Connect with us

Feature

Trembesi di Singapura, Trembesi di Lombok

Published

on

Catatan Egy Massadiah

Jalan menuju bandara Changi, Singapura. (ist)

JAYAKARTA NEWS – Berkali-kali bandara Changi Singapura menyabet predikat sebagai bandara terbaik tingkat dunia. Bukan tidak mungkin, bandara Praya di Lombok akan mengikuti jejak Changi. Dalam satu hal, setidaknya kedua bandara itu sudah memiliki kesamaan. Ada deretan pohon trembesi yang menghijaukan dua bandara tersebut.

Ternyata, kata kunci keindahan Changi Airport salah satunya terletak pada aspek penghijauan yang luar biasa sukses. Tak pelak, bandara di negara pulau itu pun menjadi ikon dunia. Warga dunia yang pernah ke Singapura, meng-amin-i fakta tersebut.

Bicara penghijauan di Indonesia, bisa muncul banyak tokoh sebagai aktivis atau pegiat. Salah satunya, harus menyebut nama Doni Monardo, seorang perwira tinggi, jenderal bintang tiga yang kini menjabat Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jauh sebelum ia ditunjuk Presiden Joko Widodo mengepalai BNPB, Doni adalah tentara yang gandrung akan penghijauan serta isu-isu lingkungan hidup. Fakta ini bisa di-trace melalui media online dan kliping-kliping koran masa silam.

Sekadar mengilas balik, kita menuju ke tahun 2010 – 2011, saat Doni berpangkat kolonel dan menjabat Danrem Surya Kencana, Bogor. Suatu hari, telepon seluler berbunyi. Di seberang sana, berbicara Kolonel Laut Amarulla Octavian, yang saat itu menjabat ajudan Presiden RI (kini Dan Sesko AL berpangkat laksamana muda).

Inti pembicaraan, sang ajudan diarahkan Presiden SBY, untuk menghbungi Kolonel Doni dan menanyakan, apakah masih punya stock bibit pohon trembesi. Singkat cerita,10.000 bibit pohon trembesi rata-rata setinggi 1 meter Doni siapkan. Dari lokasi pembibitan kemudian diangkut ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bibit-bibit trembesi itu pun ditanam di kiri-kanan jalan sepanjang 30-an kilometer mulai dari mulut Bandara Praya Lombok.

Paguyuban Budiasi

Kenapa trembesi? Pohon ini termasuk sakti karena terbukti memiliki manfaat hebat untuk lingkungan. Trembesi dipercaya ampuh menurunkan dampak pemanasan global yang mengancam bumi. Di Indonesia trembesi juga dikenal dengn sebutan pohon hujan. Orang Sunda memanggilnya Kihujan. Adapun nama ilmiahnya Samanea saman atau Albizia saman.

Lalu kenapa Doni Monardo Danrem Bogor yang dihubungi sementara lokasi tanamnya bukan di wilayahnya? Tak heran. Sebab, sejak masih berpangkat letnan dua Doni memang dikenal pakar dan pecinta pohon dan sudah banyak melakukan aksi nyata penghijauan. Salah satu buktinya merindangkan kawasan Grup 1 Kopassus Serang dengan pohon palem sekitar tahun 1998 dan Brigif Kariango Makassar tahun 2008.

Dalam perjalanan berikutnya Doni aktif bersama Paguyuban Budiasi yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan melalui pemberdayaan pembibitan pohon. Setidaknya jutaan aneka jenis bibit pohon pernah disalurkan ke berbagai pihak, bekerjasama melakukan pengijauan di sejumlah daerah.

Bibit pohon yang didistribusikan antara lain berjenis tanaman kayu keras seperti trembesi, jabon dan sengon sementara tanaman buah diantaranya sirsak, durian dan alpukat.

“Bibit-bibit pohon yang diberikan kepada masyarakat merupakan bibit berkualitas dengan kualifikasi minimal 1 meter. Hal ini ditujukan agar bibit pohon tersebut ketika ditanam dapat segera beradaptasi dengan lingkungan tanam yang baru dan tidak mati,” kata Wakil Ketua Paguyuban Budiasi Wayan Budi seraya menambahkan bahwa pihaknya juga menyiapkan bibit pohon langka dan endemik Indonesia. Bibit pohon tersebut antara lain berjenis ulin, cendana, gaharu, eboni dan merbau.

Budiasi merupakan komunitas yang bergerak di bidang penghijauan dan pembibitan pohon serta tanaman. Pembibitan dilakukan di lahan seluas 12 hektare di Desa Kadumanggu, Babakan Madang, Bogor. Semua bibit dibagikan secara gratis,  dengan syarat benar benar ditanam. Mantan Danpaspampres ini merupakan salah satu penggagas berdirinya Paguyuban Budiasi.

Nah kembali ke kisah pengangkutan 10.000 bibit trembesi ke dari Bogor ke Lombok. Penanaman serempak pun dimulai. Tiga tahun kemudian tepatnya 2014, dilakukan penanaman ulang dengan penataan. “Pohonnya digali lagi, lalu dikarantina sekitar dua minggu dan kemudian dibuatkan lubang baru dengan jarak dan ukuran satu pohon dengan yang lainnya ideal dan tidak menumpuk. Jaraknya dihitung ulang,” kisah Doni.

Untuk penanaman ulang yang lebih tertata ini ikut terlibat Angkasa Pura 1, Djarum dan aparat Korem 162 Wirabakti NTB. Tak terasa hampir sepuluh tahun kemudian, pagi ini Maret 2019 jalanan sepanjang bandara Lombok kini rindang dan teduh dengan pemandangan trembesi.

Kisah serupa di tahun yang berbeda, sebagaimana yang dilansir Businessmirror  Dr Lena Chan, Direktur Pusat Keanekaragaman Hayati Singapura, mengungkapkan pada 16 Juni 1963, Lee Kuan Yew memulai mengkampanyekan penanaman aneka jenis pohon di Singapura.

Tepatnya pada tahun 1967, PM Lee fokus menggunakan tanaman pohon trembesi sebagai pelindung di sepanjang tol dari Changi Airport ke pusat kota. Atas hal ini, Lee disebut-sebut sebagai bapak penghijauan Singapura.

Sampai di sini, kita bisa paham letak kesamaan bandara Changi di Singapura dan Praya di Lombok. Sama-sama hijau dan rindang oleh barisan pohon trembesi.

Halim pecinta pohon yang menekuni bisnis minyak masohi dan minyak nilam.
hasil sulingan minyak masohi, minyak nilam, minyak sereh wangi, dan lain-lain.

Bahan Parfum Hermes

Di sela kunjungan kerjanya di Lombok baru-baru ini, Doni kembali mengungkapkan satu hal yang tak banyak diketahui orang banyak. Tentu masih tentang pohon. Pohon, selain menjaga alam sebagai paru paru bumi,  juga memiliki nilai ekonomi yang mencengangkan.

Doni memperlihatkan biang minyak hasil sulingan daun dan kulit kayu dari pohon Masohi yang kebetulan dibawa oleh Halim seorang kenalannya di komunitas pecinta pohon. Dahulu kala pohon masohi ini tumbuh di Pulau Seram Maluku Tengah. “Tapi sekarang sudah habis ditebangin semua, tapi masih bisa kita temukan di wilayah Papua,” ujar Halim.

Bibit pohon masohi.

Halim yang kini menekuni pembibitan pohon masohi telah berhasil menanam kembali pohon spektakuler tersebut di wilayah Lombok Timur. Setidaknya ada 3.700 pohon usia menjelang dua tahun. Masa panen daun dan kulit kayu tiap pohon sekitar 7 tahun. Daun dan kulit kayu masohi tersebut melewati proses penyulingan hingga menghasilkan biang cairan minyak. Itulah yang disebut minyak masohi.

Lalu apa istimewanya secara ekonomi daun dan kulit pohon masohi? Ternyata inilah bahan utama pembuatan parfum merek Hermes yang terkenal itu. Harga per kg hasil sulingannya berkisar 300 sampai 500 USD.

Halim mengaku permintaan pembeli sangat tinggi,  terutama dari negara Swiss. Saat ini Halim baru mampu melayani sekitar 400 kg per tahun. “Padahal pembeli meminta sampai 100 ton per tahun, ” kisah Halim yang diaminkan Doni. Doni sendiri mengistilahkannya Proyek Emas Hijau — semacam harta karun dari hasil menanam pohon yang ujungnya mensejahterahkan rakyat.

Halim juga menanam tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.) semacam  semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang juga beken dengan sebutan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya disuling dari daun

Saat ini ada 80 hektar tanaman nilam di Lombok Timur dan 20 hektar di Pusuk Lombok Barat. Tanaman nilam ini bisa dipanen pada 7 bulan pertama. Harga minyak nilam saat ini sekitar 35 USD per kg untuk bahan dasar pewangi dan dupa. Jika anda pengguna merek Molto, Lux dan Lifebuoy maka itu berasal dari tanaman nilam.

Tahukah Anda apa arti nilam itu?  Doni kemudian dengan fasih menyingkap tabir kisahnya. Tanaman nilam dikenal berasal dari Aceh. Nilam sendiri memiliki kepanjangan arti: Netherlands Indische Land ook Acheh Maatzcappij nama sebuah perusahaan dari Belanda ketika itu.

Doni dengan jabatan barunya sebagai kepala BNPB, bergerak gesit memasukkan penaman pohon tersebut sebagai bagian dari mitigasi bencana — tentu diikuti upaya upaya konkret lainnya. “Kami sekarang memetakan jenis-jenis pohon yang bisa ditanam di pantai. Karena konstruksi manusia ada batas waktunya,” kata Doni, saat perayaan HUT BNPB ke-11, di Pusdiklat BNPB, Sentul, Bogor Februari 2019.

Tak ada waktu menunggu. Penyelamatan lingkungan detik ini juga wajib terlaksana. Suara Letjen Doni serta nama nama lainnya yang gigih menjaga penjaga alam wajib kita gemakan.  Tak boleh tertelan oleh hiruk pikuk urusan lainnya.

Kuncinya ada pada kesadaran akan pencegahan secara saksama yang sepatutnya dimulai dalam tempo yang sesingkat singkatnya sejak hari ini. Johann Wolfgang von Goethe  penulis dan penyair dari Jerman kelahiran 1749 mengatakan Was heute nicht geschieht, ist morgen nicht getan. (apa yang tidak dimulai hari ini tidak akan pernah selesai esok)

Tentunya dimulai dengan perilaku: jaga alam dan alam menjaga kita. Maka dengan demikian bencana banjir bandang, misalnya, bisa reduksi, korban minimal, pundi pundi negara dan uang rakyat menjadi berfaedah untuk urusan yang lain.

Alam yang baik, terjaga, terawat adalah paru paru bumi yang sehat. Juga merupakan lambang dari peradaban atas perilaku manusianya. Sekiranya hutan gundul,  sungai tercemar,  apakah kita masih bisa menganggap diri kita bangsa yang beradab? ***

*) Egy MassadiahMagister Komunikasi Paramadina University dan Pegiat Teater

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *