Connect with us

Feature

Tenun Sirat Warisan Tanah Batak

Published

on

Evilina Siagian pengrajin Tenun Sirat asal Tobasa, saat mengerjakan pesanan tenunan pengunjung di PRSU (Pekan Raya Sumatera Utara). (Foto. Monang Sitohang)

JAYAKARTA NEWS – Bukan tenun sembarang tenun. Tenun ini adalah tenun sirat. Ukuran dan coraknya yang beraneka ragam, membuat salah satu produk unggulan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara ini lekas go-international.

Begitu legendarisnya tenun sirat Tobasa, rasanya belum afdol mengunjungi Danau Toba kalau tidak membeli tenun sirat dari para pengrajin lokal di sana. Yang lazim dibeli turis, baik turis lokal maupun turis manca negara adalah tenunnan ikat kepala atau sortale.

Kaum hawa, lebih suka membeli fashion scarf, berbentuk stola atau syal. Selain bisa dililitkan di leher, bisa juga dipakai sebagai pengikat kepala. Ada juga tenun untuk diikatkan di tangan, di pinggang, dan lain-lain manfaat sesuai kebutuhan.

Lebih menarik lagi karena harganya yang relatif murah. Dari ukuran kecil hingga besar, Anda bisa dapatkan mulai dari harga Rp 10.000 hingga Rp 100.000-an. Seberapa pun tebal isi dompet Anda, harga itu amatlah murah. Terlebih jika melihat langsung proses pembuatannya.

Para pengrajin begitu sabar dan teliti dalam merajut tenun, memadu-padankan satu warna dengan warna lain, serta memberi aksen berupa tulisan atau motif tradisional lain. Untuk menyelesaikan satu tenunan sirat, paling cepat butuh waktu satu jam. Proses, penenunan dilakukan manual dengan alat tenun sirat atau paniratan yang terbuat dari kayu.

Saat ini hasil dari tenun sirat banyak memiliki variasi warna, menggunakan bahan utama benang. Dan untuk memperoleh benang tersebut para pengrajin memesan dari Jawa Barat (Bandung).

Seiring perkembangan zaman, pengrajin tenun sirat juga mencoba mengikuti keinginan para pembeli, salah satunya dengan memadukan aneka warna dalam setiap hasil tenun sirat sehingga lebih menarik terlihat. Lebih colorful.

Mengenai motif gorga Batak Toba yang ada di hasil tenun sirat, tidak memiliki arti khusus, hanya sebagai motif atau bunga penghias. Tetapi kalau dalam tenun ulos untuk adat tertentu, maka gorganya memiliki makna.

Penulis bersama pengrajin tenun sirat, Evilina Siagian di PRSU dengan latar belakang hasil tenun yang dijual. (Foto ist)

Sementara hasil tenun sirat asal Tobasa, dulunya hanya memiliki tiga warna. “Saya selaku pengrajin tenun sirat di Tobasa, sering diikutsertakan event-event Pemerintah Kabupaten Tobasa, baik itu di dalam maupun luar daerah, bahkan sampai ke luar kota seperti ke Jakarta. Melalui pameran, masyarakat mulai banyak mengenal tenunan sirat. Dalam event itu kami juga bisa mempertunjukkan bagaimana proses pembuatannya,” ujar Evilina Siagian (52), yang dijumpai di Pavilion Tobasa, Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), baru-baru ini.

Evilina menambahkan, fungsi tenun sirat dulu sampai sekarang sebagai pelengkap atau pemanis dan juga penambah daya tarik hasil tenun ulos. Karenanya, banyak ditemui tenunan sirat di ujung ulos sebelum renda-renda benang yang di bawah. “Tapi sekarang sebagian sudah ada yang dibordir,” ujarnya.

Selanjutnya Ibu enam orang anak ini menuturkan ihwal pertama ia mulai menekuni tenun sirat, ketika masih duduk di Sekolah Dasar. Berkat ketekunan belajar dan berlatih, juga didasari keinginan kuat dan rasa sabar, akhirnya keahlian menenun sirat dikuasai dan menjadi sebuah profesi sampai sekarang.

Keahlian menenun pada diri Evilina, merupakan turunan orang tua. “Ibu saya dahulu juga penenun sirat, dan beruntung beliau menurunkan ilmunya ke saya. Dari sepuluh orang bersaudara, yang mengikuti jejak ibu hanya dua orang saja,” katanya.

Evilina pun tidak mau tenun sirat punah, maka ia pun menurunkan ilmunya kepada enam orang anaknya. Setidaknya, memperkenalkan. Apa daya, dari keenam putra-putrinya, hanya satu yang menampakkan minat meneruskan profesi sebagai penenun sirat. “Umumnya mereka kurang sabar,” ujar Evilina seraya menambahkan, “padahal modal utama menjadi penenun adalah kemauan dan kesabaran.”

Sejauh ini, ia yakin, jika tenun sirat makin mendunia maka kelestariannya akan terjamin. Saat ini saja, banyak pemesanan datang dari Jakarta dan kota-kota lain. Ada yang pesan khusus untk pesta arisan, pesta di gereja, pesta perkumpulan persahutaon (sekampung), dan lain-lain. Dengan cara memesan, maka dimungkinkan untuk memilih desain, termasuk menambahkan misalnya nama lembaga, nama orang, tempat pesta, dan lain-lain. “Setiap pemesanan luar kota, kami tidak menanggung ongkos kirim,” ujar Evilina.

Sama seperti produk tradisional lain di berbagai daerah, problem utama mereka umumnya pemasaran. Evilina pun menyandarkan harapan besar kepada pemerintah untuk membantu pengrajin seperti dirinya, agar tenun sirat tetap eksis. Hanya dengan begitu, tenun sirat akan diminati generasi muda. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *