Connect with us

Feature

“Mata Air” Doni di Sentani

Published

on

Kepala BNPB, Doni Monardo cuci muka di mata air temuannya. (foto: ist)

JAYAKARTA NEWS – Orang bijak acap berkata, “niat baik akan berbuah baik”. Yang dilakukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo adalah pekerjaan yang sarat dengan penderitaan umat manusia. Pekerjaan menanggulangi bencana hanya bisa dilakukan dengan niatan yang baik.

Belum setahun memimpin BNPB, sudah banyak yang dilakukan lelaki yang selalu membawa tumbler itu. Ia berani berbicara lantang untuk mencegah bencana. Ia berani bicara keras jika itu tujuannya menepis potensi bencana. Tak heran, jika dalam banyak hal Doni Monardo tak kalah kritis dibanding LSM lingkungan.

Bisa jadi, Doni memang dilahirkan untuk mengakrabi lingkungan hidup. Ia ditakdirkan untuk menjaga alam. Karena itu pula, alam senantiasa menjaganya.

Doni Monardo menemukan mata air di Sentani, Papua. (foto: ist)

Ini sungguh-sungguh terjadi. Tanggal 31 Maret 2019 yang baru lalu, Doni Monardo dan rombongan meninjau pengungsi korban banjir bandang di GOR Torawi, Papua. Saat melintas di tepian Danau Sentani, tepatnya di Desa Ase Kecil Kampung Telaga Maya, Sentani, Kabupaten Jayapura, tiba-tiba Letjen Doni meminta iring-iringan rombongan BNPB berhenti.

Doni langsung turun dan menghampiri seorang ibu paruh baya yang tinggal di rumah panggung dan diekelilingi genangan air. Doni membujuk ibu itu untuk mau pindah. Lalu apa kata sang ibu? “Sudah tidak usah pindah pindah, kami dari dulu sudah di sini. Mata pencaharian kami di sini, keluarga kami di sini,” kata sang ibu dengan aksen Papua yang kental.

Doni tak memaksa. Akan tetapi, usai pamit, kepada Harmensyah, Deputy BNPB bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Doni meminta “tipikal” korban terdampak seperti itu harus dicarikan solusi agar rumahnya ditinggikan dari posisi air. Harmensyah sang Deputy mengangguk paham.

Doni tidak kembali ke mobil, melainkan berjalan kaki di sekitar rumah ibu tadi. Sekitar 50-an meter dari tempat sang ibu, langkah mantan Danjen Kopassus ini terhenti. Sebuah genangan air bening dengan gelembung-gelembung kecil menyita perhatiannya. Segera Doni mendekat. Ada raut bahagia di wajahnya, meski siang itu Matahari seperti tengah membakar bumi Sentani.

“Allah menunjukkan jalan. Ada sumber air potensial di sini. Ini pasti akan sangat bermanfaat untuk rakyat,” ungkap Doni.

Prajurit Korem dan Kodim setempat, diminta bantuan oleh Doni untuk memasang bronjong, mengamankan sumber mata air yang diyakini akan sangat bermanfaat bagi rakyat. (foto: ist)

Kurang dari dua jam lulusan akmil 1985 sudah memerintahkan aparat Kodim dan Korem setempat bergotong-royong memasang bronjong dan meletakkan batu-batuan guna membuka akses ke titik mata air.

Keesokan harinya, kurang dari 24 jam, infrastruktur sederhana itu pun terwujud. Ditemani menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala BNPB Doni menengok mata air temuannya. Doni lalu mengajak Basuki untuk membasuh muka dengan air bening nan segar itu. “Ayo pak menteri kita cuci muka di sini,” kata Doni sambil mempersilakan Basuki.

Doni Monardo menyaksikan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljo mencuci muka di mata air temuannya. Setelah itu, Doni pun ikut membasuh muka dan mencicip kesegaran air Sentani. (foto: ist)

Doni sungguh berbahagia. Tangan Tuhan menggiring langkahnya untuk berhenti menemui seorang korban dan ternyata tak jauh dari tempat itu ia menemukan mata air alami. Air bersih layak konsumsi adalah kebutuhan mendasar bagi warga.

Menanam banyak pohon yang memiliki kemanfaatan sebagai sumber cadangan air adalah hal mutlak. Manusia tidak boleh sewenang-wenang menebang pohon. Mewarisi kearifan lokal masing masing daerah adalah solusi konkret menjaga dan merawat alam. Reboisasi dan Reforestasi juga merupakan Aksi Bela Negara serta aksi bela alam.

Sambil menikmati ikan bakar di sebuah restoran di tepi laut Jayapura, seseorang bertanya kepada Letjen Doni: Bagaimana caranya kok bisa ia menemukan mata air itu?

“Doa kita semua dikabulkan, saya mencarinya bukan dengan mata yang di kepala, tapi dengan mata hati,” katanya bersoloroh. ***

Laporan Egy Massadiah dari Sentani, Papua

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *