Connect with us

Global

Tunisia Terus Tertatih-tatih Setelah Memicu Musim Panas Arab 2011 lalu

Published

on

Ribuan pemuda Tunisia mencari kerja sampai ke Eropa dan tempat lain. Dan situasi ekonomi, yang buruk, jadi topik utama masyarakat dan politisi di negeri, yang memicu Musim Panas Arab ini.

Negeri 11 juta manusia ini juga mengalami masalah terorisme. Salah satu teroris Anis Amri melakukan serangan di Berlin, Desember tahun lalu, yang menyebabkan 12 orang meninggal dan 70 cedera. Meski kelihatannya berbeda jauh, tapi isu teoris dan ekonomi tampaknya lebih dekat dari yang dibayangkan.

Ketika Kanselir Jerman Angela Merkel, Maret lalu, mengunjungi negeri ini, dia menandatangani persetujuan yang menetapkan prosedur cepat bagi warga asal Tunisia, yang tinggal di Jerman, untuk kembali ke negerinya. Dan juga bisa cepat kembali ke Jerman untuk bekerja. “Kami akan mempercepat proses kepulangan (kembali bekerja di Jerman). Tapi juga kami akan membantu orang untuk kembali (ke Tunisia), “ janjinya.

Merkel bersama dengan Menteri Pembangunan Jerman Gerd Muller membuka pusat konsultasi migran di Tunis. Pusat ini akan memberi konsultasi kepada warga Tunisia yang ingin bekerja di Jerman dan juga bagi mereka yang ingin pulan ke Tunisia secara sukarela. Pusat konsultasi ini juga diharapkan jadi tempat calon tenaga kerja memperoleh pekerjaan di Tunisia.

Namun, kendati telah memberi konsultasi kepada 2.000 orang disepanjang tahun 2017, hanya sekitar 600 orang saja yang memperoleh manfaat dari pusat konsultasi ini. Bahkan nasehat terbaikpun kurang berguna karena sukar sekali memperoleh pekerjaan di Tunisia. Tingkat penggangguran masih tinggi — pemerintah menyebutkan sekitar 15 persen. Ditambah situasi keuangan dan ekonomi juga makin memburuk.

Sepanjang tahun ini, nilai Dinar Tunisia telah turun sampai 25% terhadap Euro, cadangan devisa sudah turun sampai titik terendah dalam sejarah negeri itu, neraca perdagangan begitu buruknya hingga bank-bank tidak diijinkan untuk memberi kredit impor produk kecuali dikategorikan sebagai sangat dibutuhkan.

Saat ini, Tunisia sangat bergantung pada bantuan dana dari International Monetary Fund (IMF) untuk membiayai birokrasi, yang memakan lebih dari setengah anggaran pemerintah. Mulai 2016 dan 2018 bantuan keuangan IMF sudah mencapai sekitar 1 miliar dolar dan bantuan ini dikaitkan dengan restrukturisasi sektor keuangan secar besar-besaran.

Setelah tujuh tahun, slogan “pekerjaan, kemerdekaan, dan kehormatan” berkumandang, banyak orang muda merasa, diluar kemerndekaan menyatakan pendapat, mereka mendapat hanya sedikit dari revolusi tersebut.

Sampai sekarang, warga Tunisia masih menunggu terbentuknya Makaman Konstitusi, kendati menurut konstitusi baru seharusnya makamah sudah bekerja sejak 2015 lalu. Mereka juga masih terus menunggu pemilihan kepala daerah, yang jadi tonggak utama desentralisasi negeri itu dan jadi bagian penting dari konstitusi baru.

Pemilihan kepala daerah beberapa kali diummkan dan beberapa kali juga diundur, sekarang ini dijadualkan bulan Mei 2018 nanti. Sejumlah pengamat mencurigai alasan penundaan sebenarnya adalah banyak partai pemerintah belum siap menyambut pilkada ini dan kuatir akan dihukum oleh pemilih yang belum memperoleh manfaat revolusi tujuh tahun lalu.

Sumber berita: Deutsche Welle (www.dw.com)

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *