Kabar

Kejahatan Pemilu (2)

Published

on

BERIKUT adalah bagian kedua tulisan wawancara jayakartanews.com dengan Ir. Andrari Grahitandaru, MSc, Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Masih berbicara tentang penelusuran pelaksanaan Pemilu.

Ada contoh kasusnya dan di desa mana penyalahgunaan hak pilih ini terjadi?

Saya tidak bisa menyebutkan di desa mana. Tapi ini sungguh terjadi. Contoh, ada satu rumah yang mendapatkan empat surat pemberitahuan. Dua orang anggota keluarga di rumah itu sedang bekerja di Jakarta. Lalu, dipakailah hak pilih itu oleh keponakannya. Itu kejahatan pemilih. Atau, panitianya tidak memberikan surat pemberitahuan itu karena dia tahu dua orang ini sedang ada di Jakarta. Dia  nggak kasih surat pemberitahuan itu tapi dia pakai.

Artinya, panitia mengambil hak pilih dua orang itu?

Iya. Haknya diambil. Nah, salah satu Pemilu yang menjadi tidak berkualitas itu ketika pemilihnya nggak sah. Pemilihnya nggak valid. Itu juga mencederai Pemilu, mencederai demokrasi. Bukan hanya masalah salah hitung, penambahan atau penggelembungan surat suara, tapi penyalahgunaan hak pilih itu menjadikan Pemilu kita tidak jujur.

Itu basic banget ya?

Basic! Basic banget. Dan justru sanksi di dalam Undang Undang Pilkada itu adalah bagi orang yang menggunakan hak pilih orang lain atau menyalah-gunakan hak pilih, hukumannya tiga tahun atau denda sebesar Rp72 juta. Itu bagi pemilih.

Sanksi hukum bagi penyelenggara Pemilu bagaimana?

Ada. Bagi penyelenggaranya sendiri itu hukumannya satu sepertiganya dari sanksi hukum pemilih. Lebih berat. Sanksi-sanksi itu jelas tertera di dalam Undang Undang. Lalu apa buktinya? Bukti di lapangan itu apa? Itulah yang kami kerjakan. Kami bisa membuktikannya.

Apalagi kejahatan pelaksanaan Pemilu kita?

Selain penyalahgunaan hak pilih, yang lebih kejam lagi adalah proses membuat DPT. Daftar Pemilih Tetap. Proses membuat DPT itu lebih kejam lagi.

Bagaimana itu terjadi?

Prosesnya itu bermula dari Daftar Pemilih Potensial Pemilu (DP4). Daftar itu yang mengeluarkan  Dukcapil. Daftar ini kemudian digabungkan dengan data terakhir Pilkada. Dua data ini kemudian dilakukan coklit (pencocokan dan penelitian) di lapangan secara door to door. Door to door lho mbak (tertawa). Jadi betapa mahalnya proses membuat DPT itu. Dan, petugas Pantarlih tadi, tugasnya detil. Ketika dia mendatangi tiap rumah, yang dilakukan itu apa? Jelaas. Kalau orang itu meninggal, maka keluarganya disodori formulir, terus dia tanda-tangan. Sah dong. Karena keluarganya. Kalau dia pindah, ada lagi form pindah. Tanda tangan. Dan, ini artinya proses pengakurasian data penduduk. (bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version