Indonesia. (pik)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version