Connect with us

Feature

“Air Emas” di Kaki Gunung Sibayak

Published

on

Gunung Sibayak dengan lokasi Desa Raja Berneh tempat Wisata Air Panas. (foto: ist)  

Jayakarta News – Nama Berastagi sebagai kota wisata sudah sangat terkenal. Tak heran jika dalam permainan “monopoli” kota wisata ini tercatat paling mahal walau dihargai dengan uang-uangan kertas monopoli. Ini membuktikan kalau kota Berastagi, walau hanya sebuah kota kecamatan, keberadaannya sudah mendunia.

Terletak di dataran tinggi Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kota ini terbesar kedua setelah Kota Kabanjahe. Berastagi berada di ketinggian lebih dari 1300 mdpl dan menjadi salah satu kota terdingin di Indonesia. Berjarak 66 km dari Kota Medan, Berastagi juga terkenal sebagai daerah pertanian yang subur. Aneka bunga, buah dan sayuran tumbuh subur di wilayah yang diapit dua gunung berapi aktif, Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak tersebut.

Gunung Sibayak merupakan gunung di Berastagi yang sering dikunjungi para wisatawan. Bagi suku Karo, Gunung Sibayak disebut juga “Gunung Raja”. Karena arti dari Sibayak itu  adalah “Raja”. Menurut cerita penduduk, dahulu kala tanah karo dikuasai 4 Raja (Sibayak), yaitu Sibayak Lingga: Sarinembah, Suka, Barusjahe, dan Kutabuluh. 

Jarak Berastagi menuju wilayah Gunung Sibayak berkisar 7 km. Tidak sedikit para pendaki yang menikmati gunung ini sampai ke puncaknya yang berada di ketinggian 2.094 mdpl itu. Puncaknya disebut Takal Kuda yang artinya Kepala Kuda. Di atas puncak gunung Sibayak ada danau kawah 200 x 200 meter atau seluas 40.000 meter persegi yang lengkap dengan solfatara penghasil belerang dengan suhu mencapai 119 derajat celcius dan suhu di sekitarnya 21 derajat celsius. Ada tiga jalur pendakian untuk menuju Gunung Sibayak, yakni jalur Penatapen, Desa Jaranguda dan jalur Desa Raja Berneh. 

Gunung Sibayak sebagai sumber dari aliran rejeki “ Mata Air Panas” di salah satu pemandian di  Desa Raja Berneh. (foto:ist) 
Kolam tempat berendam air panas. (foto: ist)

Di kaki Gunung Sibayak inilah, kisah tentang “rezeki turun dari langit”, menjadi kenyataan bagi warga setempat. Penduduk desa Raja Berneh yang sekarang lebih sering disebut Desa Semangat Gunung seperti mendapat ‘hadiah’ dari alam, tanpa harus bersusah payah mendapatkatnya.

Di areal ladang atau persawahan warga bermunculan sumber air panas dari perut bumi yang kemudian dikelola menjadi tempat permandian. Air panas ini mengalir dengan temperatur sekitar 35 derajat celcius. Sementara di hulu mata air panas mencapai 150 derajat celsius. Air ini muncul dari retakan aliran lava pada areal persawahan warga di lereng gunung berapi yang pernah meletus pada tahun 1881 itu.

Ratusan Mata Air, Sumber Rezeki

Permandian air panas belerang di kaki Gunung Sibayak, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kini menjadi favorit wisatawan. Dengan suhu udara 18 derajat celcius, berendam di air panas merupakan sebuah pilihan cerdas untuk relaksasi. Tidak mengherankan jika desa kecil dengan ratusan mata air panas ini tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan.

Lokasi permandian air panas belerang ini relatif gampang dijangkau. Sarana jalan cukup memadai, pemadangan alam pegunungan sepanjang jalan hingga tiba di tujuan membuat perjalanan terasa menyenangkan.

Awalnya keberadaan mata air panas ini dianggap sepele, hanya dinilai fenomena alam biasa. Tapi saat ini   ratusan titik mata air panas yang muncul dari dasar bumi itu berubah menjadi “air emas”. Wajah desa Raja Berneh berpenduduk sekitar 100 KK, yang berada persis di kaki Gunung Sibayak, Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu pun seketika berubah.

Geliat ekonomi terus berdenyut, desa yang semula sepi itu kini ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Ratusan wisatawan dan bisa mencapai ribuan pada akhir pekan, rutin mendatangi desa ini. Tujuannya hanya untuk berendam di air panas mengandung belerang, yang sudah mulai dikelola secara profesional oleh warga setempat.

“Ini anugrah Tuhan buat warga desa,” ujar Passewaty Ginting. Perempuan Karo ini adalah salah satu  pengusaha permandian air panas. Miliknya bernama “Sibayak Ncole” di desa Raja Berneh. Ia tak menampik bahwa banyaknya titik air panas yang muncul dari dasar bumi  itu, merupakan anugerah tak terkira bagi warga setempat.  

Ibu empat anak ini memang benar. Air panas itu muncul begitu saja dari dasar bumi, tidak perlu ada usaha dan biaya dari warga. Warga hanya perlu membuat saluran dari titik air panas ke kolam-kolam untuk berendam. Suhunya juga bisa diatur, mulai dari sekedar hangat sampai yang tingkat panasnya tinggi. Sehingga pengunjung bisa memilih kolam sesuai keinginannya.

Keberadaan ratusan titik mata air panas ini otomatis berdampak langsung terhadap kehidupan warga desa. Khususnya di sektor ekonomi. Transaksi ekonomi berlangsung  dari pengunjung  ke warga. Saat ini tercata sekitar 16 lokasi permandian air panas dengan ratusan kolam rendam serta pancuran sudah tersedia. Malah sebagian pengusaha juga menyiapkan water boom sebagai bentuk pelayanan kepada para pengunjung.

Seiring perkembangan, sebagian pengusaha malah menyiapkan tempat menginap bagi pengunjung yang hendak stay di lokasi tersebut. Tak mengherankan jika kemudian puluhan tempat menginap berdiri. Bukan hanya para pengusaha yang menyiapkan, sebagian warga desa juga menyulap lahan pertaniannya menjadi penginapan-penginapan. Desa yang semula hanya fokus di bidang pertanian itu pun perlahan bergerak dan berubah menjadi desa wisata.  

Kolam Berendam Air Panas dengan Pemandangan Hutan di Lereng Gunung Sibayak (foto: ist)

Desa Wisata Air Panas

Perut Bumi memberikan berkah bagi desa ini. Air panas yang memancar alamiah di desa kaki Gunung Sibayak ini menjadi Desa Wisata khusus pemandian Air Panas. Selain penginapan, sejumlah gedung pertemuan pun dibangun. Baik itu untuk pesta, acara arisan dan sebagainya. Termasuk juga sejumlah camping ground. Warung-warung makan mulai menjamur. Sebagian warga juga membuka kios sepanjang jalan ke lokasi permandian untuk memasarkan hasil pertaniannya.

Menikmati alam pegunungan sembari relaksasi dengan cara berendam di air panas yang mengandung belerang di lokasi wisata ini relatif murah. Untuk tiket masuk daerah wisata Pemda Kabupaten Karo hanya menetapkan Rp 4.000 per orang. Sementara untuk memasuki atau mandi di air panas pengelola mengenakan tarif antara Rp 8.000 sampai Rp 15.000 per orang. Perbedaan tarif ini akibat adanya perbedaan fasilitas setiap lokasi permandian.

Berbicara soal tingkat kunjungan, Ketua Asosiasi Permandian Air Panas Raja Berneh, Shodan Purba, mengakui dari hari ke hari mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada saat ini, untuk hari biasa mencapai sekitar 300 orang sampai 500 orang. Memasuki akhir pekan, jumlah meningkat, di atas 1.000 orang.

Jelas, ramainya kunjungan wisatawan ini membuat geliat perekonomian warga desa semakin berkembang. Termasuk juga pemda setempat, yang secara rutin menerima pemasukan berupa retribusi serta pajak dari para pengusaha. Selain itu lapangan kerja pun semakin terbuka, sekitar 200 pekerja tertampung di semua lokasi permandian tersebut.

Perlu Perhatian Khusus

Menurut Shodan Purba, tingkat kunjungan wisatawan ini juga sebenarnya masih bisa dimaksimalkan. Caranya, selain para pengusaha menghadirkan fasilitas yang lebih bagus, sarana dan prasarana jalan menuju areal permandian harus dibenahi. Saat ini kondisi jalan memang cukup bagus, baik dari Kota Medan atau dari kota wisata Berastagi. Tetapi sekitar 5 km memasuki lokasi wisata, kondisi jalan masih jauh dari memadai. Selain ukuran jalan sempit, sebagian badan jalan juga mengalami kerusakan. “Memang sudah harus diperlebar agar bus ukuran besar yang mengangkut wisatawan bisa masuk. Saat ini hanya kendaraan kecil seukuran mini bus yang bisa masuk,“ jelasnya.

Keberadaan kota wisata Berastagi, terhadap lokasi permandian air panas ini juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan. Sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Berastagi akan memanfaatkan waktu untuk berendam air panas sebelum kembali ke kota asalnya. “Jika kondisi jalan bagus, keengganan wisatawan yang berkunjung ke Berastagi untuk singgah di air panas akan hilang. Khususnya wisatawan yang menggunakan bus ukuran besar,” ujar Shodan Purba.

Keluhan dan keinginan para warga pengelola permandian air panas ini memang sangat beralasan. Peran sektor pariwisata dalam perekonomian sebuah negara sangat penting. Apabila dikelola dengan baik, terencana dan terpadu, peran pariwisata secara otomatis akan menggerakkan kegiatan ekonomi melalui sektor terkait  lain seperti perhotelan dan penginapan, barang-barang souvenir dan kerajinan lokal, industri makanan, serta transportasi. Berikutnya, penyediaan lapangan kerja pun terbuka, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara pasti meningkat. Sektor pariwisata dapat berfungsi sebagai katalisator pembangunan sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri. Kondisi ini dimungkinkan karena kepariwisataan sebagai upaya ekonomi, bukan saja padat modal, tetapi juga padat karya.

Seperti ditegaskan Bupati Kabupaten Karo, Terkelin Berahmana, berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah menjadi harapan dan tantangan tersendiri bagi pemda di seluruh wilayah Indonesia. Artinya, dengan berlakunya UU ini maka  pengembangan dan pembangunan obyek wisata menjadi tugas dan tanggung jawab pemda. UU ini juga menegaskan kalau setiap daerah otonom harus mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)  dalam upaya meningkatkan kesejahteraan daerahnya. “Pemda Karo juga, sebagai daerah otonom di Indonesia  mulai mengembangkan sektor pariwisata sebagai sumber PAD,” ujarnya.

Diakui Terkelin, untuk mencapai itu semua memang harus didukung potensi alam dan seni budaya. Sebut saja kota wisata Berastagi, yang menjadi andalan wisata Kabupaten Karo. Berastagi memiliki  keanekaragaman hayati dengan pesona alam yang indah, alami dan menarik. Selain itu salah satu obyek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi wisatawan adalah  pemandian air panas alam, yang berada di lereng Gunung Sibayak. Sumber mata air panas dikelola menjadi suatu obyek wisata yang menawarkan pemandian air panas alam. Air panas dialirkan ke kolam-kolam berendam, ditambah udara dingin dan sejuk serta pemandangan pengunungan yang asri dan indah menjadi sebuah daya tarik bagi wisatawan. “Khusus objek wisata permandian air panas, pemda berusaha menyiapkan sarana jalan yang memadai untuk menuju lokasi. Sementara pengelolaan lokasi permandian, sepenuhnya ditangani warga pemilik” urainya.

Pengelolaan yang tepat untuk desa ini, Air panas di kaki gunung Sibayak, akan menjadi rezeki bagi semua warga. Mendulang keuntungan bukan hanya untuk perorangan, tetapi juga pihak pemerintah. Ini Anugerah bagi Kalak Karo (orang Karo). (Jaya Ginting)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *