Connect with us

Kabar

Kemah Pers Indonesia di Danau Toba

Published

on

Ketua DPD SPRI Sumut, Devis Karamoy, S.Sos, M.I.Kom saat menerima buku kumpulan puisi karya Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si. (Foto: Monang Sitohang)

Jayakarta News – Ide Kemah Pers Indonesia di Danau Toba kembali dibicarakan di acara halal bihalal Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pers Republik Indonesia (DPD SPRI) Sumatera Utara (Sumut) di Resto Penang Corner, Jalan. Dr. Mansyur, Medan, Selasa (2/7). Turut hadir sebagai tamu Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si selaku General Manager (GM) Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (GKT), Pembina DPD SPRI Sumut, Dr. Mirza Nasution, SH, MH, dan para pengurus.

Kemah Pers Indonesia (KPI), direncanakan dua hari. Melalui kemah pers, diharapkan ada eksposur yang masif tentang Danau Toba. Pesertanya adalah para insan pers dari seluruh Indonesia. Sedangkan, teknis pelaksanaannya perlu dibicarakan lebih lanjut dengan para stakeholder kepariwisataan di Sumatera Utara, antara lain Dinas Pariwisata.

DPD SPRI concern dengan kegiatan itu, lebih karena tanggung jawab moral serta harapan Danau Toba benar-benar dilirik dunia. Terlebih saat ini, Danau Toba tengah berusaha masuk dalam Geopark Dunia. Demikian dikatakan Devis Karamoy, S.Sos, M.I.Kom selaku Ketua DPD SPRI Sumut, di acara tersebut.

Ia berharap, KPI bisa diselenggarakan bulan Oktober tahun ini. Disesuaikan dengan informamsi adanya kegiatan Unesco mewartakan diterima-tidaknya GKT, di Rinjani. Masyarakat, termasuk SPRI berharap GKT lolos menjadi Geopark dunia. “Peran media sangat penting dalam hal itu, tidak hanya sekedar mengekspose tetapi melalui para wartawan yang kita undang, dapat memberi edukasi dari sisi bagaimana jurnalis itu membangun persepektif positif,” tambahnya.

Ia menambahkan, adanya kenyataan bahwa di kawasan Danau Toba masih banyak persoalan. Misalnya, soal sampah. “Intinya, kita tidak ingin Danau Toba hanya begitu-begitu saja. Harus ada perubahan yang signifikan baik terhadap citra positif Danau Toba sebagai destinasi wisata, maupun kesadaran positif masyarakat di sekitara Danau Toba tentang bagaimana menjadi tuan rumah yang baik bagi para wisatawan,” tamban Devis.

Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si, General Manager (GM) Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (GKT) , Pembina DPD SPRI Sumut, Dr. Mirza Nasution, SH, Ketua DPD SPRI Sumut, Devis Karamoy, S.Sos, M.I.Kom Dan para pengurus serta tamu lainnya. (Foto ist)

Sementara itu, di tempat yang sama Dr. Ir. Wan Hidayati, M,Si memberi respon positif atas penjelasan maksud dan tujuan Ketua DPD SPRI itu. “Saya sangat mendukung kegiatan KPI ini, apa lagi pelaksanaanya di bulan Oktober jadi bisa, karena pada bulan September nanti akan ada kegiatan di Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, yaitu acara merapatkan masukan sekalian pengumuman GKT oleh United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (Unesco), bahwa kita masuk apa tidak,” ujar Hidayati.

Dari pihak Unesco mengatakan, divert itu paling lama dua tahun lagi untuk dibicarakan, tetapi saya berkirim kembali permohonan, karena kami meminta tiga bulan dikasih waktu untuk memperbaiki apa yang mereka rasa kurang sesuai kriteria. “Sudah saya kirim ke Unesco apa yang menjadi jawaban dari rekomendasi mereka. Sudah saya buat master plan semua untuk masukan dan saya kirim semuanya dan mereka mengucapkan terimakasih atas usaha yang telah kami buat. Unesco sangat mempertimbangkan,” jelas Hidayati.

Ada kelaziman, orang luar negeri kalau sudah bilang “tidak” tetap “tiedak”, begitu pula sebaliknya. “Dengan adanya statemen mereka yang mengatakan ‘kami mempertimbangkan semua upaya Anda’, berarti ada harapan ya? Mereka juga akhirnya bilang, ‘sampai jumpa di Rinjani, Lombok’,” tambahnya.

Persoalan Danau Toba, kata Hidayati, bukan lagi pada persoalan sumber daya alam, melainkan sarana dan infrastruktur pendukung. Sebagai contoh, fasilitas toilet saja masih banyak kekurangan. Belum lagi soal kebersihan.

“Dengan segala macam startegi, saya bawa ke tempat yang sudah kita tata, artinya tim dari Unesco itu saat berkunjung kita bawa masuk dan perlihatkan, ini loh tempat yang dijadikan geosite, yang kriterianya ada kamar mandi, penunjuk arah, gapura kemudian ada edukasi dan panel, kami tunjukkan tempat itu dan sudah bagus. Kemudian bertanya 16 geosite yang lain mana? Kami bawa lagi  keliling-keliling ke delapan geosite yang mereka kunjungi ternyata OK, dan tidak semua dapat dikunuungi saat itu karena tidak sempat,” ungkap Hidayati.

Kemudian keluarlah sembilan rekomendasi Unesco dan kesembilan rekomendasi itu tidak sulit. Lalu saya buat rekomendasinya dan ini belum boleh share sebelum bulan sembilan, karena nanti takutnya dianggap Unesco saya jor-joran dengan mengkatakan GKT sudah lulus, padahal belum.

“Di sini saya sudah kirim ke Unesco ke Sekda Provsu, dan kemana-mana email report kita, ke Kementerian Pariwisata juga sudah menerima ini, jadi bagaimana saya mengemas ini semua agar mereka (Unesco) mengetahui bahwa GKT sudah siap untuk itu,” ujar Hidayati sambil menunjukkan beberapa foto malam itu.

Satu di antara sembilan rekomendasi adalah soal visibility belum lengkap. Diakui, ketika mereka hendak masuk ke information centre tidak ada petunjuk “300 meter Information centre”. “Saya menerangkan bahwa ada beberapa pintu masuk ke kawasan GKT, yakni pertama dari Sibolga menuju Tapanuli Utara, dari Nangroe Aceh Darusalam masuk ke Silangit Sabungan, lalu dari Medan ke Berastagi kemudian dari Parapat masuk ke Sibaganding. Kita juga membangun arah Berastagi, dari Silangit masuk Huta Ginjang sudah ada gapura-gapura dan lainnya, satu bulan ini kami kerjain apa yang menjadi rekomendasi,” jelas Hidayati.

Di akhir acara Hidayati membagikan beberapa buku kumpulan puisi kepada pengurus DPD SPRI Sumut, dan kemudian sempat membacakan salah satu di antaranya yang berjudul “Perdebatan di Tepian Danau Toba” . (monang s)