Connect with us

Kabar

Netty Dilarang Nyalon, PDIP Masih Samar

Published

on

SUHU politik menjelang Pilgub Jabar 2018 naik. Dua pekan kemarin muncul pendeklarasian Komunitas Naga Bonar untuk sukses Demiz. Wakil Gubernur ini dijagokan Gerindra – PKS. Tak lama kemudian tersiar kabar DPP PKS menolak pencalonan istri Gubernur Ahmad Heryawan, Netty. Kubu PDIP masih tahan napas, geliatnya masih samar. Selain Nasdem yang sudah dukung Ridwan Kamil, namun status tiarap masih dilakukan Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKB dan Hanura.

Geliat semua parpol pemicu naiknya suhu politik berkaitan mobilisasi rakyat Jawa Barat yang akan kembali milih gubernur dan wakil gubernur baru tahun depan. Pasangan terpilih harus siap  menjalankan masa bhakti mulai 2018 hingga 2023. Dari Gedung Sate, duet kepemimpinan itu  harus mengurus dinamika 46 juta penduduk di 27 daerah kabupaten kota se-Jabar. Kewenangan kepala daerah tingkat provinsi sekarang lebih luas karena terbitnya Peraturan Pemerintah yang kembali berhak mensinkronkan kebijakan sentralisasi dari provinsi ke daerah Kabupaten dan Kota.

Sebelum duduk nyaman di Gedung Sate, duet penguasa Jabar pun harus lebih dulu dapat restu dari 13 juta orang lebih. Angka ini merupakan setengah dari 26,68 juta pemilih. Belakangan, di dalam jumlah suara tadi,  separuh di golput.

Tidak sedikit pakar politik menyebut  golputers sebagai segmen voter mengambang.  Mereka itu konon sengaja bersikap pasif karena mengendus aroma kepentingan sepihak dalam setiap gelar suksesi. Visi misi partai kadang berbanding terbalik dalam implementasi. Implementasi yang terkadang membuat rakyat makin sulit hidupnya.

Agenda demokrasi memilih gubernur dan wakilnya secara langsung di Provinsi Jawa Barat pernah terselenggara dua kali, selepas lengsernya Gubernur Dani Setiawan. Pemilihan langsung  berjalan sukses dan terbilang kondusif. Bagi sebagian orang – terutama pemerhati dan pegiat sosial politik – umumnya melihat Pilkada Jabar selalu berjalan dalam suhu panas dingin namun memiliki ciri yang spesifik.

Jawa Barat juga dianggap sangat penting bagi kekuasaan nasional, lantaran letaknya bersebelahan dengan ibukota negara, yakni DKI Jakarta. Populasi penduduk berjumlah lebih dari 46 juta (tahun 2016 ). Dataran ini pun memiliki asset kekayaan ekonomi yang luar biasa besar atas kondisi geografis yang ideal. Selain punya ribuan vegetasi maupu fauna, juga ada banyak gunung api yang ramah, hulu hulu sungai dengan air terjun didekap embun, sejumlah danau romantis dan pesisir laut yang dimanja debur ombak.

Daya tarik politik Jabar memang tak terbantahkan. Politisi mana pun yakin, agenda politik Jabar 2018 tabu untuk diabaikan. Selain itu acara ini pun sangat berkaitan dengan kalender Pilpres 2019. Makanya, bola mata parpol pastilah fokus pada asset 26,68 juta lebih pemilih di wilayah ini. Dan ternyata puluhan juta itu adalah khalayak politik yang diragukan kesetiaannya pada bendera partai, dan kondisi itu disebut swing voter. Dalam sesaat kostum mereka bisa berganti jenis parpol.

Makanya tidak aneh bila arena kampanye di sini hanya menambah penuh koleksi kaos warna warni. Itu pula yang jadi pembuka gerbang optimisme seluruh parpol. Tapi intinya, hanya sosok yang cerdas tajir dan tulus yang memiliki kemungkinan merebut nurani mereka ketika masuk ke bilik suara. Oleh karena itu banyak kalangan memprediksi kalau meja dan papan analisa parpol sekarang, terdapat tumpukan kertas khusus dan tulisan strategi istimewa.

Tarung Kepiawaian

Ajang kompetisi politik 2018 di Jabar logis bila harus disebut tarung kepiawaian. Peraihan suara Pilgub 5 tahun lalu tercatat jelas agak menakjubkan karena lolos dari prediksi umum. Untuk PDIP wilayah Jabar tetap jadi pertarungan panas. Padahal moncong putih di Jabar pernah jadi pemenang Pemilu. Tapi ternyata itu bukan jaminan sukses Pilgub 2014. Pada arena serupa 5 tahun sebelumnya si banteng pun dipaksa kalah. Calon yang diusung mereka gagal. Mungkin saja mereka kini bersikukuh, ketersungkuran Ahok – Djarot di DKI kemarin, najis kembali diderita pasangan yang hedak diusung nanti untuk Jabar 2018.

PDI-P punya hak maju sendirian kendati tidak bersama parpol mana pun, lantaran punya kursi lebih dari 20% di DPRD Jabar. Tersiar kabar PDI-P sekarang sedang memilah-milih bakal calon. Ada nama TB Hasanudin (Ketua DPD PDI-P Jabar), Iwa Karniwa (Sekda Pemprov. Jabar), dan Inneu Purwadewi (Ketua DPRD Jabar), dikuti nama lain yang belum populer. Sepertinya formasi kekuasaan di istana negara saat ini turut mempengaruhi putusannya untuk Pilgub Jabar.

Sosok elektabilitas bagus seperti Ridwan Kamil Walikota Bandung yang sudah diandalkan Nasdem, Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta andalan Golkar, merupakan sosok penting untuk mengganjal Dedy Mizwar Naga Bonar dari Gerindra. Rakyat Jabar teramat kenal pada sosok satu ini lantaran tetap rajin main sinetron dan rutin jadi juru iklan. Saking seringnya siaran, lahirlah idiom kalau Naga Bonar kini adalah juga Badak. Di tengah rakyat korban banjir, muncul selorohan, kalau badak termasuk fauna yang doyan adem di kubangan  lumpur. Itu sebabnya banjir di ibukota provinsi, yakni wilayah Bandung bagian Selatan, terkesan dibiarkan lestari karena menghasilkan banyak lumpur.

Barisan yang siap menghadang calon petahana Naga Bonar tercatat lumayan potensial. Rombongan artis ambisius pria wanita sudah ancang–ancang pengen ikut bertarung. Sebut saja Dede Yusuf artis yang mantan wakil Gubernur Jabar, Desy Ratna Sari, Farhan, dan yang lainnya. Kalau toh nama-nama tadi jadi turun, Sang Naga nanti bakal sedikit sukar untuk kembali duduk di Gedung Sate.

Terus bagaiman dengan Ahmad Heryawan alias Kang Aher sang gubernur asset paling makmur PKS yang kini tampil santai. Ia berprilaku begitu karena tak perlu sibuk untuk tetap jadi gubernur lantaran habis 2 periode.  Beberapa waktu lalu Kang Aher pernah terusik sedih sekaitan istrinya Netty yang tadinya semangat hendak maju, buntut-buntutnya ternyata malah diminta urung oleh DPP PKS di Jakarta.

Munculnya Netty ke wacana Pilgub sempat menimbulkan kekhawatiran rakyat lantaran terdapatnya risiko cengkeraman dinasti kekuasaan seperti nasib Kabupaten Indramayu  (Golkar) Kabupaten Bandung (Golkar) dan Kota Cimahi (Golkar). Ketika ambisi Netty gugur, selain rakyat senang Aher pun mengaku tetap bersyukur.

Dulu di Pilkada 2013 pasangan PKS – Gerindra yang menjagokan petahana Ahmad Heryawan – Deddy Mizwar unggul mendulang suara 6.515.313, dikuntit Rieke Diah Pitaloka – Teten Masduki 5.714.997.  Kemudian di tempat ketiga pasangan Wagub, Dede Yususf Macan Efendi – Lex Laksamana Zainal Lan 5.077.522. Sedangkan  Ketua Golkar Jabar yang mantan Bupati Indramayu, Irianto MS. Syafiudin alias Yance – Tatang Farhanul Hakim hanya 2.448.358 suara. Posisi buncit dihuni Dikdik Maulana Arif Mansur dan Cecep Nana Suryana Toyib yang neraih 359.233 suara.

Warisan Gubernur 2014 – 2018

Lima Tahun sudah duet Aher dan Naga Bonar memimpin Jawa Barat. Rekor yang  telah diraih keduanya adalah dengan terkumpulnya puluhan lembar piagam penghargaan dari sejumlah institusi pusat di Jakarta. Demikian halnya BPK yang beberapa kali membuat bangga Kang Aher dengan pemberian piagam Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ekspos yang giat atas peraihan ini diakui gubernur sebagai fakta kalau Jabar terbukti maju.

Prestasi serupa pernah diraih Jabar di PON lalu. Sebagai tuan rumah dengan kemampuan mengucurkan ongkos triliunan demi pesta sport antar provinsi tersebut, maka tak syak Jabar pun meraih gelar juara umum. Protes atlet dari banyak cabang bersama sejumlah kontingen kepada wasit  maupun tim juri, seolah dianggap Panpel hanya sebagai bumbu peraihan gelar semata.

Warisan apa sajakah buat Gubernur baru tahun depan? Cukup banyak. Sebut saja banjir tahunan di wilayah permukiman Bandung  Selatan daerah Bale Endah pinggiran Sungai Citarum. Banjir Jalan Raya Bandung – Garut di betulan Ranca Ekek, kemacetan akut Jalan Raya Kab Bandung – Garut – Tasikmalaya. Kemacetan parah Jln Raya  Cianjur – Kota Cimahi daerah Ciburuy – Cimareme Kab Bandung Barat. Macet week end Jalan raya Kota Bandung – Kab Subang trayek Jln Dr Setia Budhi. Macet week end jalur tanjakan wisata Ciwidey Kab Bandung  ke arah Selatan.

Tingginya angka pengangguran dan angka pra sejahtera ditambah kian menurunnya kualitas intelektual usia sekolah dasar menengah. Fasilitas pendidikan jadi kendala. Kalau saja kondisi memprihatinkan ini harus diilustrasikan di atas kanvas, maka ekspresinya adalah usapan kuas untuk gambar abstrak yang terinspirasi untaian benang kusut.

Sejumlah ahli planologi dan kepemiminan di Bandung sejak lama sering menyeru kalau gambar kusut tadi tidak berarti anti perubahan. Artinya semua masih bisa diubah hingga dapat meningkatkan indeks kebahagiaan masyarakat Jawa Barat. Pada intinya, kiat realisasi perubahan ke arah ideal tadi sangat tergantung pada insting dan niat para pemangku kebijakan. Jadi tidak ada kata untuk Pilgub hanya dinikmati oleh pemenang yang ala kadarnya. Maka guna memperoleh pemimpin tegas cerdas dan bijak adalah ketentuan yang juga berlaku untuk massa pemilih. Yakni tergantung tingkat kecerdasan rakyatnya itu sendiri. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *