Feature
Sisyphus, Penentang Dewa yang Kreatif
Jika Bung Karno memainkan tonil di Ende (1934-1938) dan di Bengkulu (1938-1942), sungguh bukan sebuah sejarah teater kuno. Anda tahu? Sejarah teater sejatinya sudah terbentang 2,5 abad lamanya. Benar…. 2.500 tahun!
Jejak itu mulai samar terlihat pada teater Yunani dan Romawi. Bahkan kita dapat melacak sumber sejarahnya di Mesir dan Babylonia, Syria dan Syprus, Thrakis dan Creta. Sejarah panjang pembentukan teater dan drama terbentang dari masa lalu melalui magi dan mitos yang penuh ketidakpastian, kabur dan samar, tetapi menggetarkan.
Kisah menarik itu akan dibawakan Guru Besar Teater ISI Yogyakarta, Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, MA, pada malam puncak acara peringatan Ulang Tahun Teater Alam ke-47, Kamis 3 Januari 2019, di Gedung Societet – Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Masih banyak narasi menarik yang dikemas dalam pidato kebudayaan berjudul “Melacak Jejak Sumber Kreativitas Seni, Membangun Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia”.
Esensi kreativitas bahkan digambarkan secara ekstrem melalui legenda (atau mitos?) raja Yunani bernama Sisyphus. Ada yang menyebut Sisifos. Ia raja bengal, kriminal, amoral, bahkan gemar menentang dan menantang dewa untuk menghukumnya. Pada hari penghukuman, Sisyphus harus mendorong batu besar ke puncak gunung. Saat batu hampir mencapai puncak, Dewa menjatuhkannya lagi.
Sisyphus mengejar ke bawah, dan mendorongnya lagi ke puncak. Ketika pucuk semakin dekat, Dewa kembali “bercanda”, dan menggelindingkan batu itu kembali ke lembah. Sisyphus mengejar lagi, menaikkannya lagi, diturunkan lagi, dikejar lagi, dinaikkan lagi…. Sisyphus tidak juga merasa terhukum. Ia menikmati peluh yang bercucur, darah yang berlumur, dahaga yang menggelegak, lapar yang melilit. Sisyphus terus mencari cara dan berusaha menaikkan batu itu ke puncak gunung.
Menurut Prof Yudiaryani, legenda Sisyphus itu menyiratkan pesan perlawanan dan siasat. Itulah yang disebut kreativitas. Sebuah legenda kongkret dan fakta imajinatif menjadi penguat bagi manusia untuk cerdas menyempurnakan hidupnya menuju cahaya.
Singkatnya, ia mengemukakan lima peristiwa penting yang menunjukkan bagaimana sumber-sumber kreativitas seniman terekam melalui magi dan upacara teater primitif, karya cipta seni, rasa kebangsaan, ketahanan global, dan bonus demografi menjadi “ruang hidup” bergejolak, yang memberi sumbangan penting bagi terciptanya nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
(Teks lengkap PIDATO KEBUDAYAAN, “MELACAK JEJAK SUMBER KREATIVITAS SENI, MEMBANGUN NILAI-NILAI KEBANGSAAN INDONESIA” Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, M.A. bisa diakses di www.jayakartanews.com edisi Kamis, 3 Januari 2019 pukul 19.30 WIB).
Teks Pidato Kebudayaan sepanjang 23 halaman itu, akan dibacakan dengan iringan musik Memet Chaerul Slamet, pentolan kelompok musik etnik-kontemporer Gang Sadewa Yogyakarta. Bahkan aktor pantomim Jemek Supardi akan melengkapi Pidato Kebudayaan Yudiaryani, Kamis malam nanti (3/1/2019) menjadi beda dari pidato kebudayaan pada umumnya.
Peluncuran Buku
Sebelum acara Pidato Kebudayaan, didahului peluncuran buku Trilogi Teater Alam dan pemotongan tumpeng serta doa syukur para anggota Teater Alam atas semua barokah yang telah diberikan Tuhan kepada Azwar AN, pendiri dan guru besar Teater Alam. Menurut Ketua Penyelenggara, Edo Nurcahyo, prosesi perayaan Ulang Tahun Teater Alam ke-47 kali ini, meliputi tiga kegiatan berurutan.
Agenda Pertama, Sabtu 8 Desember 2018 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pementasan Montserrat (Emmanuel Robles) yang disutradarai Puntung CM Pudjadi. Kegiatan Kedua, penyusunan buku Trilogi Teater Alam dengan penyunting Roso Daras dan Yudiaryani dan telah didiskusikan dalam bedah buku, Minggu 23 Desember 2018 di Amphi Teater TBY. Buku Trilogi Teater Alam diharapkan dapat menjadi proses literasi bagi khalayak, khususnya para meminat seni budaya dan seni teater.
Agenda ketiga, puncak acara perayaan Ulang Tahun Teater Alam ke-47, diselenggarakan Pidato Kebudayaan oleh anggota Teater Alam yang juga Dekan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISI Yogyakarta, Guru Besar Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, MA.
Menurut Bambang Jepe, ketua tim kreatif Ultah Teater Alam ke-47, peringatan ulang tahun Teater Alam tahun ini, diharapkan memberi perspektif persoalan Kebudayaan dan Peradaban yang tengah berlangsung. Di titik inilah Teater Alam sebagai sanggar yang telah bertahan 47 tahun, ingin memberi sentuhan. Tidak saja dengan pementasan teater untuk mengasah kreativitas penciptaan, tetapi juga menerbitkan buku sebagai bagian integral proses literasi untuk mengembangkan pengetahuan tertulis dalam sejarah perjalanannya. Di samping, untuk memacu langkah maju menapaki masa depan yang lebih baik. (rr)