Connect with us

Feature

Menyimak Wejangan Mahaguru Merapi

Published

on

Miniatur Gunung Merapi di Museum Gunung Api Merapi (MGM), Kaliurang, Yogyakarta. (foto: jayakartanews/nanang s)

JAYAKARTA NEWS – Hamparan sawah luas dan hijau tanaman padi selalu menyejukkan pandangan. Lahan-lahan petani yang berundak di lereng-lereng gunung biru ini, dari kejauhan seperti  bentangan permadani. Pepohonan rindang sepanjang jalan, juga tanaman perdu di musim hujan menambah ademnya suasana.

Di suatu sudut lereng Merapi panorama ini jelas tersapu pandangan. Memesona siapa pun, terutama warga perkotaan yang jarang melihat birunya langit lazuardi. Kecuali ruapan asap knalpot dari ribuan kendaraan yang mengakibatkan udara kota berjelaga. Beberapa menit saja terpapar udara bercarbon itu, wajah  terasa tebal dan tarikan nafas jadi kurang nyaman.

Namun berbeda ketika kita menuju kawasan wisata pegunungan, seperti Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY ini. Hawa sejuk mulai terasa beberapa kilometer sebelum sampai ke lokasi tujuan. Tepatnya di Museum Gunungapi Merapi (MGM) dan sekitarnya. Udara segar berlimpah ruah. Tapi kita tak bisa menangkapnya, kecuali merasakannya. Ada, tapi tiada wujudnya.

Selain museum, dan alam yang hijau, ada pula tour Lava Erupsi Gunung Merapi, semacam ekspedisi keliling kawasan yang pernah terkena guguran lava erupsi Merapi. Sesuai kondisinya, pas memang jika berkendara dengan jip terbuka. Mengasyikkan. Mau sejam, atau tiga  jam, tinggal kesanggupan badan untuk menjelajah jalan-jalan berliku dan naik turun lembah ini.

Memasuki Museum Gunung Api Merapi (MGM) di Kaliurang. (foto: jayakartanews/nanang s)

Museum Merapi

Meski sudah mengantongi rekomendasi keluarga, bahwa berkeliling lembah Merapi dengan jip terbuka sungguh menyenangkan, tapi saat itu saya putuskan tidak akan menjajalnya. Kendati cemburu juga melihat sebagian besar rombongan teman Jayakarta meluap gembira saat naik jip yang mirip mobil-mobil sport itu.

Saya menyukai alam terbuka, daratan gunung maupun suasana deburan ombak laut. Namun, ketika itu saya terserang batuk lumayan berat. Ngekel, orang bilang. Jadi, apalah daya. Istirahat malam terganggu karena sering terbangun. Tak henti-henti  batuk, padahal sudah minum bermacam jenis obat.

Jika saya paksakan diri, di tengah udara siang yang lumayan terik, dengan debu-debu yang pasti berterbangan, maka serangan batuk tentu makin parah. Maka saya pilih ke museum saja. Memikat juga tentunya. Saya sering enjoy melihat display benda-benda kuno di museum. Tempat menatap masa lalu, dan pelbagai kekayaan yang berbau purba. Museum Gunungapi Merapi (MGM). Namanya pun baru bagi saya. Apa gerangan di dalamnya.

Bisa diduga, apa saja yang dipamerkan di museum yang diresmikan tahun 2010 ini? Ya, tentang seluk beluk gunung berapi, khususnya Gunung Merapi sendiri.

MGM dibangun 2005 atas kerjasama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi DIY, dan Pemerintah Kabupaten Sleman. Hingga kini museum dikelola Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, berkoordinasi dengan Badan Geologi Bandung. Tujuan dibangunnya MGM untuk meningkatkan geowisata bernilai edukasi tentang ilmu kegunungapian di DIY.

MGM merupakan salah satu andalan destinasi wisata di Sleman. Informasi yang bisa diperoleh di museum antara lain, meliputi informasi ilmiah kegunungapian, kegempaan, dan gerakan tanah. Selain itu informasi tentang fenomena gunungapi sebagai hasil proses-proses geologi, serta informasi mitigasi bencana gunungapi, gempa bumi, tsunami, dan gesekan tanah. Dan satu lagi,  informasi sumberdaya gunungapi, serta aspek sosial budayanya.

Display bebatuan besar dari letusan Gunung Merapi, alat peraga tsunami di lantai 2, saya lihat sekilas. Pun tentang filosofi kegunungan dan alat peraga kegempaan. Pengumpulan dan pengarsipan benda bernilai yang berkaitan dengan Gunung Merapi dan gunungapi pada umumnya berada di lantai 1. Termasuk foto-foto letusan dahsyat erupsi Gunung Merapi dari masa ke masa.

Realitas foto-foto erupsi Merapi itu bagus. Dahsyat! Namun tergantung “sunyi” di dinding-dinding museum. Jika ligting-nya memadai, pun dalam porsi ruang yang megah,  tentu nilai dramatis dari foto-foto tersebut akan makin menonjol, sehingga lebih memiikat.

Foto-foto dokumentai erupsi Gunung Merapi yang dipampangdi MGM. (foto: jayakartanews/herdi priyono)

Foto dahsyatnya erupsi Gunung Merapi tahun 2010. (foto: jayakartanews/herdi priyono)

Namun, ketika memasuki ruang pemutaran film, keberadaan museum ini terasa sangat bermakna. Sungguh menggugah apa yang disajikan dalam film pendek tersebut. Memberi pesan penting akan kedahsyatan letusan Merapi, yang merupakan gunung berapi teraktif di dunia.

 

Mahaguru Merapi

Ruang pemutaran film ini memiliki kapasitas 100 penonton. Film yang diputar berjudul Mahaguru Merapi, berdurasi 15 menit. Mahaguru Merapi mengisahkan tentang erupsi Merapi 2010 yang menewaskan   398 orang. Sekitar 800 orang kehilangan usaha, sebanyak 3 ribu rumah rusak, 400 ribu penduduk kawasan terdampak mengungsi, yakni penduduk Kabupaten Sleman, Klaten, dan Boyolali. Kerugian materi akibat erupsi Merapi 2010 sebesar Rp 3,9 triliun.

Birunya Merapi dari kejauhan, dan hamparan hijau yang menutup sebagian besar kawasan  subur lereng-lerengnya, ternyata di balik itu menyimpan jutaan kubik magma yang membara. Yang  sewaktu-waktu harus dimuntahkan apabila kuba magma di dalamnya tak menampung lagi. Warnanya pun bernuansa, kekuningan, kuning pekat, hingga merah jingga, dan panasnya akan menggosongkan apa pun yang diterjangnya. Mematikan.

Di ruang pemutaran film MGM, Kaliurang. (foto: jayakartanews/nanang s)

Namun, setelah peristiwa erupsi itu, tak lama kemudian, sawah-sawah dan ladang yang terdampak menjadi hijau kembali dan bertambah subur. Material gunung seperti pasir terbaik yang digelontorkan Merapi lewat lahar-lahar dingin pun memenuhi kembali sungai-sungai yang dilalui. Juga bebatuan besar dan kecil  yang tentunya merupakan hidangan rezeki bagi penambang. Dan itu berulang dan berkait dalam setiap erupsi Merapi.

Film pendek Mahaguru Merapi memang memvisualkan erupsi Merapi. Kecanggihan alat-alat mitigasi bencana, kepiawaian ilmuwan dalam mendeteksi gejolak Merapi terlihat di sini. Imbauan setiap geliat dan gejolak Merapi terus menerus disosialisasikan kepada masyarakat dari statusi waspada, siaga hingga awas.

Ketika erupsi itu benar-benar terjadi, meski sebagian masyarakat sudah mengungsi, namun tetap terjadi kepanikan. Karena, seperti yang kerap tercanang dalam pemberitan, tidak semua masyarakat cepat bergegas mengungsi meski status berubah menjadi awas. Maka tampaklah situasi pontang-panting manusia yang lari ke sana kemari menyelamatkan diri. Semua itu disuguhkan dalam narasi visual film ini.

Mahaguru Merapi  seakan berkata, “Kalau alam sudah meradang, manusia tak kan bisa menghalang, karena pasti diterjang”. Ya, kita hanya bisa menghindar dan berupaya, lalu kembali menjaga lingkungan alam secara baik dan bijak.

Peristiwa erupsi yang berulangkali ini, kiranya belum membuat semua orang memahami bagaimana bisa arif menyikapi, mengantisipasi, dan bertindak. Museum Gunungapi Merapi, tentunya menjadi bagian dari upaya edukasi itu.

Alam, termasuk kawasan Merapi telah menghamparkan keberlimpahan berkah. Terjadinya erupsi berulang, yang sering kita sebut bencana, namun selalu disusul keberkahan lain. Tak hanya tanah yang tambah subur, tapi juga sungai-sungai yang seakan tiada putus mengalirkan bebatuan dan hamparan pasir berkelas yang diburu para pengembang. (iswati)

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *