Entertainment

Lukisan Batik Raksasa dengan Tema Zodiac

Published

on

MALANG, JAYAKARTA NEWS – Indonesia memiliki 1.728 warisan budaya takbenda (WBTb) yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Batik salah satu WBTb Indonesia dari 12 lainnya yang telah diakui UNESCO sejak 2 Oktober 2009.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud, kata batik juga berasal dari bahasa Jawa yaitu tritik, kata batik berasal dari gabungan dari dua kata yaitu amba yang maknanya adalah menulis serta titik yang maknanya adalah titik.

Secara historis, batik berasal dari zaman nenek moyang dan dikenal sejak abad ke 17. Pada saat itu, motif dari batik didominasi oleh bentuk binatang serta tanaman. Akan tetapi, kemudian motif batik pun berkembang dan beralih pada motif-motif yang menyerupai awan maupun relief candi.

Batik sebagai khasanah seni rupa dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu pilihan teknik menghasilkan karya-karya seni kontemporer. Jika selama ini dikenal dengan batik pakem merujuk pada batik Solo, Yogyakarta, Cirebon, maupun batik yang memiliki sejarah dengan sebuah kerajaan di nusantara serta batik pesisiran yang menyebar di sepanjang pesisir pantai di Indonesia tanpa pakem-pakem tertentu, saat ini batik berkembang menjadi salah satu karya seni rupa kontemporer dengan membebaskan dari pakem-pakem tertentu.

Bambang Sarasno adalah salah satu seniman yang mengekspresikan karya seninya menggunakan teknik batik. Seniman kelahiran Malang tahun 1957 ini tidak pernah mengenyam pendidikan seni secara formal atau akademis. Awal ketertarikannya pada seni ketika waku kecil (SD) sering menemani dan melihat kakaknya menggambar wayang kulit.

Sejak saat itulah mulai timbul kecintaannya pada seni. Awalnya lebih senang seni kriya. Sekitar tahun 1974, awal-awal masa SMA, mulai belajar seni lukis, dan beruntung diperkenalkan dengan para seniman khususnya perupa yang bergabung dalam Sanggar Senirupa Arti, yang hampir keseluruhannya mahasiswa dan dosen IKIP Malang (sekarang UM) jurusan senirupa.

Disitulah Sarasno juga diperkenalkan dan diajari melukis dengan Teknik Batik. Ia menemukan suatu tantangan tersendiri yang sangat menarik, karena berbeda sekali dengan teknik melukis yang biasanya dengan cat minyak, cat air. Bermula dari situ, mulai mencoba mengekspresikan kreasi seni dengan tenik batik.

“Saat itu di sekolah SMAK St. Maria Malang, ingin mengadakan suatu acara, dan saya coba berkontribusi dengan pameran lukisan menggunakan teknik batik dan juga mengaplikasikan dalam ornamen pakaian untuk acara Fashion Show sekitar tahun 1977. Dalam perjalanannya berproses, saya makin mencintai teknik batik ini untuk mengekspresikan kreasi-kreasi saya. Saya makin merasakan membatik bukanlah sekadar ekspresi seni semata tetapi juga logika, perhitungan-perhitungan dan lain-lain. Dalam pemikiran saya, membuat karya batik itu seperti menggambar apa yang tidak digambar. Sehingga tanpa sadar, telah banyak mempengaruhi sikap dan pola pikir saya.” Ucapnya.

Lebih lanjut Sarasno menjelaskan ketidak sempurnaannya dalam seni batik baginya menjadi sebuah kekuatan tersendiri dari sebuah karya seni. Dari situ pula mulai senang berpikir “out of the box”, baik dalam berkreasi maupun dalam problem-problem solving.

Proses olah rasa, karsa dan karyanya sangat menarik, bahkan tidak hanya dalam berproses tapi juga sangat menarik untuk ditonton. Hal-hal kecil, dan kelihatannya sederhana remeh ternyata bisa menjadi sesuatu yang menarik. Ini semua dapat dirasakan dari pengalaman-pengalaman yang dialami selama berproses atau berkreasi.

Misalnya proses nyelup (pewarnaan), menjemur kain yang sudah jadi telah menginspirasinya untuk membuat sebuat kreasi dalam bentuk “Performing Arts”. Antara lain, “Dress Painting” dengan teknik batik, “Multi Media Performing Arts” (antar disiplin seni). Kreasi-kreasi tersebut yang sudah sempat disajikan antara lain, Dress Painting, Pentas Multi Media tahun 1981, Pentas Metamorphosa Batik Performing Arts tahun 2012 dan 2013.

Mulai awal tahun 2015, Sarasno mencoba berekprsei membuat kreasi dengan teknik batik berupa lukisan-lukisan bertema Zodiac dan dengan ukuran yang cukup besar (2.5 m x 3 m). Ide ini muncul kala melihat fenomena-fenomena yang ada saat itu, dimana banyak orang, utamanya anak-anak muda yang senang membuat foto “selfie”.

“Saya menjadi lebih terdorong untuk membuat anak-anak muda lebih mengenal seni batik dengan cara yang menyenangkan ala mereka. Saya juga mempunyai keinginan nantinya bahwa kreasi-kreasi ini juga bisa disajikan sebagai salah satu elemen “Multi Media Performing Art” atau seni pertunjukkan yang mengangkat teknik batik sebagi pemeran atau tokoh utamanya.” Ucap Sarasno menutup ceritanya. (Heri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version