Connect with us

Kabar

Ada Infak Anda di Rojolele Ini

Published

on

Joko Intarto dan rojolele Klaten produk Lazismu–foto istimewa

Oleh: Joko Intarto

Ini salah satu hasil nyata zakat, infak dan sedekah untuk produktivitas. Dari zakat, infak dan sedekah Anda, jadilah beras Rojolele organik.

Beras ini bukan sembarang beras. Tetapi beras Rojolele yang ditanam di habitat aslinya: Klaten, Jawa Tengah.

Rojolele Klaten itu karakternya mirip dengan Pandan Wangi Cianjur. Hanya bisa menghasilkan beras dengan citarasa khas di habitat aslinya.

Sifat asli Rojolele itu unik. Tingginya bisa mencapai 160 Cm – 2 meter. Usia panennya 180 hari alias 6 bulan.

Kualitas berasnya memang jos. Tidak ada yang meragukan lagi. Tapi budidayanya sulit. Usia panennya yang 6 bulan merupakan kesulitan tersendiri bagi petani. Dari mana airnya untuk dua bulan tersisa?

Tingginya yang hampir 2 meter juga menjadi masalah. Apalagi produksi gabahnya tergolong tinggi. Batang padi Rojolele yang sudah mulai berisi pasti patah atau rebah kalau tertiup angin kencang. Mati. Gagal panen.

Para petani Klaten kemudian bekerjasama dengan BATAN. Untuk melakukan perbaikan bibit Rojolele. Agar batangnya bisa lebih pendek. Usia panennya juga lebih cepat.

Setelah berlangsung 12 tahun, program perbaikan genetika Rojolele dinyatakan berhasil. Rojolele baru menghasilkan padi dengan tinggi 120 Cm dan usia panen 120 hari. Sama dengan padi pada umumnya.

Citarasa berasnya tidak berubah. Tetap sama seperti aslinya. Pun produktivitasnya tidak menurun.

Keberhasilan ini tentu membahagiakan para petani Klaten. Mereka sekarang mulai menanam Rojolele lagi. Bahkan, Rojolele dianggap sebagai produk beras unggulan asli Klaten untuk pasar beras premium  nasional. Karena hanya di Klaten lah Rojolele bisa tumbuh dan menghasilkan beras yang empuk, pulen dan wangi.

Semangat para petanu itu ditangkap Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah. Majelis kemudian mengajak Lazismu untuk menggalang zakat, infak dan sedekah untuk program pengembangan Rojolele organik bagi para petani dhuafa di Klaten. Penanaman perdana dilakukan pada tahun 2018 yang lalu.

Sekarang program itu telah menghasilkan panen. Totalnya sudah lebih dari 100 ton beras. Beras sudah dikemas dalam plastik kedap udara dengan berat 1 Kg per bungkus.

Berapa harganya? Harga jual di tingkat petani Klaten Rp 20.000 per Kg. Harga di Jakarta naik karena ada ongkos kirim dari Klaten Rp 2.000 per Kg ditambah infak Rp 3.000 per Kg. Jadinya Rp 25.000 per Kg.

“Lazismu ini bukan lembaga bisnis. Kelebihan atas harga akan dicatat sebagai infak. Bukan keuntungan,” kata Eny Wijayanti, ketua badan pengurus Lazismu yang menjadi project manager Rojolele Klaten itu.

Program Rojolele van Klaten itu rupanya menarik perhatian banyak pihak. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, misalnya, langsung berlangganan 10 ton per bulan. Khusus untuk memenuhi kebutuhan dosen dan karyawan UMY.

Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur juga langsung menyatakan minatnya untuk jatah konsumsi karyawan dan pasien. “Gudang kebencanaan Lazismu Manggarai Jakarta Selatan juga mendapat order dari donatur sebanyak 1 ton Rojolele Klaten,” kata Lambang Saribuana.

Tidak semuanya pembeli besar. Ada juga pembeli kecil. Misalnya, saya. Hanya membeli 5 Kg untuk kebutuhan konsumsi di rumah sendiri.

Nah, kalau Anda juga mau, bolehlah nitip beli lewat saya….***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *