Connect with us

Entertainment

Pemerintah Belum Perlakukan Film sebagai Karya Kebudayaan

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Pelawak Bagito (Bagi Roto), Dedi Gumelar alias Miing (61) menilai, kebijakan Pemerintah baru memperlakukan pendekatan komersial terhadap seni film.

“Selama ini, Pemerintah belum memperlakukan Film sebagai karya Kebudayaan,” ujar Miing dalam dialog film bertema ‘Hak atas Kekayaan Intelektual Perfilman dalam konten Perizinan Produksi Film’ yang diadakan oleh Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, belum lama ini.

Mantan anggota DPR Komisi X periode 2009-2014 mewakili fraksi PDI P (membawahi Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan) ini menegaskan, selama dia sebagai anggota parlemen, DPR belum pernah membahas Film sebagai identitas bangsa.

“Apalagi, Film sebagai politik pendidikan, nol. Film lagi-lagi dibahas sebagai industri dan ekonomi, bukan sebagai karya seni,” papar Miing yang beberapa kali bersama dua personel Bagito lainnya (Didin Pinasti dan Unang) bermain dalam film komedi.

Miing membandingkan kiat perfilman di Amerika Serikat yang kalah perang di Vietnam. Kemudian untuk membangkitkan kepercayaan bahwa Amerika seolah-olah ‘menang perang’ di Vietnam, dibuat film Rambo yang diperankan oleh Sylvester Stallone. Persepsi publik Amerika lantas dibangkitkan bahwa identitas bangsa Amerika melalui pahlawan Rambo seolah-olah menang di strategi kebudayaan.

“Contoh lain, ketika film ‘Ghost’ terkenal di Indonesia, cewek-cewek kita lantas memotong rambutnya menjadi pendek meniru ulah pemain filmnya, Demi Moore. Kita juga pernah melakukan lewat film ‘Catatan si Boy’ karya Marwan Alkatiri, dimana Onky Alexander alias Si Boy selalu menaruh tasbih dan sajadah di mobil yang dikendarainya. Beberapa bulan kemudian, banyak anak muda kita ikutan gaya Si Boy yang lebih religius tapi tetap nyosor cewek,” imbuh Miing disambut tepuk riuh pengunjung yang mayoritas produser film dan insan-insan film.

‘Trend setter’ manjur ini berhasil mengubah persepsi publik. Ini bukti bahwa Film adalah kiat ces pleng yang cepat membangkitkan dan menjungkirbalikkan dunia mode, life style dan budaya manusia dari urakan menjadi lebih religius.

Komedian asal Banten ini menambahkan, mewabahnya Dilan – dari novel karya Pidi Baiq yang diangkat ke film – di bioskop seluruh Indonesia juga diposisikan sebagai trend setter. “Hanya saya masih ragu menjawabnya, apakah Dilan itu hak cipta atau sekedar branding ? . Bagimana jika ada sineas kita membuat film dengan judul ‘Tetangga Dilan’ atau ‘Bukan Dilan’, ini menyangkut intelectual right atau apa ?. Jelaslah, Film mempengaruhi pola pikir dan budaya bangsa kita,” tandas Miing.

Dalam diskusi Film yang berjalan gayeng sembari berbuka puasa ini juga mengetengahkan Firman Bintang (Ketum PPFI) yang banyak menyorot perizinan produksi film, Agung Damar (Dirjen HAKI, Kementerian Hukum dan HAM) membahas hak moral dan hak ekonomi dan ditutup oleh Sri Satrya Tjatur Wisnu Sasangka (Kepala Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI) yang memaparkan pembahasan bahasa Indonesia dalam judul film Nasional. Diskusi dipandu oleh Adisurya Andy, Kepala Sinematek Indonesia. (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *