Connect with us

Entertainment

Generasi Milenial, Antara Lagu Perjuangan dan ‘Kereta Malam’

Published

on


JAYAKARTA NEWS – Greget dan semangat HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia masih tetap berdenyut di bulan Agustus ini.

Dalam dunia seni, beberapa musisi dan pesohor mencoba merekam dan merilis album lagu-lagu perjuangan.

Lilis Chandra Kirana, ibu rumah tangga dan pimpinan Bintang Kirana Voice  baru-baru ini merilis album ‘Untukmu Indonesiaku’ berisi 7 lagu perjuangan. Yaitu ‘Desaku’ (L Manik), ‘Rayuan Pulau Kelapa’ (Ismail Marzuki), ‘Tanah Airku’ (Ibu Sud), ‘Indonesia Pusaka’ (Ismail Marzuki), ‘Terimakasihku’ (Sri Widodo), ;Sepasang Mata Bola’ (Ismail Marzuki0 dan ‘Kulihat Ibu Pertiwi’ (NN).

“Tujuan saya merekam ulang lagu-lagu perjuangan yang bersemangatkan Nasionalisme untuk mengingatkan generasi milenial agar hafal dan bisa menyanyikannya. Jangan mereka tahunya hanya lagu dang dut ‘Kereta Malam’ saja…,” lontar Lilis tersenyum kepada penulis.

Lilis menjelaskan, sebelum merekam lagu perjuangan ini, dia dan teman-temannya harus berkieliling ke kota-kota di seluruh Indonesia. Mereka ke Bandung, Jogjakarta, Surabaya dan sejumlah kota lainnya untuk meminta izin kepada hak waris dan pemilik lagu tersebut.

“Semuanya setuju. Hanya ada satu lagu yang sulit dicari hak waris dan siapa pencipta aslinya. Akhirnya kita tuliskan NN saja,” imbuhnya.

Apakah lagu ‘Kulihat Ibu Pertiwi’ yang dinyanyikan oleh Iwan Fals sebagai lagu tema dalam film ‘Bumi Manusia’, Lilis tidak ingat pasti. Karena di album, tertulis nama  Ismail Marzuki sebagai pencipta lagu ‘Kulihat Ibu Pertiwi’. Padahal, lagu tersebut adalah adaptasi dari lagu rohani/lagu gereja di abad 18.

Selain direkam, album ‘Untukmu Indonesiaku’ juga bisa dibuka lewat YouTube. 

“Kita sengaja merekam dengan semangat dan doa. Dalam berbagai genre musik. Ada pop, pop jazz, keroncong, dan sedikit rock, juga ada etnis Balinya,” lontar Lilis lagi.

Lilis yang bersuamikan pengusaha asal Jerman bernama Hans ini juga berkisah, selain tarik suara, ia juga punya hobi mengoleksi busana batik, baik batik dari Solo, Jogjakarta, Lasem maupun Cirebon.

“Semua produk lokal, Indonesia. Walau suami saya orang Jerman, toh jiwa saya tetap Indonesia. Saya hanya mengoleksi dan mengumpulkan batik khas Indonesia, bukan batik bajakan asing seperti dari negara tetangga kita atau dari negara lain. Saya enggak rela kalau warisan bangsa Indonesia seperti batik dibajak oleh orang asing,” sergap Lilis.

Ini menarik. Perpaduan antara lagu perjuangan Indonesia dan batik khas Indonesia. Kapan dipadupadankan nih, misalnya dalam sebuah fashion show di luar negeri ?

“Tepat…kami juga sedang memikirkan ke arah sana. Siapa lagi kalau bukan kita orang Indonesia yang akan mewariskan lagu perjuangan dan batik Indonesia,”  timpal Lilis.
Who knows ? (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *