Kabar

Terorisme Tetap Jadi Ancaman Dunia

Published

on

SERANGAN teroris tidak akan berakhir apabila tujuan para mujahid membentuk daulah Islamiah atau negara Islam belum tercapai, maka kegiatan radikalisme dan terorisme akan terus berkelanjutan.

Hal itu disampaikan Kasubdid Resosialisasi dan Rehabilitasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Sigit Karyadi dalam Seminar Nasional “Perkembangan Terorisme dan Kontra Terorisme di Indonesia” di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ), Rabu (10/5/2017). Berdirinya khilafah, menjadi alasan kelompok radikal Islam, untuk melakukan aksi-aksi terorisme.

Dalam kaitan dengan perkembangan terbaru terorisme, dengan menunculnya kelompok ISIS atau Islamic State (IS),  perlu diwaspadai adanya kemungkinan arus balik. “Jangan sampai kasus arus balik seperti kelompok Jemaah Islamiah dari Afghanistan, kembali terjadi,” katanya.

Beberapa kasus pemboman di Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan kelompok JI alumni Afghanistan. Oleh karena itu, jangan sampai  hal serupa juga teradi pada  para pendukung ISIS (IS) yang kini  masih berada di Suriah.

Kasubdid Resosialisasi dan Rehabilitasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Sigit Karyadi

Dalam kesempatan itu, Sigit juga meninggung telah terjadinya pola pergeseran pola aksi terorisme. Apabila semula sasarannya Amerika Serikat dan Barat serta sekutunya, maka telah bergeser sasarannya di dalam negeri Indonesia sendiri. Dari aspek kelompok, pada masa lalu melibatkan  kelompok besar, sedangkan sekarang kelompok kecil.

Dari aspek besaran bom yang dulu menggunakan bom berkekuatan besar, kini kasus-kasus terorisme memanfaatkan bom kecil, tradisional, memakai racun, pembunuhan dan lainnya. Pelatihan yang dulu dilakukan di luar negeri, seperti di Afghanistan dan Mindanau Filipina, kini dilakukan di dalam negeri atau bahkan ada yang belajar secara otodidak. “Teknologi internet, memungkinkan untuk orang yang memiliki bibit-bibit radikal belajar teror,” tambah Sigit.

Dunia maya menjadi ajang bagi kelompok terorisme untuk melakukan penyebaran paham radikal, disamping pula menggunakan buku dan radio komunikasi, yang semula semua itu dilakukan secara konvensional.

Dalam penanggulangan terorisme, pemerintah menggunakan strategi soft approach dan hard approach. BTPT sendiri berfokus pada pendekatan lunak, seperti dengan program deradikalisasi, misalnya dilakukan di Lapas kepada  teroris. Wujud kegiatannya, lanjuta  Sigit, berupa identifikasi, rehabilitasi, reedukasi dan resosialisasi. “Ada juga program kontra propaganda masyarakat dari hulu hingga hilir, di antaranya melalui program literasi,” tambahnya.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version