Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Jangan Khawatir Dengan Revolusi Industri 4.0

Published

on

Presiden pada acara pembukaan Indonesia International Motor Show 2018 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (19/4/2018).

INDONESIA perlu melakukan revitalisasi industri manufaktur sesuai dengan perkembangan implementasi Industri 4.0 saat ini. Oleh karena itu, melalui peta jalan Making Indonesia 4.0, langkah strategis yang akan dilaksanakan bertujuan untuk mencapai target menjadi 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia tahun 2030.

Menurut Presiden Jokowi, para pelaku industri tidak perlu khawatir dengan adanya revolusi industri keempat atau yang dikenal dengan era industri 4.0. Peralihan teknologi dari era industri sebelumnya menuju industri 4.0 justru akan membuka peluang baru yang luar biasa besar. Namun, para pelaku industri dituntut untuk dapat memahami, mempersiapkan, dan mengikuti perubahan-perubahan yang ada.

Presiden didampingi Menperin Airlangga Hartarto berdialog dengan pengunjung pameran.

“Yang kita perlukan adalah melek. Benar-benar mengikuti, benar-benar mencermati secara cepat, mendalami, dan mempersiapkan. Kita harus cekatan, lincah, dan harus siap,” kata Presiden pada acara pembukaan Indonesia International Motor Show 2018 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (19/4/2018) lalu.

Di hadapan para pelaku industri otomotif nasional, Presiden Jokowi membeberkan prediksi sejumlah pihak mengenai dampak dari era industri 4.0, khususnya di sektor otomotif. Prediksi tersebut salah satunya menyangkut soal layanan ride sharing seperti yang kita kenal saat ini dengan Go-Car maupun GrabCar.

Kehadiran layanan serupa itu disebut-sebut mengubah tren konsumsi dari yang mulanya jual-beli menjadi apa yang disebut Presiden dengan “panggil mobil”. Pelanggan kini bisa mengakses angkutan mobil, kapan saja, di mana saja, dengan menggunakan aplikasi di gawainya masing-masing. “Tren-tren seperti ini harus kita baca. Akhirnya banyak yang menyampaikan, ngapain orang masih beli mobil kalau bisa mengakses transportasi mobil, kapan saja dan di mana saja, dengan menggunakan aplikasi mobile?” paparnya.

Perubahan tren konsumsi dan skema bisnis seperti ini merupakan dampak dari era industri 4.0 diprediksi dapat mengancam keberlangsungan industri otomotif di Tanah Air apabila memang benar terjadi. Sejumlah prediksi lainnya juga sempat dibicarakan Presiden dalam kesempatan itu. Namun, Kepala Negara tidak begitu saja percaya dengan prediksi-prediksi serupa itu. “Itu prediksi-prediksi dan itu yang saya enggak percaya. Kalau yang pesimis-pesimis seperti itu saya enggak percaya,” tegas Presiden menambahkan.

Presiden percaya, revolusi industri di sektor otomotif justru akan meningkatkan pertumbuhan industri otomotif itu sendiri, bukan malah menciut. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor otomotif dan sektor transportasi pun disebutnya juga akan bertambah, bukan malah berkurang.

Dari contoh kasus layanan ride sharing tadi, Presiden Jokowi mengajak kita untuk menganalisis peluang apa yang sebenarnya terbuka lebar dari perubahan itu. Kita bisa mengetahui, kendaraan yang digunakan dalam layanan itu kini seolah bertindak menjadi kendaraan umum di mana setiap kendaraan bisa dipakai banyak orang dan terus menerus. Hal itu memunculkan kebutuhan yang jauh lebih besar akan perawatan kendaraan secara rutin. “Ya pasti mobil itu akan harus dirawat lebih intensif. Mobil itu harus sering dicuci. Kalau kita lihat, cuci mobil terutama interiornya itu adalah sebuah jasa yang padat karya. Merawat (memperbaiki) mobil itu adalah jasa yang padat karya,” paparnya.

Bukan hanya itu, dengan digunakannya kendaraan ini secara terus menerus untuk melayani pelanggan selama 20, bahkan 24 jam per hari, sudah tentu kebutuhan akan perbaikan berkala juga semakin meningkat. Masa pakai kendaraan pun akan lebih banyak berkurang. Inilah beberapa peluang yang setidaknya muncul di tengah perubahan-perubahan era industri 4.0 yang harus dipahami bersama. Presiden yakin, dengan kemampuan Indonesia di bidang otomotif, peluang-peluang itu dapat digarap dengan baik. ***