Connect with us

Feature

Apa yang Kau Cari, Mas Liek?

Published

on

Liek Suyanto, monolog di ulang tahun yang ke-76. (foto: ist)

JAYAKARTA NEWS – Waktu bergulir meniti zaman. Setiap sapuan kuas di atas kanvas, akan bertutur. Setiap gerak tubuh akan bicara. Setiap ekspresi akan bersaksi. Berjibun testimoni, bicara tentang seniman Yogyakarta yang baru saja berulang tahun ke-76: Liek Suyanto.

Sabtu, 1 Juni 2019 sore, ia mengundang kawan-kawan, kerabat, dan handai-taulan berbondong-bondong menuju Kompleks Makam Seniman Girisapto, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Tidak ada prosesi pemakaman siapa pun sore itu. Undangan Liek jelas, mangayubagya ambal warsa. Di sana, Liek melakukan monolog “pencarian diri”, sambil menanti saat berbuka puasa.

Dalam bahasa Liek, “Sampai umurku yang ke-76, saya mengejar karakter berkesenian saya. Saya mengejar bentuk kesenian saya.”

Liek Suyanto. (foto: ist)

Entahlah. Apa lagi yang hendak dikejar lelaki kelahiran 1 Juni 1943 itu. Sebab, sebagai pelukis, Liek bukannya pelukis tanpa karya. Sebagai seniman teater, Liek bukannya teatrawan tak berjejak. Bahkan, saat ia merambah dunia film layar lebar, sinema elektronik (sinetron), dan film TV, nama Liek Suyanto adalah “sesuatu”.

Toh Liek masih merasa harus terus mencari jati diri kesenimanannya. Liek bahkan mengumpamakan proses pencarian sebuah komposisi warna oleh maestro Affandi, yang memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya.

Kegiatan Liek sehari-hari, juga melukis. Dengan catatan, tersedia cat dan kanvas. Kakek delapan cucu dari enam orang anak hasil perkawinannya dengan Sri Sumaryati (alm) itu, juga bergiat di berbagai ajang kesenian lain.

Yani Sapto Hudoyo, baca puisi. (foto: ist)

Adalah Boy Rifai alias Mbah Boy yang menangkap kegelisahan Liek Suyanto. Perintis Kampung Edukasi Watu Lumbung, Prangtritis itu, segera mem-“provokasi” para seniman Yogya untuk kumpul di Kompleks Makam Seniman Girisapto, guna mendengarkan “kegelisahan Liek Suyanto”. Syahdan, hadirlah para seniman Yogya.

Ketua Sanggar Bambu, Totok Buchori hadir. Yani Sapto Hudoyo dan Retno Intani bahkan ikut meramaikan acara dengan membaca puisi. Budi Eswe juga membacakan geguritan khusus buat Liek Suyanto. Hadir juga seniman teater Meritz Hindra, Untung Basuki, Otok Bima Sudharta, dan belasan seniman Yogya serta kerabat Liek Suyanto lain.

Selain berdoa untuk Liek Suyanto, hadirin juga mendoakan para seniman yang terbaring di kompleks Makam Girisapto, seperti Sapto Hudoyo, Kusbini, L. Manik, H. Mutahar, dan lain-lain. Bahkan untuk mengenang mereka, hadirin menyanyikan tiga buah lagu: Syukur (H. Mutahar), Satu Nusa Satu Bangsa (Liberty Manik), dan Bagimu Negri (Kusbini).

Liek Suyanto pun tampak sumringah. Tak hanya setangkup haru, tapi segumpal bahagia menyergap rongga dada. Ia mensyukuri perjalanan berkeseniannya sejauh ini.

Liek Suyanto dan para seniman Yogya, di altar Kompleks Makam Seniman Girisapto, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. (foto: ist)

Usia 19 tahun, ia mulai bersinggungan dengan dunia kesenian di Sanggar Bambu. Itu terjadi tahun 1962. Lalu 10 tahun kemudian, 1972, Liek bergabung ke Teater Muslim.

Sempat ke Jakarta, tapi tidak lama kembali ke Yogyakarta karena dipanggil WS Rendra menggarap artistik Bengkel Teater. Setelah Bengkel Teater hijrah ke Jakarta, Liek tidak ikut serta. Ia memilih memenuhi ajakan Azwar AN untuk membantu Teater Alam.

Azwar AN bagi Liek merupakan pemimpin yang memberi suri teladan. “Saya senantiasa diberi semangat oleh Bang Azwar. Pameran tunggal yang pertama kali untuk 42 lukisan saya juga atas dorongan Bang Azwar. Saya selalu disemangati, kalau saya bisa melukis,” ujar Liek.

Di Bengkel Teater, WS Rendra pernah mengatakan kepada Liek Suyanto, berkesenian itu seperti orang bikin rumah, harus bikin fondasi terlebih dahulu, setelah fondasi kuat baru bisa mendirikan rumah. Tapi kalau fondasi belum kuat, rumah pasti roboh.

Puluhan tahun berkecipung di dunia kesenian, tidak membuat Liek Suyanto merasa hebat dan senior. “Kalau saya merasa hebat ya selesai. Kalau merasa senior nanti malah meremehkan anak muda. Sebab anak muda belum tentu tidak bisa melampaui keahlian seniornya. Anak sekarang cerdas-cerdas. Saya banyak belajar, sampai di umur saya ke-76 tahun saya terus belajar,” tandasnya.

Liek Suyanto dan Meritz Hindra. (foto: ist)

Ihwal persinggungannya dengan Sanggar Bambu, Teater Muslim, Teater Mandiri, Bengkel Teater, dan Teater Alam, Liek Suyanto punya satu alasan, yakni ingin belajar. Dengan bergabung di banyak kelompok teater, ia menjadi paham karakter satu kelompok teater dan kelompok teater lainnya.

Ia sangat bersyukur, bisa berada di posisi yang sekarang. Rasa syukur makin berlipat manakala ia mengenang zaman hidup sebagai gelandangan di Malioboro. “Tapi berkat kesenian kehidupan saya berubah. Kesenian telah mengangkat derajat saya,” kata Liek dalam banyak kesempatan.

Alkisah, suatu hari di tahun 1962, Liek melihat pimpinan Sanggar Bambu, Sunarto Pr sedang melukis di Beringharjo. Saat itu, Liek adalah penjual rokok keliling. Sunarto membeli rokok pada Liek. Setelah itu, Liek memperhatikan Sunarto melukis, sampai akhirnya Sunarto bertanya pada Liek, “Apa kamu bisa melukis?”

Liek menjawab, tidak bisa. Sunarto bertanya lagi, “Apa sudah pernah mencoba?” Liek pun menjawab, “Belum”. Sunarto segera menyergah, “Belum pernah melukis kok sudah bilang tidak bisa?”

Mengakhiri dialog, Sunarto memberi Liek 50 lembar kertas dan satu set cat Cina. Liek disuruh melukis dan membawa hasil lukisannya ke Sanggar Bambu. Itulah keseluruhan cerita sampai akhirnya ia bersinggungan denggan Sanggar Bambu, dan berkecimpung di dunia seni hingga hari ini. Lebih setengah abad.

Toh, Liek Suyanto masih berada dalam pusaran pencarian jati diri. Bisa jadi, begitulah cara seniman memaknai hari jadi. Merayakan di kuburan bersama handai taulan dan bermonolog tentang pencarian diri.

Selamat ulang tahun mas Liek. Selamat melanjutkan perjalanan “pencarian diri”. (roso daras)

Ketua Sanggar Bambu, Totok Buchori saat memberi testimoni. Pesan buat mas Liek Suyanto, “Jangan suka marah-marah…..”. (foto: istI
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *