Feature

Dengan Sagu, Kemiskinan Pasti Berlalu

Published

on

SENTANI, JAYAKARTA NEWS – Kalimat sederhananya adalah, “habis banjir, terbitlah pabrik”. Sebuah gagasan solutif dari Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2019 – 2021, yang saat ini menjabat Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-Angkatan Darat (PPAD).

“Hari ini saya hadir ke pabrik sagu Sentani atas nama pribadi. Sebagai mantan Kepala BNPB. Alhamdulillah, bangunan sudah selesai dan mesin pun sudah siap beroperasi,” ujar Doni Monardo, Jumat (3/2/2023) di lokasi pabrik sagu Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

Doni lalu mengilas balik waktu, ke tanggal 16 Maret 2019, saat musibah banjir bandang menghantam Sentani. Bencana itu menewaskan 105 orang dan mengakibatkan 4.000 orang mengungsi. Sebagai Kepala BNPB, Doni Monardo hadir.

Kehadirannya sekaligus mengajak para peneliti melakukan kajian tentang faktor penyebab banjir. Diketahuilah, salah satu penyebab adalah masifnya alih fungsi lahan di pegunungan Cylops. Banyak pembukaan lahan hutan untuk dijadikan perkebunan dan pertanian.

“Akibatnya, fungsi resapan air tidak lagi maksimal. Ketika hujan turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu lama, terjadilah banjir bandang. Penduduk yang sedang lelap tidur, tidak menyadari datangnya musibah,” kenang Doni.

Di lokasi bencana Doni menyaksikan banyak pohon tumbang yang akarnya sudah tidak ada. Sebagian ia melihat kayu potongan. “Terjangan banjir bandang disertai material kayu itulah yang memperparah tingkat kerusakan pada bangunan rumah warga,” ujar mantan Dan Kopassus itu.

Doni Monardo didampingi Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa (kiri), dan Danrem 172/PWY, Brigjen TNI J.O. Sembiring (kanan). (foto: Pendam XVII/Cendrawasih)

Sagu untuk Maju

Ada bentang waktu hampir empat tahun, sejak peristiwa banjir bandang Sentani 16 Maret 2019 hingga kedatangan Doni Monardo di pabrik sagu Sentani, 2 Februari 2023.

Dalam kunjungan itu, Doni mengajak serta Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa, Danrem 172/PWY, Brigjen TNI J.O. Sembiring dan jajaran, ketua adat (ondofolo) Kampung Sereh Sentani, Yanto Eluay, peneliti sagu Universitas Cendrawasih Papua, I Made Budi, Ketua FKUB Kabupaten Jayapura, Pdt Alberth Joku, perwakilan Pemkab Jayapura, dan lain-lain.

“Sebelumnya saya juga berkunjung ke Sentani. Tepatnya Juli 2020, tetapi waktu itu pabriknya belum jadi, karena berbagai kendala, di antaranya pandemi Covid-19,” ujar Doni Monardo.

Benar. Di tahun 2020 tercatat Doni sebagai Kepala BNPB melakukan kunjungan kerja “marathon” sejak tanggal 5 hingga 8 Juli 2020. Rutenya: Jakarta – Surabaya – Ambon – Ternate – Manokwari – Jayapura – Merauke – Jakarta (transit Makassar).

Saat itu, turut dalam rombongan antara lain Menko PMK Muhadjir Effendy, Menkes Terawan Agus Putranto, serta sejumlah pejabat dan staf kementerian/lembaga lain. Termasuk 7 anggota DPR RI dari komisi 8 dan 9, di antaranya Ace Hasan Syadzily (Golkar) Wakil Ketua Komisi 8, Aliya Mustika Ilham (Partai Demokrat), Melkiades Laka Lena (Golkar) Wakil Ketua Komisi 9, dan lain-lain.

Dalam rangkaian kunjungan tersebut, Doni tidak saja melihat langsung penanganan covid-19, tetapi juga menyerahkan berbagai bantuan. Khusus di Sentani, kembali Doni mengunjungi bekas lokasi banjir. Di sini, Doni membagikan bantuan berupa mesin pengolah sagu portable karya Dr I Made Budi (Uncen), serta alat pengasap ikan tuna.

Bantuan mesin pengolah sagu portable tadi, menjadi sangat berarti. Selain memudahkan rakyat Sentani mengolah sagu, sekaligus menjadi semacam “trial” menyongsong hadirnya pabrik sagu yang tengah dibangun di Kampung Sereh.

Foto kenangan kunjungan Doni Monardo ke Sentani, 2020. tampak Doni Monardo mempersilakan Menko PMK, Muhadjir Effendy dan Anggota DPR RI, Ace Hasan Syadzily mencicipi tuna asap. (foto: BNPB)

Alkisah, tanggal 2 Februari 2023, setiba di lokasi, Doni tak kuasa menyembunyikan rasa takjub melihat bangunan yang begitu besar. Lebih terkesima ketika melihat mesin pengolah sagu modern yang sudah terpasang dengan baik.

Doni langsung berjalan kaki keluar, menuju arah belakang pabrik. Tampak hamparan pohon sagu di bibir Danau Sentani. “Daripada membalak hutan yang bisa mengakibatkan malapetaka, lebih baik menekuni sagu. Dengan sagu kitorang pasti maju,” tegas Doni Monardo mantap.

Ia juga menyitir pernyataan Presiden dan Menteri Pertanian yang terus mendorong pengembangan potensi pangan selain beras. Sagu, adalah solusi pangan yang menjanjikaan untuk saat ini dan masa depan.

“Di sekeliling kita saja, ada 100 hektare tanaman sagu. Setiap batang sagu bisa menghasilkan ratusan kilogram tepung sagu yang nilainya mahal,” tambahnya.

Terlebih, Papua identik dengan sagu. Dari total populasi sagu yang berjumlah 5 juta hektare di seluruh Indonesia, sebagian besar tumbuh di bumi Papua. Sagu adalah bahan pangan masa depan.

Dari sisi kesehatan, sagu lebih baik dari beras. Memakan nasi, bisa mengakibatkan kenaikan indeks glukosa (gula) darah 100 persen. Sedangkan kalau mengonsumsi sagu (papeda), hanya 21 persen. Tak heran jika saat ini banyak warga negara Cina, Korea, dan Jepang beralih dari beras ke sagu.

Foto bersama di dalam gudang pabrik sagu Sentani. “Sagu Papua Indonesia Solusi Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan”. (foto: Pendam XVII/Cendrawasih).

Ada Uang di Dusun Sagu

Dalam kesempatan itu, ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay sebagai penghibah lahan berharap kehadiran pabrik sagu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.

“Saya berterima kasih kepada pemerintah pusat melalui BNPB, sewaktu pak Doni Monardo menjadi Kepala. Dengan hadirnya pabrik sagu ini, para pemuda jangan lagi luntang-lantung ke kota tanpa pekerjaan. Mereka bisa lebih produktif dengan mengolah sagu. Pabrik ini siap menampung,” kata Yanto.

Menurut Yanto, sejak pabrik itu dibangun akhir tahun 2019, sudah banyak warga yang bertanya kapan bisa setor sagu. “Saya yakin, kehadiran pabrik ini bisa mengembalikan masyarakat ke dusun sagu. Di dusun sagu ada uang,” ujar putra mendiang Theys Eluay itu.

Binter Kodam

Sementara itu, Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa tak kalah antusias menyambut hadirnya pabrik sagu Sentani. “Kodam bertanggung jawab melakukan pembinaan terotirial, salah satunya melalui aspek ketahanan pangan. Karena itu, kami siap mendukung program sagu di Papua,” ujar panglima asal Ternate, Maluku Utara itu.

Bentuk kongkrit kesiapan Kodam Cendrawasih adalah pengerahan alat-alat berat jika dibutuhkan untuk kepentingan produksi (panen), pembukaan lahan, dan sebagainya. Kegiatan itu bisa dikerjakan Zidam (Zeni Kodam) Cendrawasih. “Di samping dukungan lain, demi beroperasinya pabrik sagu yang sudah sangat dinanti masyarakat ini,” tambah lulusan Akmil 1991 itu.

Pangdam Saleh yakin, kehadiran pabrik sagu Sentani bisa menjadi solusi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping, tentu saja, program penghijauan atau reforestasi pegunungan Cyplops.

Ke depan, pabrik sagu yang telah dihibahkan BNPB kepada BPBD (Pemerintah Daerah) Kabupaten Jayapura, bisa segera dioperasikan. Mengutip pernyataan Doni Monardo sebelumnya, Pangdam akan mendukung terciptanya kolaborasi, baik dari unsur pemerintah, pengusaha, masyarakat, akademisi, dan media demi beroperasinya pabrik pengolah sagu Sentani.

Foto kenangan Halim (berbatik) saat awal pembangunan pabrik sagu Sentani. Ia harus memapras bukit batu sebelum didirikan pabrik. (ist)

Duet Jarwansyah – Halim

Tidak lengkap bicara pabrik sagu Sentani tanpa menguak “jalan terjal dan berliku” proses pembangunannya. Selain Doni Monardo sebagai penggagas dan pengambil keputusan, setidaknya ada dua nama lain yang patut disebut namanya dengan takzim.

Yang pertama adalah Jarwansyah. Saat gagasan itu mulai diwujudkan akhir 2019, ia menjabat Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat, BNPB. Terhitung mulai tanggal 10 Juni 2021, Jarwansyah promosi menjadi Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) BNPB, dan menjadi orang Aceh Tenggara pertama yang mencapai level eselon satu di pemerintah pusat.

Nama kedua adalah Halim Kasdi. Dia adalah pengusaha swasta yang merupakan sahabat Doni Monardo. Ada satu masa yang mengharuskan Halim meninggalkan rutinitas bisnisnya dan menghabiskan waktu 40 hari di Sentani. Ia menunggu dan mengawasi langsung proses pembangunan pabrik.

Ia mengisahkan, setelah selesai kajian, disusul penyediaan lahan oleh pihak Yanto Eluay, lalu pemerintah pusat melalui BNPB mengalokasikan dana. Tahap selanjutnya berkoordinasi dengan Halim selaku pelaksana pembangunan, dan dimulailah proses pekerjaan selanjutnya.

Alokasi dana pusat (melalui BNPB) nilainya kurang lebih Rp 16,5 miliar. Dana itu merupakan dana CSR swasta yang dihimpun BNPB, dan tercatat dalam APBN.

Halim sebagai pelaksana pekerjaan langsung bergerak. “Lokasi pabrik itu dulunya bukit. Jadi kami harus melakukan land clearing terlebih dulu. Untuk mesin, kami beli mesin terbaru dari China disertai kontrak pendampingan tenaga ahli langsung dari pabrikan,” ujar Halim, saat dihubungi di tempat terpisah.

Ia pun masih ingat, saat ditunjuk melaksanakan pembangunan pabrik sagu tahun 2019. Kalimat pertama yang Halim ucapkan kepada Doni Monardo adalah, “Saya berjanji tidak akan mengecewakan Bapak.”

Problem ketika itu adalah, tidak ada mesin pengolah sagu yang modern di Papua. Hal itu mengakibatkan produk yang dihasilkan masyararkat tidak standar. Sementara, potensi sagu Papua sangat melimpah. “Saat itu muncul ide pak Doni, bagaimana menghadirkan pabrik sagu modern dengan biaya murah agar Papua bisa eksis sebagai penghasil produk sagu yang berkualitas,” tambah Halim.

Di tanah berbukit tepi Danau Sentani, kini telah berdiri megah pabrik pengolah sagu tercanggih di Papua. (ist)

Halim bersama orang tua dan saudara pun melakukan “hunting” mesin ke China, sehingga beroleh mesin terbaik dengan harga relatif murah. Berikutnya Halim menemui Yanto Eluay untuk mengurus hibah lahan seluas 2 hektare.

“Lokasi itu sangat bagus, karena dekat dengan sumber air Danau Sentani. Pabrik sagu yang baik tidak boleh jauh dari sumber air untuk mencuci dan merendam,” tegas Halim. Karena pentingnya faktor air, sehingga komposisi bangunan pabrik pun dibuat proporsional. Masing-masing 1.000 meter persegi untuk instalasi mesin, dan 1.000 meter persegi untuk bak penampungan atau pengendapan.

Saat hendak merangkai mesin, timbul masalah. Tenaga ahli dari pabrikan China menolak datang dengan alasan Covid-19. Ditambah keengganan harus dikarantina dua minggu bagi yang baru datang dari luar negeri. “Kami sempat berselisih paham. Bahkan saya sempat mengatakan, kalau tidak berani datang, jangan-jangan karena mesin itu jelek. Eh… dia marah. Katanya, mesinnya adalah yang tercanggih. Masalahnya adalah, kalau mereka datang lalu terpapar Covid-19 dan meninggal, bagaimana?” kenang Halim.

Karena tidak ada titik temu, akhirnya Halim mencari dan mendatangkan pakar mesin sagu dari pabrikan lain yang bisa merangkai mesin tersebut. “Lagi-lagi kembali mengakibatkan over budget,” tambah Halim sambil tertawa.

Pendek kalimat, pekerjaan pun selesai. Pabrik diresmikan oleh Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, Kamis 9 September 2021. “Secara hitungan waktu memang mundur dari rencana. Tapi semua faktor penyebab keterlambatan saya laporkan kepada pak Jarwansyah. Lengkap. Dari masalah teknis sampai non teknis,” tambahnya.

Halim pun berbangga, ikut terlibat menghadirkan pabrik sagu terbaik di tanah Papua. “Semua kami bikin terbaik. Bangunan sangat kuat, mulai dari dinding sampai lantai beton. Boleh diuji. Saya tidak peduli kalau toh harus nombok, karena memang over budget. Saya harus bikin yang terbaik, sesuai janji saya ke pak Doni,” ujar Halim pula. (roso daras)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version