Connect with us

Entertainment

Kisah Pasar Seni Ancol ‘Lumbung’ Rejeki Para Seniman

Published

on

ajat ali bahar, pelukis yang masih eksis di Pasar Seni Ancol sejak era 70-an hingga kini–foto ebn

Pasar Seni Ancol era 70-80 an sempat menjadi lumbung rejeki para seniman Ancol. Kata Ajat Ali Bahar, pelukis Pasar Seni yang sampai sekarang masih eksis di sana, ‘ibaratnya’ mau melukis kayak apapun pasti jadi duit. Rejeki melimpah sampai-sampai banyak seniman jadi  ‘kaya’ mendadak, termasuk dirinya. Harga lukisan pada masa itu sudah mencapai Rp25-40 ribu, lumayan mahal. Tapi pengunjung tak sayang ‘buang duit’ untuk beli lukisan.

“Yang namanya dolar AS, rupiah bertumpuk-tumpuk, nggak disimpan di bank. Banyak bule ke sini beli lukisan makanya kita punya banyak dolar,” ungkap Ajat.

***

Generasi 70 hingga 80-an tentu mengingat betul Pasar Seni Ancol, tempat tongkrongan paling favorit di kalangan anak muda. Maklum pada masa itu tempat ‘hang out’ atau tempat ‘tongkrongan’ masih sangat terbatas di Jakarta. Maka jadilah Pasar Sen yang berada di Kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, menjadi pilihan utama.

Di sana bukan hanya menikmati kuliner dan aneka kerajinan seni, tapi utamanya adalah hiburan musik yang disajikan. Mau apa? Jazz, pop, blues, rock, dangdut, bahkan kesenian daerah hingga musik anak-anak ada di sana.

Band-band papan atas masa itu seperti Karimata, Krakatau, Bharata band, dll rutin manggung di sana. Penyanyi-penyanyi top seperti Utha Likumahua, Vonny Sumlang, Abadi Soesman, Elfa Secioria, dll  juga rutin manggung di sana. Pokoknya, Pasar Seni pada masa itu benar-benar ‘top markotop’. Apalagi kalau Kamis, Jumat, Sabtu, tempat itu ‘bak pasar’ yang ramai.

salah satu kios di Pasar Seni Ancol–foto ebn

Yang ‘bahagia’ tentu saja bukan hanya managemen TIJA tapi juga para pedagang kerajinan serta pelukis. “Masa itu adalah puncak kejayaan Pasar Seni. Ramainya minta ampun. Kita para seniman menyambut gembira karena para pengungung datang bukan hanya menikmati hiburan tapi juga keliling Pasar Seni dan belanja lukisan,” ujar Ajat Ali Bahar, pelukis yang sejak Pasar Seni berdiri tahun 1975 hingga sekarang masih eksis di sana.

Kala itu ibaratnya, tutur Ajat, kita (pelukis) melukis apapun bakal dibeli oleh pengunjung. “Saya nggak tahu kenapa, tapi lukisan kita-kita di sini pada masa itu laris manis. Saking larisnya, harga lukisan bisa tergolong ‘mahal’ tapi orang tak sayang ‘membuang’ uang, mereka mau saja beli. Waktu itu harga sepeda phoenix  Rp7.500 (sekarang termurah Rp1,5 juta), harga lukisan sudah mencapai Rp25-40 ribu lebih. Tapi orang tetap beli,” ungkap Ajat.

Jadi, lanjutnya, tidak heran kalau pada masa itu banyak seniman Pasar Seni jadi ‘kaya’ mendadak. “Yang namanya dolar AS, rupiah bertumpuk-tumpuk. Kadang saya nggak setor ke bank, disimpan saja. Teman-teman saya beli mobil dan macem-macem. Pokoknya berkah melimpah, benar benar luar biasa,” ujar lelaki asal Kalimantan ini.

ajat ali bahar–foto ebn

Masa-masa keemasan itu sudah berlalu. Pamor Pasar Seni makin memudar seiring bermunculannya tempat-tempat kongkow baru di Jakarta. Satu persatu seniman Pasar Seni hengkang, hanya beberapa yang memilih tetap tinggal salah satunya adalah Ajat Ali Bahar. “Ada beberapa teman yang ngajak pindah, tapi saya memilih tetap bertahan di sini,” ujarnya.

“Ada banyak alasannya kenapa saya tetap di sini. Salah satu yang pasti adalah karena saya merasa Pasar Seni telah mengangkat hidup saya. Banyak teman-teman saya yang tak tahan dan menutup kiosnya, tapi saya tidak. Tekun, ulet, kerja keras, itu saja resepnya,” ungkapnya.

“Rejeki tak akan tertukar,” tegas Ajat. Yang terpenting adalah tekun berkarya, kerja keras. Soal hasil tak perlu dipikirkan, Yang Maha Kuasa sudah mengaturnya. Nyatanya, lanjut lelaki yang berdomisili di Bandung ini, meski memang tidak ‘melimpah’ seperti dulu, namun pelanggan-pelanggan lamanya kerap datang. Setidaknya setiap bulan ia masih bisa mengantongi Rp4-5 juta dari menjual karyanya. “Tempat ini terlihat sepi, tapi jangan salah lho, rejeki tetap mampir ke sini,” kata Ajat yang telah berusia 70 tahun sambil tertawa. ***

 

 

Continue Reading
Advertisement
1 Comment

1 Comment

  1. Damayanti

    January 12, 2024 at 3:31 am

    Aku sangat bangga padamu mas Ajat cintaku. Terima kasih Jayakarta News yang telah menulis dan menerbitkan kenangan terindah ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *