Kabar

Mengejutkan, Pemuda Saleh Itu Jadi Pengantin Bom Bunuh Diri

Published

on

SALMAN Ramadan Abedi, seorang pemuda  berusia 22 tahun,  dipastikan menjadi pelaku tunggal  bom bunuh diri pada akdi di penghujung  konser penyanyi Ariana Grande di Manchester Arena menyebabkan 22 orang meregang nyawa dan  59 orang lainnya menderita luka-luka.

Pri ini adalah warga kota Manchester keturunan Libya. Polisi menyatakan, Salma sama sekali  tidak pernah masuk dalam “radar” pihak keamanan,  karena tidak pernah dikategorikan berbahaya.

The Guardian melaporkan, latar belakang  Salman  mirip Khalid Masood,  pelaku penyerangan di Westminister yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Sejauh ini kepolisian Inggris masih  menyelidiki lebih jauh, untuk memastikan apakah aksi Salman ini termasuk kategori “Lonewolf” atau ia bekerja bersama dengan jaringannya yang luas untuk mensukseskan misinya menjadi “pengantin” dalam aksi terorisme itu.

Salman Ramadan Abedi, pelaku bom bunih diri. [Courtesy The Guardian)

Memang, ISIS mengkliam bertanggungjawab atas aksi tersebut, tetapi  polisi Inggris tidak memiliki bukti yang mendukung atas klaim ISIS. Klaim itu boleh jadi hanya merupakan strategi ISIS untuk memperoleh menfaat “branding” bahwa mereka nyata-nyata menakutkan untuk masyarakat global.

Sebelum nama Salman  diumumkan, beberapa warga anggota komunitas imigran Libya di Manchester selatan, sempat berandai-andai atas kemungkinan  pelaku bom bunuh diri itu berasal dari  anggota komunitas mereka. Mereka menduga,   pelakuknya kemungkinan adalah salah seorang dari kelompok pemuda yang pernah berperang di Libya dalam revolusi 2011, dimana  tindakannya lebih didasari pada masalah  trauma dan kemarahan mereka.

Namun, Salman sendiri adalah  pria yang dilahirkan di Inggris, dan tidak pernah ke Libya. Yang mengejutkan, profil sehari-hari Salman adalah sosok  pemuda yang saleh dan sangat menghormati orang tuanya.  Tidak terbayangkan,  pemuda yang rendah hati itu berubah menjadi pembunuh massal.

“Salman? Saya sungguh heran,” kata seorang warga komunitas Libya di Manchester kepada The Guardian. “Dia anak yang pendiam, sangat menghormati saya. Abangnya Ismail anak yang ramah, sebaliknya Salman sangat pendiam. Tak menyangka orang seperti dia telah melakukan hal semacam ini.”

PM Inggris Theresa May [Screenshot]

Salman dan kakaknya Ismail biasa shalat di Masjid Didsbury, tempat dimana  ayah mereka  dikenal dengan Abu Ismail, dianggap sebagai orang terpandang di komunitas Libya ini. Dia adalah muadzin masjid itu. Suara adzan-nya merdu sekali. Anak-anaknya dia ajari membaca Alquran dari hati.

“Abu Ismail pasti hancur hatinya. Dia sangat menentang ideologi jihadi, dan menurut dia ISIS bukan jihad, melainkan kriminal. Keluarga ini pasti terpukul sekali,” kata si warga komunitas Libya di Manchester itu. Abu Ismail Abedi yang bekerja di Manchester berasal dari Tripoli. Dari istrinya, Samia, dia masih memilik seorang anak lelaki lagi bernama Hashem dan seorang anak perempuan, Jomana.

“Tidak mungkin (Salman Abedi] teradikalisasi di Tripoli. Pasti itu terjadi di sini (Manchester). Pasti ada orang yang mempengaruhinya,” kata  warga komunitas Libya itu seperti dikutip The Guardian. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version