Kabar

Rudiantara Ajak Perangi Berita Hoax

Published

on

MENTERI Komunikasi dan Informatika Rudiantara  berharap, media mainstream turut membantu memerangi beredarnya berita hoax. Masalahnya, berita hoax kini bukan hanya masalah khas Indonesia saja, tetapi telah menjadi  persoalan global.

“Berita hoax itu tidak hanya menjadi isu nasional, tetapi sudah menjadi isu global. Saya baca berita, jubir Kemenlu Rusia mendesak PBB membuat strategi melawan berita palsu,” ujarnya pada  gelaran World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Selasa (2/5/2017).

Fakta tersebut menggambarkan,  masalah berita palsu bukan  hanya  merupakan masalah  serius, juga menjadi perhatian masyarakat global. Di tanah air sendiri,  Rudiantara melihat,  semua pihak yang peduli sudah mulai bergerak dengan  didukung oleh pemerintah, misalnya dengan mendeklarasikan masyarakat antihoax.

Pada  pekan lalu juga  diluncurkan  Jaringan Wartawan Antihoax (Jawarah), sebuah aplikasi Android dan IOS yang diperuntukkan bagi kalangan jurnalis. Dengan keanggotaan yang  jelas maka akan dapat diperoleh klarifikasi yang baik.

Dalam kaitannya dengan informasi yang berkembang di media sosial, Menkominfo meminta kalangan media mainstream  untuk membantu menyaring berita palsu, dengan memverifikasi dan mengklarifikasi atas munculnya berita hoax di medsos.

“Hoax muncul kebanyakan dari media sosial, bagi mereka yang penting kecepatan, akurasi bukan nomor satu. Jadi kami berharap pada media mainstream untuk membantu menyaring,” katanya.

Rudiantara mencermati, media sosial seperti Facebook, kini  juga telah  mulai melawan berita palsu. Pada sisi lain,  pemerintah juga  telah berusaha  melawan kabar palsu dengan membuat Undang Undang ITE. Selain itu, pemerintah juga melakukan pemblokiran  situs-situs yang memuat perjudian, dan penipuan serta isu SARA. Namun Menteri mengingatkan, semua usaha tersebut  tudak akan optimal apabila  tidak dibarengi dengan  partisipasi  masyarakat dan para jurnalis. Para wartawan jangan gegabah mengutip berita atau informasi yang bersumber dari media sosial, apalagi menyangkut isu yang sensitif seperti SARA. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version