Connect with us

Feature

Boleh Beda, Kita Tetap Sebangsa

Published

on

Presiden Joko Widodo menggendong dua balita di Kampung Kayeh, Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis (12/4/2018). Balita berkaus kuning juga bernama Jokowi. (Biro Pers Setkab)

/Sudahlah, kawan, kita satu negeri/

Dari suasana yang terbangun pada kalimat tersebut, tersirat adanya persaingan. Atau terjadi dalam suatu perdebatan. Maka yang harus dipahami adalah batas dialog, batas langkah…..; sudahlah, kita satu negeri kok!

Gerak emosi masyarakat meningkat, dan tentu akan kian menghangat. Kini, mendekati kampanye terbuka muncul lagu untuk meramaikan kontestasi pemilu serentak yang bakal digelar 17 April 2019. Dari sebuah grup whats app, kita mungkin sudah pernah menerima video yang  salah satu larik kalimatnya seperti di atas.

Meski tersurat dan siapa kandidat calon presiden yang dituju, namun keseluruhan syair dari lagu tersebut mencoba mengajak kita untuk menghargai pilihan-pilihan. Pesan yang ditekankan adalah mengingat semboyan yang sudah terpatri di persada ibu pertiwi ini : Bhineka tunggal ika.

Kita adalah saudara sebangsa. Kita hidup dalam satu negeri. Dan kontestasi ini adalah proses demokrasi untuk memilih kepala negara. Karena itu gawe lima tahunan di republik yang kita cintai ini jangan dijadikan ajang perang saudara. Begitulah wanti-wanti yang disuguhkan dalam lagu ciptaan Lambertus Suwiryo ini.

Ada yang tersakiti  jika kau gaungkan ujaran-ujaran kebencian. Ada yang terluka jika kau mainkan kebohongan, apalagi menyinggung martabat diri.  Padahal kontestasi ini merupakan upaya kita  untuk memilih dan memberi mandat kepada putra terbaik bangsa  memimpin negeri yang besar ini.

Fastabikul khairat, begitu acap disampaikan oleh Tuan Guru Bajang (TGB) atau Dr Zainl Majdi, mantan Gubernur NTB dalam beberapa tausiahnya, baik di perguruan tinggi maupun di kampus  dan pondok pesantren.           Intinya, berlomba-lombalah dalam kebaikan. Berlomba-lombalah untuk turut andil dalam membangun negara ini

Meski lagunya terasa familiar, mirip dengan  irama yang sering dinyanyikan kelompok Bimbo, namun syairnya yang sederhana pun memberi sentuhan akan fakta kekinian. Utamanya jika kita letakkan pada kepiluan tragis perang saudara di negeri Yaman, Timur Tengah. Yang awalnya disulut oleh ambisi dan kebencian-kebencian, sehingga emosi yang memuncak bisa menjadi amunisi-amunisi yang membunuh anak-anak negeri sendiri.

Duka dan rintihan kelaparan perempuan dan anak-anak di Yaman, yang bisa kita saksikan saban hari  di televisi dan internet, semoga dapat menjadi tatapan dan pelajaran kita. Menjaga persatuan adalah kewajiban bersama.

Kau boleh berdendang lagu lain yang lebih apik sesuai pilihanmu. Namun yang penting ajakan alim ulama,  suarakan perdamaian, kita ikuti. Lantunkan kebenaran. Sejukkan udara mayapada, terutama di sosial media.

Atau lagu  kampanye belum kau ciptakan ? Ayo, kita suarakan bersama tembang-tembang merdu penyejuk kalbu. Karena atmosfer yang bersih dan senantiasa diwarnai doa dan harapan yang indah akan membuka pintu-pintu keberkahan.

Kita sebangsa, meski berbeda. Inilah syair lagu Suwiryo tentang kontestasi,  judulnya   “Boleh Beda, Aku Tetap Jokowi”. Dalam videonya juga diserta gambar beberapa tokoh yang membuat tersenyum jika mengingat referensi. Ada pula gambar yang mungkin belum kita temui, Pak Presiden menggendong dua bocah yang mungkin selama ini belum mendapat perhatian sepenuh hati. Anak-anak  itu saudara kita di kitaran gunung emas tanah Papua.

/Saat dia kau fitna serta kau hina/ Sakit hatinya kurasakan pula/ Dia yang sederhana, merakyat, giat bekerja/ Namun seakan tiada jasanya/

/Kala dia kau caci serta kau benci / Aku pun jadi ikut tersakiti/ Karena aku tahu kerja keras Jokowi/ Sudahlah, kawan, kita satu negeri/

/Ekonomi global jatuh tak cuma Indonesia/ Hutang negara tuk kita semua/ Tapi dunia tahu keberhasilan kita/ Jaya Indonesia di mata dunia/

/Kontestasi pilih kepala negara/ Jangan jadi ajang perang saudara/ Ingat semboyan kita : Bhinneka tunggal ika/ Meski beda kita tetap sebangsa/

/Jokowi pilihanku, pilihanmu mungkin beda/ Yang kutahu rekam jejak Jokowi/ Jokowi pilihanku, pilihanmu mungkin beda/  Engkau beda, aku tetap Jokowi/ Meski beda, aku tetap Jokowi/  Boleh beda, aku tetap Jokowi/

(iswati)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *