Connect with us

Kabar

SBY Sarankan Perlu Kajian Mendalam Sistem Demokrasi Langsung

Published

on

Jajaran pimpinan MPR menemui Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Kabupaten Bogor, Selasa (28/5/2024)/foto: Tim Media Bamsoet

CIKEAS, JAYAKARTA NEWS — Sistem demokrasi pemilihan langsung yang dihasilkan melalui empat kali amandemen konstitusi, justru menimbulkan berbagai persoalan moral hazard seperti money politic.  

Akibatnya, para Caleg yang maju dalam Pileg membutuhkan dana kampanye yang tidak sedikit, sehingga seringkali terikat pada sponsor dan kekuatan oligarki.

Hal tersebut terungkap dalam perbicangan jajaran pimpinan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) RI dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam Silaturahmi Kebangsaan di Cikeas, Selasa (28/5/2024).

“Pak SBY merasakan langsung parahnya money politic pada Pemilu 2024 lalu. Biaya yang dikeluarkan para Caleg pada saat Pemilu cenderung mahal. Bahkan, disebut ada Caleg yang sampai mengeluarkan uang Rp 40 miliar hingga Rp 100 miliar untuk menjadi anggota DPR RI,” papar Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Untuk itu, lanjut Bamsoet, SBY menyarankan perlu dilakukan kajian mendalam apakah sistem demokrasi langsung lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya. Bisa jadi hasil kajian menemukan sistem demokrasi langsung justru memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan sistem perwakilan seperti yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi.

Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (28/5/2024)/foto: Tim Media Bamsoet

“Kita semua tentu tidak ingin sistem demokrasi Indonesia ke depan terus berdasarkan NPWP atau nomor piro wani piro. Akibatnya nanti negara terjebak pada kekuasaan oligarki dan plutokrasi. Karena itu, kita perlu merefleksi kembali pelaksanaan sistem demokrasi pemilihan langsung di Indonesia,” ujarnya Bamsoet.

SBY Dukung Usulan Kaji Ulang UUD ‘45

Bamsoet juga menyampaikan bahwa SBY mendukung usulan dilakukannya kaji ulang terhadap UUD NRI 1945 yang telah dilakukan amandemen sebanyak empat kali serta sistem demokrasi pemilihan langsung.

Pengkajian ulang terhadap UUD NRI 1945 harus dilakukan secara menyeluruh, hingga benar-benar didapati pasal mana saja yang sudah tepat dan mana yang belum tepat dengan kondisi saat ini.

“Pak SBY tadi menyampaikan mengamandemen UUD NRI 1945 bukanlah hal yang tabu, selama ada alasan yang tepat. Karenanya, sebelum mengamandemen UUD NRI 1945 perlu dilakukan kajian yang mendalam dan menyeluruh, sehingga perubahan yang dilakukan tidak bersifat tambal sulam. Apa yang sudah benar dipertahankan, apa yang masih dianggap kurang diperbaiki,” ujarnya.

Hadir antara lain Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Syarif Hasan dan Hidayat Nur Wahid.

Ia menjelaskan, UUD1945 telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Namun, masih ditemukan inkonsistensi, kontradiksi, dan ketidakselarasan antar pasal dan ayat. Empat kali amandemen UUD 1945 juga tidak ada memuat  ‘pintu darurat’ dalam konstitusi. Akibatnya, jika ada kedaruratan konstitusi, bangsa Indonesia tidak dapat melakukan apapun.

“Semisal tidak ada ketentuan dalam konstitusi tentang tata cara pengisian jabatan publik yang pengisian jabatannya dilakukan melalui Pemilu. Seperti jabatan presiden dan wakil presiden, anggota MPR RI, DPR RI, DPD RI, hingga DPRD Kabupaten/Kota, apabila Pemilu tidak bisa dilaksanakan tepat waktu karena gempa bumi megathrust, perang, kerusuhan massal, maupun karena pandemi, sementara masa jabatannya telah berakhir,” jelasnya.***/din

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *