Connect with us

Feature

Sulitnya Melatih Tentara Buta Huruf

Published

on

Pasukan Angkatan Laut dan tentara Amerika yang bertugas di Provinsi Helmand, Afghanistan tengah memberikan pelarihan ke tentara Afghanitan. (Foto: Reuters/Omar Sobhani)

 

 

SAAT Amerika berencana akan kembali menambah pasukannya di Afghanistan. Pasukan AS, yang ada, sedang berjuang keras berupaya membangun angkatan bersenjata Afghanistan sambil berperang, yang kelihatannya sudah ada pada situasi buntu.

Memang sangat sukar dan kadang frustasi bagi tentara AS yang memberi pelatihan dasar infanteri dan mencoba menciptakan sistem logistik modern kepada angkatan bersenjata, yang banyak tentaranya buta huruf.

“Tantangannya sangat besar,” tutur Brigjen Roger Tuner, yang memimpin gugus tugas di provinsi Helmad lima tahun lalu dan kembali lagi sebagai komandan dari sekitar 300 marinir yang bertugas memberi pelatihan dan nasehat kepada tentara dan polisi Afghanistan.

Ketika marinir keluar dari Helmand pada tahun 2014, mereka tidak pernah berharap akan kembali lagi. Namun membangun angkatan bersenjata Afghanistan berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan. Banyak hal jadi perhatian, seperti memperkuat kepemimpinan  atau menghindarkan tentara dari posisi-posisi rawan di lapangan. Hal-hal ini jadi perhatian dan rekomendasi dari para penasehat Amerika pada tahun-tahun terakhir ini.

Para pemberotak, menguasai 14 distrik di Helmand dan berusaha bertempur untuk menguasai distrik lainnya, serta mengancam ibukota provinsi. Lashkar Gah sudah mengambil posisi kuat di luar pusat kota, saat ini.

Pasukan Afghan mengalami pukulan berat dengan ribuan tentara tewas dan tanpa bantuan serangan udara AS, yang berlangsung setiap hari. Menurut Kolonel Asmatullah Gharwal, perwira intelejen AD Kompi 215, “Kami mungkin tidak akan mampu mempertahankan provinsi Helmand.”

Para komandan lapangan Amerika sudah mengakui bahwa Afghanistan menghadapi “jalan buntu”. Karena itulah, Pentagon (Dephan AS) akan menambah pasukan AS sekitar 3.000 – 5.000 tentara, yang saat ini koalisi internasional menempatkan 13.000 tentara. Namun para petinggi militer AS menyatakan tidak ada rencana untuk mengirim tentara baru itu ke medan pertempuran tapi lebih berperan sebagai pelatih dan penasehat saja.

Sementara tugas utama tidaklah berbah; bukan untuk mengalahkan Taliban tapi membuat pasukan Afghan mampu mencapai satu titik dimana mereka mampu melawan pemberontak dan memaksa pemberontak bernegosiasi.

Bagi Turner, kunci perbaikan angkatan bersenjata adalah kepemimpinan. Isu ini sudah sering dikemukakan oleh para penasehat AS tapi kurang berhasil. Koalisi NATO sendiri sudah mengakhiri misi tempur sejak 2014 lalu.

Selama bertahun-tahun, pemerintah tetap bertahan di Hemand, salah satu wilayah produsen opium (bahan untuk membuat Heroin) besar dunia. Namun dengan susah-payah ditambah dengan rongrongan korupsi yang dilakukan para petinggi militer. Komandan kompi 215, yang terakhir, diberi perintah untuk membersihkan unit itu dari korupsi. Tapi akhit tahun lalu, dia ditangkap karena mencuri uang jatah makan dan pemanas (kayu bakar) prajurit.

Saat ini Amerika sangat terkesan dengan komandan pengganti, Jenderal Wali Mohammad Ahmadzai yang menggebrak dengan mengganti 50 perwira senior pasukannya. Turner mengatakan pemerintah pusat di Kabul sekarang ini lebih serius untuk mengganti pimpinan, yang dipandang gagal atau tidak efektif.

Tuner menambahkan, “Ketika kami disini sebelumya, anda berhadapan dengan pemimpin yang benar-benar tidak efektif dan anda harus menghadapinya.”

Kamp Bastion, berupa deretan tenda berdebu, kontainer, dan pagar kawat berduri, adalah tempat basis marinir Amerika. Ketika perang melawan Taliban berkecamuk, kamp ini berisi lebih dari 100.000 tentara dan jauh lebih luas dari sekarang ini.

Para marinir, bukannya melakukan patroli tempur, melakukan pelatihan-pelatihan tentara Afghanistan, membantu pasukan Afghan dalam perencanaan dan eksekusi misi mempertahankan provinsi itu.

“Hal paling pertama adalah mengembalikan lagi keamanan,” tukas Kol. Matthew Reid, wakil Tuner. Dia menambahkan saat ini Lashkar Gah berhasil ditahan dan distrik-distrik luar lebih berbahaya dari perkiraan.

Kendati tidak langsung terlibat dalam pertempuran, marinir AS tetap harus menghadapi ancaman serangan.  Para penasehat ini juga terlibat dalam operasi, baru-baru ini, untuk memperkuat dan membawa pasokan persenjataan baru di kota Sangin dan Marjah, yang jadi tempat pertempuran paling besar pada tahun 2010 lalu. Kedua operasi dipandang sukses besar oleh para penasehat militer AS, yang melibatkan perencanaan dan persiapan serta pembersihan bom-bom di pinggir jalan.

Bagi marinir AS, sukses semacam itu diharapkan bisa mendorong pasukan Afghan untuk meninggalkan pos-pos penjagaan dan memulai gerakan ofensif, yang biasanya mereka hanya mengalami sedikit korban. Meskipun pasukan Afghan akan senang jika ada bantuan.

“Kita kehilangan lima distrik, yang jatuh ketangan Taliban. Jika pasukan kita bersama Korps Marinir AS membersihkan distrik-distrik itu, maka saya yakin kita akan mencapai tingkan keamanan yang sangat baik, “ujar Kol. Gharwal dari Korp 215 Afghan.

Namun langkah menerjunkan pasukan AS bertempur langsung di lapangan akan sangat bergantung pada perubahan strategis di Washington.  Sementara itu, saat ini, marinis AS bekerjasama dengan instruktur Afghan, mengajarkan segala hal mulai dari pembersihan ranjau sampai mengkoordinir penembakan mortir.

“Saya sangat senang kembali ke Helmand,” ujar Sersan Kepala George Caldwell sambil memandang prajurit mempraktekkan cara mengeledah sebuah rumah. “Cara mereka bertempur sekarang ini sudah sangat berbeda Saya bisa melihat peningkatan dibandingkan lima tahun lalu.”

Namun masih banyak sekali pertanyaan, apakah Afghanistan yang menglami korupsi parah dan sistem politik yang tak berfungsi akan mampu bertahan dan bagaimana dengan kehadiran AS di negeri itu, yang sudah berlangsung selama 16 tahun. Mungkin pendekatan baru dibutuhkan.***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *