Connect with us

Kabar

Ir. Warsono Kusubandio: Pembangunan Transmigrasi Zaman Milenial

Published

on

Ir. H.S. Pramono Budi, M.M. sekjen DPP Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI), Kiri dan Ir. Warsono Kusubandio mantan  Kepala Biro Perencanaan Depnakertrans, kanan. (Foto : Istimewa)

Ir. Warsono Kusubandio, yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan Depnakertrans di era Presiden Soeharto menceritakan bahwa Transmigrasi sejak kelahirannya terus berkembang. Sekalipun mulainya adalah kolonisasi Belanda, tetapi bung Karno mengubah namanya menjadi Transmigrasi pembangunan khas Indonesia. Dan diharapkan transmigrasi menjadi salah satu tombak pembangunan yang penting, untuk mempercepat proses akulturasi dan proses asimilasi, sehingga bangsa ini menjadi bangsa Indonesia yang baru. Karena itu bung Karno mengatakan “Transmigrasi adalah hidup mati bangsa kita”.

Karena itu dalam pemikiran bung Karno, Transmigrasi adalah upaya pembangunan (rekayasa) dengan semangat dan jiwa percepatan proses akulturasi dan asimilasi. Namun dalam perjalanannya, semangat itu hilang akibat hiruk pikuk kemerdekaan hingga pembangunan, sehingga banyak eksesnya bahkan selama orde Reformasi diragukan urgensinya. Terbukti selama orde Reformasi, kedudukan transmigrasi terombang-ambing masuk dalam berbagai kementerian.

Dikatakan Kusubandio, jika kita menginginkan Transmigrasi diangkat kembali, maka jiwa dan semangat Transmigrasi kita hidupkan seperti dimaksud bung Karno kita hidupkan kembali, bukan dengan melihat program transmigrasi masa lalu, tetapi transmigrasi yang sejalan dengan kebutuhan zaman yaitu zaman milenial di era digital, yaitu dengan merekayasa proses informasi, akulturasi, dan asimilasi, melalui transmigrasi.

Untuk itu menurut Kusubandio diperlukan pemikiran yang konsepsional dan mendasar. Jadi, melalui pembangunan transmigrasi akan menjadikan bangsa ini tetap dalam kebhinnekaan, tetapi dalam persatuan NKRI yang kokoh. Transmigrasi seperti itu sangat relevan, dan sangat dibutuhkan apalagi kini saat persatuan kesatuan bangsa sedang mengalami ancaman, kita perlu segera melakukan reformasi kembali pembangunan transmigrasi.

Kusubandio mengatakan kenapa transmigrasi disebut sebagai hidup matinya bangsa, itu dikarenakan transmigrasi (migrasi) terjadi proses akulturasi budaya, proses asimilasi, dan amalgamasi. Serangkaian proses sosiologis tersebut akan membentuk kita menjadi bangsa Indonesia baru, yang tetap bhinneka, namun sangat kokoh persatuannya karena kita benar-benar merasakan sebagai bangsa Indonesia.

“Transmigrasi menjadi salah satu tombak pembangunan yang penting, untuk mempercepat proses akulturasi dan proses asimilasi, sehingga bangsa ini menjadi bangsa Indonesia yang baru,”Jelasnya. Hal senada juga disampaikan Ir. H.S. Pramono Budi, M.M. sekjen DPP Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) menjelang Munas dan HUT ke 15 PATRI bulan Maret ini. Menurutnya, tugas berat dari para kader PATRI ditahun  ini adalah mengembalikan gerakan transmigrasi sebagai bagian sejarah membangun negeri. Transmigrasi dengan semangat dan format baru, transmigrasi dengan aneka cara pendekatan agar semangat transmigrasi mampu menjadi pembangun dan perekat Nasional.

Dikatakan Hasprabu begitu dirinya disapa, bahwa zaman sekarang dengan system demokrasi, dan kekuasaan sudah berganti berulang kali, namun jejak sejarah, dan asset gerakan transmigrasi masa lalu tidak bisa dihilangkan begitu saja. Untuk itu dirinya mengajak kepada segenap masyarakat agar membuka kembali lembaran sejarah, bagaimana fakta didalam sejarah sangat banyak jejak gerakan transmigrasi yang hampir terlupakan. Situs dan prasastinya tersebar luas dipenjuru negeri ini, seperti adanya desa, kecamatan, dan kota-kota yang dulu dibangun oleh transmigran, masih jelas dan nyata.

“Generasi kita kian sedikit yang tahu dan menyadari bahwa tempat tinggalnya itu dulu adalah hasil jerih payah para pelaku sejarah, para transmigran, orangtua kita, nenek moyang kita,”Jelasnya, Karena itu menurutnya, untuk mengembalikan gerakan transmigrasi sebagai bagian ujung tombak pembangunan dan pemersatu bangsa, harus ada langkah konkrit. Mengangkat kembali tinggi-tinggi nama transmigrasi yang telah terdegradasi ini. Bertekad mengangkat kembali transmigrasi dengan cara merubah peringatan seremonial formalitas menjadi gerakan transmigrasi nasional yang berkualitas.

“Biarlah dalam dua puluh tahun sejak reformasi, transmigrasi terabaikan. Jiwa korsa melemah, moral juara menyurut, rasa percaya diri bagai di amputasi. Transmigrasi lesu seperti hidup dalam ruangan pasungan. Saatnya kita buat peradaban baru transmigrasi Indonesia dengan gerakan transmigrasi NOW, ucapnya lagi. (*)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *