Connect with us

Kolom

Kisah di Balik Buku Baru Dahlan Iskan

Published

on

Oleh: Joko Intarto

Meski e-commerce sudah demikian maju, penjualan konvensional ternyata masih ada penggemarnya. Setidaknya, ini berdasarkan pengalaman saya saat menjual buku.

Saat ini saya sedang menyiapkan penerbitan buku baru. Dahlan Iskan sebagai penulis. Saya menjadi editor.

Wujud bukunya masih berupa naskah. Saya baru bisa mengedit separo. Konsep desain visualnya masih belum ketemu: menunggu Jos Granados mendapat wangsit lebih dulu. Apalagi tata halamannya.

Bahkan, penerbit Noura Books masih akan mengubah judulnya. Yang masih ‘’datar-datar saja’’ itu. Agar lebih ‘’saleable’’. Lebih ‘’nendang’’.

Walau demikian, buku baru berjudul sementara ‘’Pribadi yang Menginspirasi’’ itu ternyata direspon positif oleh publik. Dalam dua jam sejak saya umumkan di Facebook, jumlah pesanan telah mencapai 1.400 eksemplar.

Semua pesanan dikirim melalui whatsapp saya. Transfer dilakukan ke rekening bank. Melalui ATM atau internet banking.Tidak melalui e-commerce seperti Bukalapak atau Tokopedia.

Sekedar informasi, saya sebagai admin Disway hanya menjual buku sebanyak 2.000 eksemplar. Waktunya mulai hari ini dan hingga 31 Desember. Ternyata, dalam dua jam, kuota buku tersisa 600 eksemplar.

Bagi yang belum kebagian, tidak perlu khawatir. Noura Books mencetak dengan jumlah yang cukup dan bisa diperoleh di toko buku seluruh Indonesia.

Sesuai judul (sementara), buku ini menceritakan sisi menarik orang-orang biasa yang telah berkarya nyata sehingga bisa menjadi sumber inspirasi. Terutama, bagi Dahlan Iskan sendiri.

Misalnya, Hj Nurhayati, pendiri Wardah. Siapa sangka, perusahaan kosmetika lokal itu sekarang menjadi yang terbesar di Indonesia dan nomor 6 dunia?

Yang lain: Rustono. Tetangga desa saya di Grobogan itu sekarang menjadi raja tempe di Jepang. Bahkan sedang mempersiapkan beberapa pabrik baru di Taiwan, Korea Selatan, Belanda dan Brazil.

Ada lagi: Shamsi Ali. Ustadz asal Sulawesi Selatan itu merupakan imam besar masjid New York. Yang dibangun di bekas reruntuhan menara kembar akibat serangan teroris itu. Lewat Shamsi Ali, Amerika Serikat akan mengenal lembaga pendidikan baru: pondok pesantren.

Untuk menulis kisah mereka, Dahlan Iskan mewawancai sendiri nara sumbernya satu per satu. Perlu waktu 9 bulan waktu untuk mengumpulkan sekitar 23 narasumber istimewa itu dalam sebuah buku.***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *