Feature

Ciledug Bukan Cilincing

Published

on

JAKARTA terus berbenah. Terdengar kabar, Juni tahun ini sebuah jalan layang (nontol) khusus untuk melajunya TransJakarta sudah bisa dirasakan masyarakat Jakarta. Jalan layang itu terbentang sepanjang 9,4 kilometer dari Mampang hingga Ciledug. Memiliki 12 halte dengan perkiraan waktu tempuh 30 menit serta waktu tunggu 10 menit.

Jalan layang yang menelan anggaran Rp2,5 triliun ini akan dilintasi 100 armada bus Transjakarta berukuran tunggal. Menurut rencana jalan yang akan menjadi koridor 13 ini akan diresmikan penggunaannya saat hari jadi DKI Jakarta pada 22 Juni mendatang.

Sayangnya, Jakarta bukan hanya Mampang dan Ciledug. Ada Cilincing di Jakarta Utara yang perkembangan ke depannya tak sebaik wilayah lain. Pasalnya, Cilincing atau sebagian besar wilayah di Jakarta Utara pada 2050 terancam tenggelam. Lokasi Cilincing yang di pinggir laut diketahui  rawan penurunan permukaan tanah yang mencapai 7-17 centimeter per tahun.

Cilincing tak seindah wilayah lain di Jakarta Utara yang memiliki penduduk kelas menengah ke atas. Potret Cilincing tak berbeda dengan kampung nelayan yang kumuh di daerah lain. Hampir seluruh aktivitas ekonomi warga Cilincing terkait dengan laut. Mulai dari nelayan, pengumpul besi bekas sampai pemulung semuanya menggantungkan hidup pada laut.

Laut menjadi rumah kedua, sekaligus sumber penghidupan, sehingga laut menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi warga Cilincing. Perkampungan nelayan di sini juga hanya mampu menampakkan kekumuhan dan kehidupan yang keras.

Mereka yang bukan nelayan berpenghasilan dari membuka warung di pinggir jalan. Warung-warung itu menjadi tempat bagi nelayan melanjutkan hidup untuk berutang saat tidak melaut. Sebagian warganya juga menjadi buruh, pembantu rumah tangga atau pengupas kulit kerang.

Posisi Cilincing yang berdekatan dengan laut membuat warganya kesulitan air bersih. Dari semua permasalahan itu bisa dibayangkan bagaimana masa depan sekitar 4,5 juta penduduk di wilayah pesisir Jakarta. Jika kurang penangangan yang tepat maka bisa jadi Cilincing tinggal nama karena sudah terendam air laut.

Pembangunan infrastruktur hampir tak tampak seperti halnya pembangunan jalan nontol koridor 13. Kalaupun ada pembangunan industri yang tak menyentuh penduduk nelayan. Nelayan tetap dibiarkan dengan perahu motor seadanya. Tempat bersandar perahunya juga belum teratur. Ladang mencari ikannya juga semakin jauh. Sementara hasil yang didapat belum tentu sesuai harapan. Cilincing memang bukan Ciledug. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version