Connect with us

Global

Satu Juta Jenis Hewan dan Tanaman Terancam Punah

Published

on

Akar Mangrove
Oleh: Leo Patty

JAYAKARTA NEWS – Bumi, saat ini, sebentar lagi harus memberi penghidupan bagi 9 miliar manusia plus pertumbuhan ekonomi, yang artinya manusia mengejar kesejahteraan hidup dengan model Barat. Semua ini memberi konsekuensi berat terhadap lingkungan hidup —- yang harus dijaga kalau manusia ingin lestari.

Penelitian para ilmuwan Intergovernmental Panel on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) memperingatkan sebanyak satu juta hewan dan dan tanaman terancam punah akibat pertumbuhan ekonomi.

Mereka kemudian menyerukan kepada semua negara di dunia dan sektor swasta untuk mengerem ambisi kepentingan diri sendiri, yang selama ini sudah menghalangi reformasi pertanian, energi, dan pertambangan untuk menyelamatkan ekosistem Bumi.

“Jika kita ingin mewariskan dunia ini kepada anak cucu kita tanpa menghancurkannya akibat aktivitas manusia saat ini, kita harus bertindak sekarang, “ tutur Robert Watson, ketua panel ilmuwan IPBES, yang beranggotakan 130 negara, termasuk AS, Rusia, dan Cina.

“Jika kita bertindak sekarang, banyak dari satu juta jenis hewan dan tanaman akan punah,” tambahnya dalam konferensi pers di Paris, Senin, 6 Mei 2019 lalu.

Laporan para ilmuwan, yang diberi judul Global Assessment, menyebutkan satu juta jenis hewan dan tanaman dari sekitar delapan juta jenis sedang menghadapi resiko kepunahan, yang beberapa jenis akan punah dalam hitungan puluhan tahun kedepan.

Laporan mengidentifikasi industri pertanian dan perikanan jadi motor penggerak krisis ini. Akibatnya tingkat kepunahan hewan dan tanaman telah mencapai puluhan sampai ratusan kali lebih tinggi dibangingkan rata-rata kepunahan selama 10 juta tahun terakhir.

Situasi makin diperburuk oleh perubahan iklim, yang disebabkan batu bara, minyak, dan gas atau bahan bakar fosil, tambah laporan tadi.

“Kita berhadapan dengan krisis kepunahan,” ujar Hoda Baraka dari 350.org, kelompok pemerhati perubahan iklim di Amerika Serikat. “Kita harus bekerjasama untuk menentang industri bahan bakar fosil yang terus menyebabkan krisis iklim sehingga bisa membangun perubahan nyata dan berkelanjutan.”

Laporan ini menjadi bagian dari riset-riset, yang hasilnya, mengusulkan dunia perlu menerapkan bentuk baru perekonomian yang menghindari resiko dampak polusi, kehancuran habitat, dan perubahan iklim.

Laporan ini dikumpulkan selama 3 tahun dan didasarkan kepada 15.000 kertas kerja ilmiah. Laporan mengidentifikasi banyak resiko, mulai dari punahnya banyak serangga, yang berperan vital dalam penyerbukan tanaman pangan, sampai hancurnya karang, yang mendukung ekosistem laut, serta hilangnya tanaman-tanaman obat.

Ancaman nyata, berdasarkan daftar laporan, terhadap keberlangsungan hidup 40 persen jenis amphibi, sekitar 33 persen karang, ikan Hiu, dan sekitar sepertiga semua mamalia laut. Namun gambaran mengenai serangga kurang jelas, meski diperkirakan sekitar 10 persen terancam punah.

Laporan ini punya langgam bahasa yang mirip dengan laporan United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pada Oktober tahun lalu. Lembaga internasional ini menyebutkan dunia perlu mengubah ekonomi dan sosialnya untuk mengurangi gas rumah kaca dengan cepat agar terhindar dari konsekuensi berat akibat permanasan global.

Temuan-temuan ini juga diharapkan akan memberi tekanan lebih besar kepada negara-negara di dunia untuk melakukan perlindungan terhadap hutan dan keragaman hayati. “Kita (manusia) telah mengubah kehidupan dunia secara dramatis. Pesan kuncinya adalah berlaku sepeperti biasanya (business as usual) harus diakhiri,” tegas Eduardo Brondizio.

Sumber informasi: reuters.com

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *