Connect with us

Kesehatan

Cara Terbaik Menghadapi “Emosi” si Doi….

Published

on

MENGHADAPI pasangan yang temperamental dibutuhkan lebih dari sekadar kesabaran. Sebab, kedekatan tidak dibangun dari emosi melainkan dengan cara mengendalikan diri. Untuk itu dibutuhkan strategi menghadapi pasangan yang emosional atau temperamental.

Seringkali kita dibuat tak berdaya menghadapi pasangan yang bersumbu pendek, emosinya mudah terpicu oleh hal yang sepele. Contoh, lupa meletakkan kunci mobil, atau marah saat sedang mengemudi disalip kendaraan lain, jengkel karena lupa menaruh sesuatu, dan masih banyak lagi kejadian yang membuat egonya terusik ataupun frustrasi karena keinginannya tidak dicapai

Di dalam suatu rumah tangga sering ini dianggap sebagai pemanis atau perekat hubungan, padahal jika pertengkaran terjadi setiap saat, ini bukan lagi sebagai pemanis hubungan justru bisa merusak hubungan yang harmonis.

Wieka Dyah Partasari seorang psikolog dan staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya, Jakarta mengingatkan janganlah emosi dibalas dengan emosi. Sebab, jika perangai keras dilawan dengan keras, bisa membuat ledakan. Karena itu, bersikaplah lebih tenang dan menahan diri agar tidak ikut terpancing emosi yang hanya akan membuat suasana semakin suram dan panas. “Melawan emosi dengan emosi tidak akan melahirkan solusi yang menyenangkan untuk kedua belah, malah bisa ‘perang dunia’,” ujar Wieka.

Sejatinya suatu pasangan sebelum memasuki gerbang pernikahan sudah lebih dulu mengetahui tabiat dan karakter dari pasangan masing masing sejak masih pacarana. Artinya, ketika memutuskan menikah, sudah terjalin komunikasi dan sikap saling memahami satu-sama-lian.

Menjadi tidak realistis kalau kemudian kita meminta pasangan untuk mengubah karakter, dari temperamental menjadi lemah-lembut. Itu sangat sulit, mengingat ada karakter tertentu yang cenderung bersifat menetap dan sulit diubah, kecuali atas kemauan dan kesadaran yang bersangkutan.

Orang yang emosional umumnya tidak senang dibatasi, sehingga ekspresi emosinya ditampilkan keluar. Bisa jadi, karakter seperti ini bawaan sejak kecil atau pengaruh lingkungan keluarganya. Karena itu cara terbaik menghindarinya ketika masih pacarana, bila menemukan bibit temperamental sebaiknya berpikir dua kali jika hendak melanjutkan ke jenjang pernikahan. “Karena karakter cenderung sulit diubah,” tegasnya.

Banyak yang keliru dengan menenggang sikap temperamental pasangan, dengan berharap bahwa karakter itu akan hilang setelah menikah. “Jangan lupa, ketika menikah, sejatinya menyatukan dua orang dengan karakter masing-masing. Yang wanita dengan karakter bawaannya, demikian pula yang pria,” tambah Wieka.

Usaha maksimal yang bisa dilakukan adalah menenggang karakter pasangan dalam level tertentu. Jika bisa menerima, maka tidak akan terjadi masalah serius, tetapi jika tidak menerima, itu akan memicu perselisihan di kemudian hari. Karakter temperamental, ada kalanya meninggalkan bekas luka di hati akibat perkataan kasar, bahkan yang lebih parah, bisa meretakkan hubungan. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *