Ekonomi & Bisnis

Aroma Tionghoa di Asemka

Published

on

SEPERTI pasar tradisional di Jakarta kebanyakan, tempat ini terlihat kotor dan semrawut. Banyak penjual menggelar dagangan di lorong-lorong, pinggir jalan, dan tempat lain yang bukan peruntukannya. Itulah pandangan awal Pasar Pagi Asemka.

Sementara di area luar, tidak kalah ribetnya. Jalan macet, hiruk pikuk pengunjung, kendaraan umum parkir sembarangan, bisa bikin kepala migrain. Pedagang non-kios, banyak yang berjualan di area pedestrian bahkan area pinggir jalan. Suasana itu berlangsung ajeg sejak pasar buka pagi hari, hingga tutup jam enam sore.

Pasar Pagi Asemka, dahulu itu…

Namun, di balik kesemrawutan dari kawasan tempat ini, kita bisa termanjakan oleh suasana kental budaya Tionghoa yang masih sangat terasa. Rata-rata pedagang toko di sana adalah keturunan Tionghoa. Terlebih menjelang Imlek, banyak para pemilik toko menjual aneka hiasan, makanan ringan dan berat, baju yang mengandung unsur Tionghoa, seperti angpao, kue bulan, baju cina, lilin, lampu dan masih banyak lagi lainnya.

Belum lagi aroma wewangian hio dan bakaran-bakaran dari setiap toko yang ada, semakin membuat Anda serasa berada di kuil pemujaan. Ya, sebuah kawasan yang tak Anda temui jika Anda bermukim di pinggiran Jakarta.

Jika melihat sejarahnya, Pasar Pagi Asemka ini memang sudah ada sejak dulu. Awalnya, pada era penjajahan Belanda, Asemka merupakan bagian dari kawasan pecinan di Batavia. Awalnya komunitas Tionghoa di Asemka menempati wilayah Kali Besar saja, lalu berkembangnya zaman membuat gelombang masyarakat Tionghoa terus bertambah secara bertahap dan menyebar. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version