Connect with us

Kolom

Terobosan Rentenir Online

Published

on

Oleh: Joko Intarto

Jayakarta News – Gara-gara tulisan Pak Syahrul Rusli, saya harus kembali membuka buku ‘’Kemilau Bisnis Gadai’’. Buku ini karya Pak Syarul. Saya sebagai editornya.

Dalam artikel pendeknya, CEO PT Pesonna Optima Jaya itu menulis tentang nasib seorang wanita muda yang ‘digilir’ pria hidung belang demi melunasi utangnya di rentenir online. Berita yang dikutip dari portal berita ‘’Tempo’’ itu sungguh membuat hati saya terasa kelu.

Rasanya mau marah. Mengapa negara membiarkan operator aplikasi pinjaman online itu mencekik nasabahnya dengan bunga yang tinggi? Mengapa pemerintah di negara merdeka ini tidak belajar pada pemerintah Hindia Belanda saat menjajah Indonesia?

Dua abad yang lalu, pemerintah Hindia Belanda membuat aturan keras untuk memerangi praktik rentenir. Aturan itu sederhana tapi tegas: usaha peminjaman uang yang memasang bunga di atas kewajaran akan ditutup atau diambilalih pemerintah. Catatan sejarah inilah yang menjadi asal-usul berdirinya lembaga gadai yang sekarang dikenal dengan nama  PT Pegadaian (Persero).

Sejarah pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening, lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai. Lembaga ini didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.

Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816), Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan. Masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari pemerintah.

Namun metode tersebut berdampak buruk. Banyak pemegang lisensi yang menjalankan praktik rentenir atau lintah darat. Hal itu dirasakan tidak menguntungkan citra pemerintah (Inggris).

Pemerintah Inggris kemudian mengganti metode lisensi menjadi “pacth stelsel”. Izin pendirian pegadaian diberikan kepada masyarakat yang mampu membayar pajak tinggi kepada pemerintah.

Ketika Belanda kembali berkuasa, pacth stelsel tetap dipertahankan. Namun praktik bisnis gadai itu menimbulkan dampak yang sama. Pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya.

Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan regulasi baru yang disebut “cultuur stelsel”. Berdasarkan kajian tentang pegadaian, pemerintah Hindia Belanda memutuskan kegiatan pegadaian ditangani harus ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha pegadaian menjadi usaha monopoli pemerintah. Pada tanggal 1 April 1901, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi, Jawa Barat.

Setelah berjalan lebih dari 100 tahun, monopoli jasa gadai kembali dihapus. Pemerintah memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk terjun dalam bisnis jasa gadai.

Memanfaatkan regulasi pemerintah, bermunculanlah puluhan usaha gadai swasta. Ternyata tidak hanya lembaga keuangan berbasis gadai yang tumbuh. Lembaga keuangan berbasis fintech pun hadir.

Lembaga fintech menawarkan berbagai kemudahan bagi masyarakat yang memerlukan dana. Misalnya: cara yang mudah karena menggunkan mobile application. Selain itu syaratnya juga sederhana: hanya scan KTP. Prosesnya juga cepat: pinjaman cair dalam hitungan jam.

Tawaran menggiurkan inilah yang sekarang memakan banyak korban. Termasuk nasib wanita muda yang akhirnya harus ‘menjual diri’ untuk melunasi pinjaman online-nya. (*)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *