Connect with us

Kabar

Tjahjo Kumolo Blak-blakan tentang Masa-Masa Di Luar Kekuasaan 2004-2014

Published

on

Tjahjo Kumolo–foto gatra

PDI Perjuangan akan menggelar perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-46 pada 10 Januari. Jelang perayaannya, mantan sekretaris jenderal (Sekjen) partai itu, Tjahjo Kumolo, mengenang proses konsolidasi dan bagaimana peran Ketua Umum Megawati Soekarnoputri membesarkan partai.

Tjahjo, yang kini menjabat Menteri Dalam Negeri, flash back pengalaman pergulatan ideologisnya di partai. Dia masuk saat partainya masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Lalu menjalani reformasi dan pemilu 1999. Diberi kesempatan menjadi wakil sekretaris fraksi di Kongres PDIP 2005. Dan di kongres berikutnya di 2010, menjadi Sekjen Partai.

Kata Tjahjo, masa setelah 2004, dimana PDIP kalah di pemilu legislatif maupun pemilu presiden, adalah masa pergulatan besar. Di 2004-2014, PDIP berada di luar kekuasaan. Sementara godaan untuk menjadi bagian dari kekuasaan sebenarnya sangat besar.

“Kekuatan PDIP pada masa 10 tahun itu adalah keteguhan untuk tak tergiur kekuasaan. Prinsip yang diajarkan oleh Ibu Megawati adalah, kalau mau berkuasa, ya berjuang merebut kemenangan secara demokratis,” kata Tjahjo memulai refleksinya, di Kantor Pusat PDIP di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (3/1).

Maka saat itu, Megawati memerintahkan kepada Tjahjo agar terus menguatkan konsolidasi partai. Tumpuannya adalah yang disebut sebagai Tiga Pilar Partai. Yakni kekuatan di struktur hingga pengurus anak ranting; kekuatan di legislatif; dan kekuatan di eksekutif.

Dimulailah proses modernisasi kerja partai. Setiap kader didudukkan di salah satu dari tiga kekuatan itu berdasar hasil penilaian ilmiah. Metode psikotes pun diterapkan.

“Jadi sebelum seseorang didudukkan, akan dicek apakah dia cocok di DPR, eksekutif, atau struktur. Itu pakai psikotes,” kata Tjahjo.

“Sekjen, wasekjen, bekerja menggerakkan dan mengorganisir Tiga Pilar Partai. Termasuk menggerakkan masyarakat dan pemilih. Itulah kunci kekuatan politiknya,” tambah dia.

Tjahjo secara khusus bicara soal Megawati. Katanya, banyak yang menuding sosok Megawati sebagai pemimpin keras dan otoriter. Faktanya tidak. Megawati adalah sosok demokratis, yang di tiap rapatnya selalu mendorong seluruh peserta menyampaikan pendapat.

“Baru kemudian beliau memutuskan secara bersama dari hasil pembahasan,” kata Tjahjo.

“Ibu Megawati itu orang yang detil. Beliau tahu siapa-siapa saja pendiri partai, yang berjasa, yang membela, dan siapa pengkhianat partai,” tukasnya lagi.

Dan Megawati pula yang memastikan, setelah kemenangan di Pemilu 2014, bahwa PDIP tak boleh berhenti. Bahwa satu kemenangan itu tidak cukup. Megawati memerintahkan agar jangan terbuai, bahwa selama NKRI ada, maka PDIP harus tetap bekerja keras menjaganya.

“Maka dengan ultah PDIP di 10 Januari, mari lawan racun demokrasi, kampanye dan ujaran kebencian, fitnah. Itulah racun demokrasi yang harus kita lawan. Harus kita sampaikan ke aparat penegak hukum. inilah penjahat demokrasi yang harus kita sadarkan,” ujarnya.

“Pemilu adalah ajang memilih pemimpin yang membawa gagasan kemajuan bangsa demi kemaslahatan rakyat, sehingga kualitas demokrasi makin meningkat.”

Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP yang hadir di acara itu, mengamini apa yang disampaikan Tjahjo. Megawati adalah sosok yang memastikan PDIP untuk tetap teguh dan kuat walau berada di luar pemerintahan pada 2004-2014. Begitupun peran Tjahjo menjalankan perintah Megawati melaksanakan proses konsolidasi partai hingga adopsi metode modern dalam organisasi partai.

“Ketika Pak Tjahjo menjadi sekjen terjadilah sebuah dukungan dari rakyat yang positif sehingga PDIP menang pemilu yang lalu,” kata Hasto.

Ujang Komaruddin, seorang akademisi ilmu politik, lalu membeberkan hasil risetnya yang sudah dibukukan berjudul “Ideologi Demokrasi Partai Politik”. Buku itu adalah hasil riset disertasinya mengenai peran PDIP dalam pembangunan di Kabupaten Subang. Di buku itu, dia membuktikan bagaimana ideologi yang digagas Soekarno, berhasil diimplementasikan dengan baik lewat kebijakan politik di Subang.

” Ideologi inilah yang membuat kader PDIP selalu kuat. Ketika disikat dia tabah, ketika digencet dia selalu mencari jalan keluar, dan ketika berkuasa dia berusaha mewujudkan ideologinya,” ujar Ujang.

Ke depan, Ujang menilai PDIP harus menjadi jangkar Indonesia menghadapi tantangan global dan disintegrasi yang besar.

“PDIP harus menjadi kekuatan Indonesia Today and Tomorrwo. Kalau tidak, siapa yang menjaga harapan bangsa? Kini cuma PDIP satu-satunya parpol nasionalis. Dia harus jadi jangkar kekuatan bangsa,” tandas Ujang Komaruddin.***/ebn

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *