Entertainment

Diskusi Musik Melayu dan Keroncong Berlangsung Hangat dan Meriah

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Musik Melayu adalah jenis musik tradisional Indonesia yang berawal dan berkembang di pantai timur Sumatera (populer disebut Melayu Deli/Melayu Riau), Kalimantan dan Semenanjung Malaya (kini Malaysia). Kala itu, sekitar tahun 50an dan 60an, muncul dan meroket nama-nama pencipta lagu dan biduan/biduanita musik Melayu yang sangat populer, seperti Husein Bawafie, Said Effendy, Amir Hamzah, Munif Bahasuan, Alwi dan Oslan Husein, Ellya Khadam, Djuhana Sattar, OM Kelana Ria dan masih banyak lagi.

“Saat itu, musik Melayu berkembang sangat pesat. Orkes Melayu enggak hanya berdiri di kota-kota besar, tapi juga sampai Kecamatan dan Kawedanan,” lontar Fitri Carlina (yang melejit lewat lagu ‘SMS’ dan ‘ABG Tua’), penyanyi dangdut asal Banyuwangi dalam diskusi musik Melayu dan Keroncong dalam globalisasi industri musik dunia yang bertema ‘Spirit Musik Indonesia’ yang dihelat di Hotel Sultan, Jakarta, baru-baru ini.

Dikatakannya, pemerintah kala itu ikut turun tangan membantu perkembangan musik berciri Indonesia yang berkepribadian nasional dan berdiri diatas kaki sendiri (berdikari). Studio dan perusahaan rekaman seperti Lokananta dan Irama hampir setiap minggu merilis piringan hitam (long play) dari semua genre musik : populer (pop), keroncong dan musik Melayu. Bahkan, seorang musikus keroncong bernama R Maladi diangkat oleh Presiden pertama RI, Bung Karno menjadi Menteri Penerangan dan Menteri Pemuda/Olahraga.

Senada pendapat Ato, vokalis band Angkasa bahwa musik Melayu adalah cikal bakal musik dang dut yang bercirikan irama Hindustan (India).

Fitri Carlina

“Sedangkan musik Melayu lebih condong ke unsur dan beat Timur Tengah. Ada irama gambus, dan kini dikenal dang dut koplo yang merambah pantura,” papar Ato yang menambahkan, peran dan sepak terjang Rhoma Irama sebagai tokoh pembaru musik Melayu yang dikolaborasi dengan musik rock. Terakhir, Rhoma Irama mendirikan organisasi PAMMI yaitu Persatuan Artis Musik Melayu Dang dut Indonesia, wadah berhimpunnya artis-artis dang dut Indonesia.
Dipandu Ote Abadi (eks vokalis Leo Kristi dan terakhir membantu band The Mercys), diskusi berlangsung meriah, renyah dan hangat.

Pada sesi kedua, digebrak diskusi musik keroncong yang diisi Liliek Jasqee dan Leonard Nyoo Kristianto (produser JK Record).

Tak kalah seru, dua sosok muda ini juga tangkas melontarkan ihwal perkembangan musik keroncong di tanah air. Diakui, jenis musik satu ini dibawa oleh orang-orang Mestizos, pelaut dan budak kapal niaga dari Portugis pada abad 16 ke Nusantara.

Para pelaut Mestizos ini kemudian mendarat di kawasan Toegoe, Betawi dan menikah dengan dara-dara lokal. Untuk menghibur diri melepas kesepian, mereka memainkan gitar, ukelele (cuk), dawai, suling, biola dan bas betot. Irama yang mereka mainkan
bersumber pada aliran ‘fado’ dari Portugis, berciri pada ukuran birama 4/4.

“Keroncong adalah musik rakyat dan musik tradisional Indonesia. Karena kala itu belum ada label rekaman, musisi peranakan Indo Eropa di Toegoe ini kerap mengisi tempat-tempat pertunjukan seperti toneel (sandiwara) dan panggung-panggung rakyat,” urai Leonard Nyoo Kristianto.

Ihwal istilah keroncong disebut Leonard karena irama yang mereka mainkan menghasilkan bunyi ‘krong krong’ dan ‘crong crong’.

Acara yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Video (AJV) yang difasilitasi oleh Nagaswara dan snack Orang Tua (OT) ini digelar guna menyongsong Hari Musik Nasional (HMN) yang jatuh 9 Maret 2023 mendatang.

“Pada hari H itulah, inshaa Allah, kami akan mengadakan lagi acara diskusi dan pergelaran musik yang lebih spektakuler,” janji Fauzi Zuhri alias Didi, penggagas dan Ketua Pelaksana HMN AJV, optimistis. (pik)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version