Connect with us

Kabar

Efek eksodus warga Rohingya, Dunia Perbesar Tekanan terhadap Myanmar

Published

on

TEKANAN masyarakat internasional semakin kuat terhadap Myanmar agar negara anggota ASEAN itu menghentikan kekerasan di Rakhine, yang menyebabkan sebanyak lebih dari 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Amerika Serikat juga menyerukan perlindungan bagi warga sipil di negeri. Sementara Bangladesh meminta bantuan internasional untuk menangani pengungsi.

Disisi lain, pemerintah Myanmar menyatakan pasukan keamanannya sedang memerangi “teroris” setelah pos-pos penjagaannya diserang, sejak 25 Agustus lalu. Mereka juga menyatakan melakukan segala cara untuk menghindari korban sipil.

Namun, pejabat hak azasi manusia PBB, Senin 11 September 2017, mengecam keras Myanmar yang disebutnya melakukan operasi militer kejam terhadap warga Rohingya, yang mayoritas Muslim, di barat negeri itu atau Rakhine. Dia juga menyebut operasi itu ‘sebuah contoh pembersihan etnis’.

Sementara, Amerika menyatakan pengusiran paksa warga Rohingya memperlihatkan pasukan keamanan Myanmar tidak melindungi warga sipil. Selama ini, Washington sangat mendukung transisi Myanmar dari rejim militer yang sangat keras kearah demokrasi yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.

“Kami minta pihak keamanan Birma menghormati hukum, menghentikan kekerasan, dan mengakhiri pengusiran paksa warga sipil dari semua etnis,” tegas pernyataan Gedung Putih.

Pemerintah Myanmar tidak memberikan komentar atas desakan AS. Tapi jubir Suu Kyi, sebelum pernyataan AS, mengeluarkan pernyataan bahwa Myanmar juga prihatin atas penderitaan warga yang terjadi. Pasukan keamanan sedang melakukan tugas memulihkan ketertiban setelah aksi ekstrimis, tambahnya.

“Pemerintah Myanmar sangat memahami keprihatinan masyarakat internasional berkaitan dengan penderitaan dan pengusiran terhadap semua etnis masyarakat yang terkena dampak dari peningkatan kekerasan yang dipicu oleh aksi terorisme,” kata jubir Suu Kyi, Zaw Htay, dalam pernyataan tertulis.

Pemerintah Myanmar, sampai saat ini, memandang sekitar 1 juta warga Rohingya sebagai pendatang ilegal dari Bangladesh dan tidak memberikan status kewarga-negaraan kepada mereka. Meskipun banyak warga Rohingya sebenarnya sudah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Latar belakang krisis kemanusiaan sekarang ini karena dipicu oleh serangan Pasukan Penyelamat Arakan (ARSA) terhadap pos polisi dan pengkalan militer di utara Rakhine pada 25 Agustus lalu. Serangan ini langsung dibalas oleh angkatan bersenjata Myanmar dengan pengerahan pasukan, yang menurut para pengungsi bertujuan mengusir mereka dari negeri itu.

Serangan yang berskala lebih kecil dari  pemberontak ARSA, Oktober tahun lalu, juga sempat memicu reaksi keras pasukan keamanan sehingga sebanyak 87.000 warga Rohingya lari ke Bangladesh.

Bangladesh sendiri sudah meminta bantuan internasional untuk menangani pengungsi Rohingya. Sejak kekerasan dimulai Agustus lalu, sudah 300.000 orang mengungsi. Padahal saat itu, negeri miskin ini sudah dibanjiri oleh 400.000 pengungsi. Dengan total sekitar 700 ribu pengungsi, Bangladesh sungguh membutuhkan bantuan internasional.(REUTERS)

 

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *