Connect with us

Feature

Balada Gerimis di Utara Stasiun Tugu

Published

on

RODA kehidupan berputar, kadang di atas kadang di bawah. Kalimat itu hanya sebuah pepatah. Sama sekali tidak punya makna bagi yang pandir memetik hikmah. Akan tetapi, menjadi sarat arti bagi penjual kopi yang satu ini. Namanya Yono. Lengkapnya, Maryono (50), penjual kopi jos di utara Stasiun Tugu, Yogyakarta.

Kalau saja kota Yogya tidak gerimis sepanjang sore hingga dinihari kemarin dulu, mungkin saya tidak akan pernah berjumpa Yono. Hujan malas turun, dan hanya meneteskan rintik-tintik gerimis, mestinya sangat bersahabat untuk dijadikan suasana pengantar tidur. Apa lacur, keinginan lesehan sambil minum kopi jos jauh lebih kuat. Itu menjadikan kaki ini ringan langkah menerobos gerimis tipis.

Jujur, warung kopi Lek Min-lah yang semula hendak saya tuju. Sesampai di sana, seseorang berkata tanpa ditanya, “Gerimis semalaman mas…. dagangan laris maniisss.., kopi dan sego kucing sudah habiiiissss,.” Seorang pegawai warung Lek Min menyambut dalam bahasa Indonesia berlogat Jawa medok. Ia hanya sekejap menoleh, selebihnya menatap sampah berserak yang sedang ia sapu.

Ah… tak ada Lek Min, warung sebelah pun jadi. Begitu kupikir, sembari melanjutkan langkah ke warung sebelah. Nah, inilah warung kopi jos Maryono yang saya sebut di awal tulisan. Perlukah saya jelaskan apa itu kopi jos? Baiklah…. Bagi yang sudah tahu, lewatkan saja kalimat berikut ini, “kopi jos adalah minuman kopi yang dicemplungin arang yang dibakar hingga merah membara. Efek bunyi “jooosss” saat bara dimasukkan ke dalam air kopi itulah yang kemudian dijadikan nama kopi di sini sebagai kopi jos”.

Ngersakke sego kucing mas? Nanti saya ambilkan,” tergopoh Yono menyambut. Sekelebat ia ke warung sebelah, dan kembali membawa dua bungkus sego kucing. “Kalau kurang, nanti saya ambilkan lagi,” katanya.

Santap sego kucing lauk oseng tempe semangit, ditemani kopi jos, adalah sejumput perasaan senang bercampur ogah pulang. Mungkin saja senang karena perut menjadi kenyang. Tapi yang jelas menjadi malas pulang karena selalu saja menemukan kisah menarik di sini. Setiap orang, akan mendapatkan kisah dan ceritanya sendiri-sendiri di deretan kedai kopi jos Yogya yang khas itu.

Rintik hujan dinihari, adalah saksi seorang Yono menuturkan pengalaman hidup yang lengkap. Ibarat roda yang berputar, lelaki asal Klaten, Jawa Tengah itu, pernah berada di bawah, di tengah, di atas, turun ke tengah, dan kembali ke bawah. “Pokoke lengkap mas. Pernah kerja di kantor ber-AC, punya anak buah. Pernah jadi TKI di Malaysia sugih ringgit. Pernah sewa dua kios batu akik di Rawa Bening, Jatinegara. Tapi pernah jualan batu gelar plastik terpal di pinggir alun-alun,” ujar Yono memecah dingin dengan suara getir tapi tegas.

Berangkat ke Malaysia bekerja di perusahaan kontruksi. Tugas Yono adalah menangani alat-alat berat. Lima tahun di negeri jiran, ia pulang menggembol uang yang tidak sedikit. Sempat beristirahat sebentar, sebelum saudaranya mengajak kerja di sebuah kantor jasa di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Pekenalannya dengan batu akik, dimulai ketika ia membeli sebentuk batu bacan seharga Rp 500.000. Tak lama berselang, seseorang yang tak dikenal naksir batu yang ia pakai, dan berani membeli seharga Rp 2 juta. “Untung 1,5 juta, langsung saya lepas,” ujar ayah dua anak ini.

Dari situ, Yono kemudian mulai bermain batu akik. Puncaknya ketika ia mampu membeli berton-ton batu, lalu memotong-motong dalam ukuran tertentu, dengan modal hampir Rp 2 miliar. Sayang, Yono kurang pandai membaca tanda-tanda zaman. Ketika tren akik menurun sekitar tahun 2014 – 2015, semua uangnya justru “ditanam” di batu. Batu yang kemudian tidak lagi laku. “Kembali kere.… Miskin semiskin-miskinnya. Kalau mikir kejadian itu, saya merasa beruntung tidak gantung diri… ha… ha… ha…,” kata Yono sambil tertawa getir.

Berhasil melewati masa pahit, ketika ia jualan kopi jos. Istrinya pun membantu dengan menjadi guru TK di Bantul, Yogyakarta. “Sekarang, saya merasa senang jualan kopi jos dan sego kucing. Meski rasanya tidak mungkin bisa kembali ke masa kejayaan, setidaknya di sini, setiap hari saya merasa happy. Tiap hari ada saja yang membuatnya tertawa,” ujar Yono seraya melanjutkan, “tadi, baru saja serombongan tamu saya tertawa terpingkal-pingkal…. Seorang pengamen tiba-tiba jongkok, tapi diam saja… gak nyanyi-nyanyi… Eh… ujungnya malah nangis….. Orang stres…. Jadi ingat waktu saya stres dulu… ha… ha… ha…. .” ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *