Connect with us

Feature

Bunga Plastik Tandi Kogoya

Published

on

Ilustrasi anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang tertangkap polisi.

KALAU  saja Kompol Awaludin Amin, anggota Satgas Nemangkawi Mabes Polri itu tidak segera melonggarkan pelukannya, bisa jadi ruang kerja Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Timika, akan basah oleh air mata. Bergegas ia berpamitan, berjanji datang lagi bila bertepatan berada di kota itu.

Tandi Kogoya menyerahkan bunga plastik yang dirangkai dari bekas pipet minuman. Berharap Kompol Awaludin menyimpannya agar mengingatnya. Tak kurang Kalapas yang hadir saat itu, menahan nafas haru.

Kardus-kardus bekas makanan dikumpulkan, satu per satu dilipat, disusun, hingga membentuk sebuah pot. Dan di atas pot itulah bunga-bunga plastik dirangkai. Demikian Kalapas M. Doloksaribu menjelaskan ihwal buket kardus berbunga plastik.

Tandi Kogoya berada di Lapas Kelas II B Timika untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukannya. Ia divonis satu tahun enam bulan, karena tanpa hak membawa dan mempergunakan senjata api.

 

Kompol Awaludin Amin

Ia tak pernah mengenyam pendidikan. Di kampungnya, Kabusiga, Intan Jaya, tak ada sekolah. Ayahnya meninggal karena perang suku. Ibunya menyusul karena sakit. Tandi bahkan tak ingat wajah kedua orang tuanya.

Sejak kedua orang tuanya meninggal, ia diasuh nenek. Tapi itu pun tak berlangsung lama. Ia sebatang kara setelah neneknya meninggal. Saat itulah ia sering tidur lapar.

Dari orang-orang kampung, ia tahu kakak pertama ada di Kalikabur, Tembagapura. Tandi menempuh dua hari dua malam berjalan kaki dari Kabusiga ke Tembagapura. Malang tak bisa dilawan. Beberapa tahun kemudian kakak pertamanya pun meninggal akibat perang suku.

Sepeninggal kakaknya itulah ia mulai direkrut Waker, pimpinan kelompok kriminal bersenjata yang beroperasi di Tembagapura. Sabinus Waker adalah om dari garis mama. Sejak itu ia tidak bisa lepas dari “genggaman”.

Mereka kasar. Ketika Tandi tak mau mengikuti perintah, sebuah peluru disasar ke arah atas kepalanya. Kalau Tandi minta izin meninggalkan Kalikabur, pulang ke Kabusiga, Waker bersaudara menyebar kabar bahwa ia menjadi mata-mata. Dengan cara itu maka Tandi akan “dihabisi” anak buahnya.

Meskipun bisa menghitung nilai uang, Tandi buta huruf. Tak bisa baca-tulis. Ia menggeleng tanda tidak tahu, ketika ditanya apakah perjuangan Sabinus Waker terkait dengan gerakan Papua merdeka.

Tak mengenal kasih sayang sejak usia dini, menghadapi kematian demi kematian dari orang-orang dekatnya, berkenalan dengan kekerasan, membuat tatapan Tandi menerobos ke jendela kecil dinding Lapas.

Ia seperti merindukan kasih sayang. Mungkin rasa itu yang membuat ia tak ingin melepas pelukan Kompol Awaludin. Bahkan, berulangkali ia katakan tidak akan meninggalkan Lapas Kelas II B Timika sekalipun masa tahanannya kelak berakhir. Tandi ingin berkebun. Berharap Kalapas memberinya izin untuk mengolah lahan yang ada di sekitar Lapas.

Niat Tandi sudah dibuktikan ketika ia memilih tetap tinggal di dalam Lapas saat sejumlah nara pidana menggunting kawat penjagaan untuk melarikan diri. Ia tidak ikut lari sekalipun kesempatan itu ada. (Kristin Samah)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *