Connect with us

Feature

Jagad Keris, Dari Masa ke Masa

Published

on

Display keris dan wrangka-nya. (foto: roso daras)

Jayakarta News – Keris, tak pelak menjadi warisan budaya adilihung. Terlalu banyak kisah dan cerita tentang keris yang mengalir mengiringi irama sejarah Babad Tanah Jawa, hingga masa kerajaan-kerajaan, bahkan hingga hari ini.

Ada cerita keris Mpu Gandring, yang memakan korban Mpu Gandring sendiri sebagai pembuat keris. Ia dibunuh Ken Arok yang tidak sabar menanti selesainya proses pembuatan keris itu. Mpu sakti pembuat keris itu pun mengutuk Ken Arok sebelum lepas ajal. Kutukan itu pun kemudian terjadi, keris Mpu Gandring menelan banyak korban mulai dari Ken Arok, orang-orang di sekitar Ken Arok, hingga turun-temurun.

Ihwal kesaktian keris, masyarakat Jawa juga mengenal keris Nogo Sosro Sabuk Inten. Keris Kyai Condong Campur milik kerajaan Majapahit. Keris Kyai Setan Kober ageman Ki Aryo Penangsang. Dan masih banyak lagi kisah keris sakti dengan kekuatan yang luar biasa.

Sebagai “senjata” perorangan, keris biasanya melekat pada si empunya. Zaman dulu, keris disakralkan. Saat ini, tidak sedikit masyarakat yang juga masih memperlakukan keris sebagai pusaka yang harus dirawat dengan berbagai ritual.

Bangsa ini juga mengenal para pahlawan nasional dari foto dan lukisan, lengkap dengan senjata keris bersamanya. Sebut saja Jenderal Sudirman. Sekalipun ia seorang prajurit, seorang tentara, tetapi ke mana pun bertugas, ia tak pernah meninggalkan kerisnya.

Juga tokoh pahlawan lain seperti Pangeran Diponegoro. Trah Sultan Yogya yang anti-Belanda dan gigih memerangi Belanda ini juga terkenal dengan keris saktinya yang dikenal sebagai Kyai Nogo Siluman. Keris sakti ini raib bersamaan dengan ditangkap dan dipenjaranya Pangeran Diponegoro. Sejumlah informas yang berkembang akhir-akhir ini, keris itu dibawa ke Belanda. Bahkan berita beberapa waktu lalu, keris Pangeran Diponegoro dikoleksi oleh warga Jerman.

Tokoh lain yang penampilannya selalu dilengkapi keris adalah Kyai Mojo. Sekalipun bergelar kiai, tetapi keris tetap menjadi pelengkap penampilannya. Masih banyak tokoh pahlawan lain yang akrab dengan keris.

Para pahawal yang tampil dengan keris pusakanya. Atas dari kiri Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, dan Kyai Mojo. Bawah dari kiri: Tuanku Tambusai, Sultan Agung Tirayasa, dan I Gusti Ketut Jelantik. (foto: roso daras)

Kedekatan secara emosional masyarakat dengan keris, menjadikan benda yang satu ini langgeng keberadaannya. Ketika tinggal sedikit saja masyarakat yang masih menyakralkan keris, pelan-tapi-pasti, generasi yang lebih muda mengapresiasi keris dalam bentuk yang berbeda.

Setidaknya, dalam pakem budaya tradisional, setiap set lengkap busana, selalu disertakan sebilah keris yang diselipkan di pinggang. Di beberapa daerah, diselipkan di depan.

Apresiasi lain dalam bentuk souvenir. Kini, dengan uang beberapa ratus ribu rupiah saja sudah bisa mendapatkan sebilah keris yang indah. Bisa buat pajangan.

Merebak dan bertahannya keris di tengah-tengah kehidupan kita, tak bisa dipungkiri berkat dukungan pemerintah pula. Seperti yang baru-baru ini digelar di Jogja Gallery, Jogja International Heritage Festival Keris 2019, tanggal 30 Agustus – 3 September 2019.

Acara yang diresmikan Gubernur DI Yogyakarta yang juga Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X itu terselenggara atas dukungan Dana Keistimewaan yang ada di Dinas Kebudayaan Provinsi DIY.

Selain memajang aneka keris berbagai daerah dan luar negeri, event itu juga dirangkaikan dengan sejumlah kegiatan pendukung. Misalnya, Lomba Foto “Budaya Keris”, Travel Heritage, Pameran Symbolika Keris, Bursa Keris, Seminar Keris, dan Konsultasi Keris. Di satu sudut Jogja Gallery, seorang perajin memeragakan kerja mpu pembuat keris. Ia duduk memeragakan cara membuat keris.

Perajin keris berdemo di sudut Jogja Gallery. (foto: roso daras)
Ragam bentuk “dhapur” bilah keris. (foto: roso daras)

Dalam salah satu panel, pengunjung diberi informasi hal ihwal keris. Keris dibuat dari logam campuran melalui teknik tempa lipat, sehingga menghasilkan guratan-guratan ornamentik baik abstrak maupun figuratif yang disebut “pamor”. Istilah pamor berarti “awor” atau mencampur yang mencerminkan simbol perkawinan kosmis antara Bapa Angkasa dan Ibu Bumi. Konsep ini mencerminkan keselarasan hubungan manusia dan Sang Pencipta.

Sifat besi liat tetapi tidak tajam, sifat baja tajam tetapi mudah patah, sifat nikel/meteorit liat dan indah, sehingga teknik tempa lipat pamor dapat menghasilkan karakter logam yang liat, tajam, kuat, dan indah.

Keris dilengkapi berbagai bagian yang disebut dengan istilah rerincikan. Tiap-tiap rerincikan tersebut menjadi ciri dan tanda atas rupa atau tipologi bentuk keris, yang kemudian disebut dengan istilah “dhapur”. Dhapur memiliki fungsi dan makna yang disesuaikan dengan pemiliknya. Dalam manuskrip Kawruh Mpu diterangkan setidaknya terdapat lebih dari 742 dhapur keris yang menunjukkan kreativitas dan estetika keris yang sangat beragam. (roso daras)

Sebilah keris di antara patung loro blonyo. Indah sebagai hiasan. (foto: roso daras)
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *