Connect with us

Astronoment

Alogaritma Meningkatkan Efisiensi Produksi Energi PLTB

Published

on

Presiden Joko Widodo memperhatikan turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin 2 Juli 2018. [ant]

RISET alogaritma untuk energi terbarukan yang dilakukan oleh sejumlah peneliti  memberi angin segar, untuk bagaimana meningkatkan efisiensi dalam menghasilkan energi yang bersumber dari tenaga angin.

Para peneliti  di Penn State Behrend dan University of Tabriz, Iran, dikabarkan telah  menyelesaikan algoritma yang dirancang untuk ladang angin pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang lebih efisien, sehingga  membantu meningkatkan pendapatan sekaligus sumpai tenaga  listrik terbarukan untuk pelanggan mereka.

Para peneliti menggarisbawahi bahwa untuk  membangun ladang angin yang lebih efisien, perancang harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kecepatan angin dan jarak turbin, serta ukuran tanah, geografi, jumlah turbin, jumlah vegetasi, kondisi meteorologi, biaya pembangunan.

Semua faktor tersebut harus diseimbangkan,  mengingat sulitnya untuk menemukan dan menentukan tata letak yang optimal. Meskipun turbin angin efisien, tata letak ladang angin dapat mengurangi efisiensi ini, apabila  tidak dirancang dengan baik.

“Pemanfaatan energi angin kini sedang meningkat, dan ini tidak hanya terjadi di AS,” kata Mohammad Rasouli, asisten profesor teknik listrik di Penn State Erie, Behrend College.

Mohammad Rasouli, Ph.D

“Efisiensi panel surya kurang dari 25 persen, dan masih menjadi subjek penelitian saat ini. Turbin angin, di sisi lain, jauh lebih efisien dan mengubah lebih dari 45 persen energi angin menjadi listrik, ” katanya menambahkan.

Untuk riset ini, para peneliti tengah berfokus pada satu pendekatan, yang disebut biogeographical-based optimization (optimasi berbasis biogeografisatau BBO). Pendekatan BBO dibuat pada tahun 2008 yang terinspirasi dari alam.

Rasouli menjelaskan, BBO didasarkan pada bagaimana hewan secara alami mendistribusikan diri mereka sendiri untuk memanfaatkan lingkungan mereka berdasarkan kebutuhan mereka. Dengan membuat model matematika dari perilaku hewan, maka dimungkinkan bagi para peneliti untuk menghitung distribusi optimal objek dalam skenario lain, seperti turbin di ladang angin.  “Kami menggunakan  multi-objective approach,” kata Rasouli.

“BBO memiliki fungsi dan kami ingin mengoptimalkannya dengan mempertimbangkan berbagai kendala. Biasanya metode analitik membutuhkan banyak perhitungan, sedangkan metode BBO ini meminimalkan komputasi dan memberikan hasil yang lebih baik, menemukan solusi optimal dengan biaya komputasi yang lebih rendah,” jelas Rasouli.

 

Peneliti lain menggunakan versi sederhana dari pendekatan BBO pada 2017 dan 2018 untuk menghitung tata letak ladang angin yang lebih efisien, tetapi versi yang disederhanakan ini tidak memperhitungkan semua faktor yang memengaruhi tata letak optimal.

Menariknya, para peneliti dari Penn State dan University of Tabriz ini, menyelesaikan pendekatan dengan memasukkan variabel tambahan, termasuk data pasar nyata, kekasaran permukaan dan berapa banyak angin yang diterima setiap turbin.

Tim peneliti juga meningkatkan pendekatan BBO dengan memasukkan model yang lebih realistis untuk menghitung baling-baling (daerah dengan kecepatan sayap lebih lambat yang dibuat setelah angin bertiup melewati turbin) dan menguji seberapa sensitif model itu terhadap faktor-faktor lain seperti suku bunga, insentif keuangan, dan perbedaan dalam biaya produksi energi.

 


“Ini adalah pendekatan optimasi yang lebih realistis dibandingkan dengan beberapa metode penyederhanaan yang ada di luar sana,” ungkap  Rasouli. “Ini akan lebih baik untuk pelanggan, untuk produsen, dan ke ladang angin gaya grid dengan ukuran lebih besar.”

Dengan memasukkan lebih banyak data, seperti catatan meteorologi yang diperbarui dan informasi pabrikan, para peneliti akan dapat menggunakan pendekatan BBO untuk mengoptimalkan tata letak ladang angin di banyak lokasi berbeda, membantu perancang ladang angin di seluruh dunia memanfaatkan tanah mereka dengan lebih baik dan menghasilkan lebih banyak energi untuk memenuhi permintaan energi masa depan dari konsumen.

“Sekarang ini merupakan akhir masa untuk penggunaan bahan bakar fosil,” kata Rasouli. “Dengan metode ini dan yang akan datang atau pendekatan optimasi yang lebih baik, kita dapat menggunakan energi angin dengan lebih baik.”

Kabar baik ini mungkin ada baiknya kalau pemerintah melalui kementrian ESDM mengirim para peneliti Indonesia untuk mempelajari lebih lanjut, agar dapat diaplikasikan di tanah air, yang sekarang ini sudah mulai memanfaatkan energi terbarukan.

 

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *