Feature
Pernikahan Indah Karya Elvis Mendrofa
Willingly … I’ll be yours; Willingly… I’ll wait for you; All my love… And all my life; I would give for you… Only you; Wish you were mine… Wish you belong… to me…
Lagu Willingly terdengar dilantunkan merdu dari sudut pelaminan. Suara merdu itu milik pengantin pria, Yelisman Mendrofa. Bait demi bait dinyanyikan Yelis, panggilan akrabnya, sambil berjalan di karpet merah yang menghubungkan dengan kekasihnya. Perlahan namun pasti, ia menghampiri pujaan hatinya, Susan Souw. Wanita cantik yang akrab dipanggil Dessy, berbalut gaun pengantin putihnya, anggun berdiri menunggu di ujung lain untuk dibawa ke pelaminan.
Lagu Willingly dibawakan dengan penuh perasaan, sehingga para tamu ikut terbuai dan begitu menikmati ‘tontonan mesra’ ini. Sampai di depan mempelai wanita, sang pria berlutut. Ia memberikan bunga kepada pengantinnya dengan menyelesaikan bait terakhir lagu ini. For I’ll be yours … Yes, I’ll be yours… Willingly…
Keduanya pun berjalan menuju pelaminan dengan senyum sumringah di wajah masing-masing. Sementara para tamu, menyaksikan hanyut dalam haru dan bahagia.
Adalah Elvis Mendrofa, sang adik dari pengantin pria. Dia mampu ‘menyulap’ acara yang diselenggarakan di tempat yang tidak begitu besar ini, menjadi perayaan pernikahan yang indah dan meriah, santun dan berkesan.
Yelis dan Dessy, serta Elvis bukanlah sosok yang biasa menjadi berita atau konsumsi publik. Tapi saat ini, rasanya pantas dan pas jika penulis mengungkapkan kepada pembaca. Elvis yang biasa menangani pernikahan karena dia memang adalah seorang WO atau EO, dia juga sehari-harinya adalah Pengerja Gereja GKRI Diaspora Cinere. Dia menyusun, merancang, mewujudkan acara ini dengan begitu total. Mulai dari upacara pemberkatan pernikahan di gereja, sampai resepsi di Graha Jala Bhakti, Komplek TNI AL, Pangkalan Jati, Jakarta Selatan, Sabtu, 3 Nopember siang.
Padahal bagi kedua mempelai, ini bukanlah pernikahan pertama. Untuk masing-masing pihak, ini adalah pernikahan kedua. Yelis, duda ditinggal mati. Pun, Dessy, janda ditinggal mati. Masing-masing membawa dua anak remaja, laki-laki dan perempuan. “Label” duda dan janda inilah yang menjadi menarik perhatian. seringkali predikat duda dan janda menjadi alasan untuk pernikahan yang dijalankan ala kadarnya saja. Namun, tidak demikian bagi pernikahan Yelis dan Dessy.
Bagi Elvis, sekalipun ini adalah pernikahan kedua untuk kedua mempelai, namun ini tetap lah Upacara Sakral dalam perspektif iman kristiani. Karena itu, bila memakai istilahnya, dia menjalankan ‘gawean’ ini dengan segenap jiwa dan raga yang bermuara pada kasih.
Tak berlebihan, jika penulis mencoba mengekspresikan ke permukaan. Duda dan janda bukan lah aib untuk kembali menikah. Istilah duda dan janda hanya bisa dipakai oleh mereka yang ditinggal mati pasangannya. Dan bagi iman kristiani, sah-sah saja jika ingin menikah lagi. Pernikahan itu menjadi pernikahan kudus karena masing-masing adalah pria dan wanita yang bebas dari ikatan pernikahan karena pasangan sebelumnya meninggal.
Dan, dalam hal ini, bukan hanya Yelis, Dessy atau juga Elvis yang bahagia. Tapi semua para tamu, sahabat, jemaat dan Gembala Sidang GKRI Diaspora Cinere yang memberkati pernikahan ini, merasakan kebahagiaan yang sama dengan mempelai. Karena pernikahan ini adalah pernikahan sakral bagi Yelis dan Dessy. Pernikahan kudus bagi sang duda dan sang janda. Pernikahan yang tidak boleh diceraikan manusia, hingga berujung di kematian. … For I’ll be yours… Yes, I’ll be yours…. Willingly … ***