Connect with us

Kabar

Presiden: Aparat yang tidak Efisien harus Dipangkas

Published

on

Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke 74 Kemerdekaan RI, Jumat (16/8/2019)—foto humas

JAYAKARTA NEWS— Agar bisa melakukan langkah-langkah untuk mencapai lompatan kemajuan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyadari bahwa strategi tersebut membutuhkan ekosistem politik, membutuhkan ekosistem hukum, membutuhkan ekosistem sosial yang kondusif.

“Kita harus terus melakukan debirokratisasi, penyederhanaan kerja, penyederhanaan proses yang berorientasi pada pelayanan. Kita harus terus mencegah korupsi tanpa mengganggu keberanian berinovasi. Kita harus memanfaatkan teknologi yang membuat yang sulit menjadi mudah dan yang rumit menjadi sederhana,” kata Presiden Jokowi pada Pidato Kenegaraan Dalam Rangka HUT ke-74 Kemerdekaan RI Tahun 2019, di Gedung Nusantara MPR/DPD/DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8) siang.

Hadir  dalam kesempatan itu antara lain Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Kalla, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 Hamzah Haz, Ibu Shinta Nurriyah Wahid, Wakil Presiden Terpilih masa bakti 2019-2024 Ma’ruf Amin, Sandiaga Uno, para duta besar negara sahabat, dan para anggota Kabinet Kerja.

Untuk itu, lanjut Presiden, pemerintah, DPR, DPD, dan MPR juga Pemda dan DPRD agar melakukan langkah-langkah baru. Ia menegaskan bahwa tidak boleh lagi terjebak pada regulasi yang kaku, yang formalitas, yang ruwet, yang rumit, yang basa-basi, yang justru menyibukkan dan meruwetkan masyarakat dan pelaku-pelaku usaha.

“Kita tidak bisa membiarkan regulasi yang menjebak kita, yang menakut-nakuti kita, yang justru menghambat inovasi. Ini harus dibongkar, dibongkar sampai ke akar-akarnya. Regulasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus dihapus. Regulasi yang tumpang tindih, yang tidak konsisten antara satu dan lainnya harus diselaraskan, harus disederhanakan, harus dipangkas,” tegas Presiden.

Namun demikian, menurut Presiden Jokowi, semua pihak juga harus tanggap terhadap tantangan baru yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ia menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi yang merusak keadaban bangsa, yang membahayakan persatuan dan kesatuan, yang membahayakan demokrasi, harus diatur secara terukur.

Ia mengingatkan, semua pihak harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Karena data, menurut Presiden, adalah jenis kekayaan baru bangsa Indonesia yang lebih berharga dari minyak.

Karena itu, Presiden menegaskan, kedaulatan data harus diwujudkan. “Hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan, tidak boleh ada kompromi,” ucapnya.

Menurut Presiden, inti dari regulasi adalah melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepentingan bangsa dan negara. Regulasi, menurut Presiden, harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, harus memberikan rasa aman, dan regulasi harus mempermudah semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia sejahtera.

Oleh karena itu, Presiden menilai, ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak, menurut Presiden, Undang-undang, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat, tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara, kepentingan bangsa itu bisa dilindungi.

“Saya mengingatkan jajaran eksekutif agar efisien, agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smart phone kita,” kata Presiden seraya menambahkan, mau ke Amerika di sini komplet ada semuanya, mau ke Rusia juga ada semua, mau ke Jerman juga ada semuanya.

Diukur Dari Potensi Yang Diselamatkan

Demikian juga ukuran kinerja para penegak hukum dan HAM, menurut Presiden Jokowi, juga harus diubah, termasuk kinerja pemberantasan korupsi. Ia menyampaikan bahwa penegakan hukum yang keras harus didukung dan penegakan HAM yang tegas harus diapresiasi.

Tetapi keberhasilan para penegak hukum, lanjut Presiden, bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang yang dipenjarakan, namun harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan.

Ini perlu kita garis bawahi. Oleh sebab itu, manajemen, tata kelola, serta sistemlah yang harus kita bangun,” ujar Presiden Jokowi seraya menekankan, bahwa manajemen, tata kelola, serta sistemlah yang harus dibangun.

Demikian pula ukuran kinerja aparat pengawasan dan birokrasi pelaksana, Presiden menekankan, tata kelola pemerintahan yang baik bukan diukur dari prosedur yang panjang dan prosedur yang ketat. Tetapi tata kelola pemerintahan yang baik, sambung Presiden, tercermin dari prosedur yang cepat dan sederhana, yang membuat ruang-ruang terobosan, dan mendorong lompatan-lompatan kemajuan.

“Orientasi kerja pemerintahan, orientasi kerja birokrasi pelaksana, orientasi kerja birokrasi pengawas haruslah orientasi pada hasil, bukan prosedur. Sekali lagi, harus berorientasi pada hasil,” tegas Presiden.

Realisasi anggaran, lanjut Presiden, bukan diukur dari seberapa banyak anggaran yang telah dibelanjakan, tetapi diukur dari seberapa baik pelayanan kepada masyarakat, seberapa banyak kemudahan diberikan kepada masyarakat.

Kemudian ukuran akuntabilitas pemerintahan, menurut Presiden, jangan dilihat dari seberapa banyak formulir yang harus diisi dan dilaporkan tetapi seberapa baik produk yang telah dihasilkan. “Orientasi mestinya harus ke sana. Anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat,” tutur Presiden Jokowi seraya menambahkan, pemanfaatan teknologi terbaru telah terbuka peluang untuk mempermudah hal-hal yang dulu sulit, untuk mempermurah hal-hal yang dulu-dulu mahal, dan mempercepat hal-hal yang dulu lamban dan lama.

Presiden Jokowi juga menegaskan, penyederhanaan prosedur dan pemanfaatan teknologi baru dalam bekerja harus pula disertai dengan penyederhanaan organisasi. Organisasi yang tumpang tindih, menurut Presiden, fungsinya harus digabung, dan pekerjaan administrasi yang bisa dilakukan oleh komputer dan oleh kecerdasan buatan Artificial Intelligence, harus mulai dilepas.

“Oleh karena itu, jumlah organisasi dan jumlah aparat yang tidak efisien dan tidak relevan harus mulai dipangkas. Ini akan segera kita mulai,” kata Presiden Jokowi seraya mengingatkan aparat negara, birokrat, TNI, Polri, dan pejabat-pejabat BUMN, juga harus segera berubah.

“Kita tidak kompromi aparat yang mengingkari Pancasila. Kita tidak kompromi aparat yang tidak melayani yang tidak turun ke bawah. Sebaliknya kita kan cari, kita apresiasi aparat yang selalu menebarkan optimisme, yang melakukan smart shortcut dan yang sepenuh hati melayani rakyat,” tegas Presiden Jokowi.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Kalla, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 Hamzah Haz, Ibu Shinta Nurriyah Wahid, Wakil Presiden Terpilih masa bakti 2019-2024 Ma’ruf Amin, Sandiaga Uno, para duta besar negara sahabat, dan para anggota Kabinet Kerja. ***/setkab/ebn

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *